pernikahan yang terjadi karena kebaikan seorang laki-laki yang ingin menyelamatkan teman perempuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kholifah NH2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bulan Madu?
Sudah tiga puluh menit Airin menunggu namun Adrian belum juga datang. Daya ponselnya yang sudah habis, membuat Airin tidak bisa menghubungi Adrian. Dan juga, rasa lelah serta kantuk yang semakin menyerang, membuatnya terpaksa pergi dari sana dengan menaiki taksi.
Setelah melalui perjalanan yang membuatnya semakin lelah, yaitu menghadapi kemacetan. Akhirnya Airin tiba dirumah. Baru memasuki gerbang, mobil Adrian sudah muncul dibelakangnya. Mobil itu terlihat terburu-buru untuk parkir, seakan mengejar Airin. Dan ternyata benar saja, Adrian bergegas turun, disambut dengan senyum Airin namun terlihat lesu di wajahnya.
"Kamu juga baru pulang?."
"Maaf." Ucap Adrian penuh penyesalan, ia langsung mendekap Airin erat-erat dipelukannya,
"Maafin gue. Gue nggak jemput lo."
"Nggak apa-apa." Airin menjawab sambil mengusap punggung lebar lelakinya itu
"Gue salah, Rin. Gue salah..."
"Tolong maafin gue."
"Nggak apa-apa, Adrian. Aku tau kamu sibuk dibengkel."
"Enggak."
"Enggak? Maksudnya?." Airin melepas pelukan mereka, matanya menatap Adrian penuh tanda tanya
"Kamu habis dari mana?."
"Gue..."
"Gue nemenin Vina ke mall." Adrian menjawab dengan ragu, ia takut membuat Airin marah
"Oh." Airin tersenyum tipis, kemudian berbalik dan melanjutkan langkahnya
"Lo marah?." Tanya Adrian sambil menyusul gadis itu. Ya, ia telah membuatnya kecewa.
"Enggak."
"Rin? Maafin gue. Gue tau lo marah..."
"Gue udah bilang bakal jemput lo, tapi ternyata enggak. Lo pasti nungguin gue kan?."
"Enggak. Aku nggak nungguin kamu. Begitu tau kamu belum datang, aku langsung pulang cari taksi."
"Bohong. Gue tanya penjual es disamping resto, dia bilang kalo lo duduk sendirian diluar."
"Jadi Adrian tau?."
Obrolan mereka terus berlanjut sampai mereka tiba dikamar. Tanpa memperdulikan Adrian, Airin langsung mengambil handuk dan pakaian bersih miliknya.
"Adrian? Diam dulu bisa, nggak? Aku mau mandi."
"Yaudah, iya."
Rasa penyesalan Adrian semakin dalam. Ia mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa bertanggung-jawab atas ucapannya. Padahal perihal sepele, tetapi ia telah membuat Airin sedih dan kecewa meski gadis itu tidak mengakuinya.
"Argh!." Adrian meninju tembok dihadapannya
"Bodoh lo, Adrian. Harusnya lo nggak pergi sama Vina!."
"Bodoh! Bodoh!."
Tidak sampai dua puluh menit menghabiskan waktu dikamar mandi, Airin yang baru saja keluar langsung disambar lagi dengan pelukan Adrian. Entah ada apa dengan lelakinya saat ini. Yang jelas Airin merasa sangat lelah dan ingin segera beristirahat.
"Adrian? Udahan dong minta maafnya..."
"Ini cuma soal sepele."
"Nggak mau, lo harus maafin gue dulu."
"Iya, aku maafin kamu. Udah ya, lupain aja." Airin tersenyum sambil mengusap pipi lelaki dihadapannya itu
"Aku ngantuk, aku mau tidur."
"Iya, iya." Adrian mengecup punggung tangan Airin dan membawa Airin ke tempat tidur dengan memegang tangannya
"Adrian? Aku mau tidur, bukan mau nyebrang. Kenapa gandengan?."
"Hahaha, bisa-bisanya masih ngelawak."
Airin segera menaiki tempat tidur disusul Adrian disebelahnya. Airin yang biasanya menaruh bantal guling di tengah-tengah mereka sebagai pembatas, kini meletakkan bantal itu dipinggir tempat tidur.
Dan dengan penuh kehati-hatian, ia menggeser posisinya kesisi Adrian, membuat lelaki itu tersenyum senang,
"Tumben?..."
"Hm, gue tau nih, lo mau peluk gue kan?."
"Hehe, iya, sekali aja." Airin tersipu malu, ia menaruh kepalanya diatas lengan kekar Adrian
"Gak tau kenapa, rasanya aku kangen Adrian, aku juga sedih karena dia pergi sama Vina."
"Kok sekali? Berkali-kali, selama-lamanya juga boleh." Adrian mulai mendekap Airin, mengusap lembut punggungnya untuk membuatnya merasa nyaman,
"Adrian?."
"Hm."
"Good night."
"Iya, good night. Mimpiin gue, ya." Adrian mencium puncak kepala Airin sebelum ikut terlelap bersamanya.
•••
Pagi itu, Adrian memperhatikan Airin yang sedang bersiap didepan kaca riasnya. Sambil menopang dagu, Adrian mengagumi setiap garis wajah Airin yang menurutnya sangat sempurna. Jarang sekali ia memperhatikan Airin seperti. Ia juga mulai sadar, kalau istrinya ini semakin hari, semakin terlihat cantik.
Asik memandangi wajah cantik Airin, Adrian dikejutkan oleh dering ponsel disaku jaketnya. Ia berdecak kesal, siapa yang berani mengganggu kegiatannya sepagi ini.
"Huh! Dia lagi." Adrian bergumam, ia tolak panggilan telfon tersebut
"Kok dimatiin? Siapa yang nelfon?."
"Biasa."
"Vina?."
"Hm, ganggu aja."
Airin menghela nafas, jika dipikir-pikir, kenapa sahabatnya itu menelfon Adrian pagi-pagi begini?
TOK TOK TOK
"Adrian? Airin?." Suara Henry terdengar dari luar pintu kamar mereka. Keduanya melempar tatapan sebelum Adrian bangun untuk membukakan pintu
"Ada apa, Pa?."
"Airin udah bangun belum? Kita sarapan, yuk."
"Airin lagi siap-siap mau berangkat, Pa. Tadi dia bilang nggak mau sarapan dirumah."
"Lho, kenapa? Udah beberapa hari kalian nggak sarapan dirumah..."
"Oh, soal waktu itu, ya..."
"Tenang aja, kalo Mama sama tante Mita ngomong macam-macam, Papa yang peringati mereka."
Adrian tampak berfikir sejenak sebelum mengangguki ucapan sang Papa, "Yaudah, Adrian sama Airin nyusul, Pa."
"Nah, gitu dong. Papa tunggu."
Adrian kembali menghampiri Airin. Belum sempat bertanya, gadis itu sudah menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aku nggak mau."
"Sekali aja, ya? Papa yang minta."
"Tapi, Ad-"
"Nggak apa-apa, ayo."
Untuk kedua kalinya Airin ikut sarapan bersama setelah beberapa hari menghindarinya. Dan Airin patut bersyukur karena Inez dan Mita tidak ada disana, mereka sedang berlari santai disekitar komplek. Jika keduanya bergabung bersama dimeja makan, entah apa yang akan mereka katakan lagi tentang dirinya. Sungguh, Airin belum terbiasa menghadapi mereka berdua.
"Oh ya, kapan kalian mau bulan madu?." Pertanyaan Henry membuat Adrian dan Airin kompak tersedak makanannya,
"Hey, santai aja nggak usah kaget gitu." Minum, minum dulu."
Henry membiarkan kedua anaknya itu untuk minum terlebih dulu,
"Jadi, kapan kalian bulan madu?." Henry mengulang pertanyaannya
"Nggak ada waktu, Pa. Sibuk." Jawab Adrian
"Halah, alasan aja kamu. Kan bisa saat libur semester?..."
"Kalau kalian mau, biar Papa yang urus semua...itung-itung sebagai hadiah pernikahan, Papa kan belum kasih apa-apa."
"Duh, siapa juga yang mau bulan madu?." Batin Airin
"Gimana, Airin? Kamu mau?." Henry menatap Airin, gadis itu terkesiap dan canggung seketika,
"Iya, Pa. Airin mau."
"Eh, eh? Aku ngomong apa, sih?." Airin langsung tersadar ucapannya, Adrian pun menautkan kedua alisnya
"Gue yakin nih, dia pasti nggak sadar ngomong apa."
"Bagus kalau gitu. Nanti Papa urus, ya."
•••
Wkwkw gimana guysss makin penasaran gak sama kelanjutannya????
Yuk tinggalkan jejakkkk
🧑 gak
👧aku cium y
🧑 ok
sumpah ini mereka knpa siihh 😭😭 mood bgt bacanya