Hidup yatim piatu dan dibesarkan oleh ayah angkatnya. Jia Grietha sangat berharap bisa hidup dengan baik, tetapi pria pemabuk dan kasar itu membawanya ke meja perjudian.
Dari parasnya yang cantik dan bodinya yang seksi, membuat semua orang selalu terpikat. Terutama Gara Harveyd langsung tertarik pada pandangan pertama. Pewaris yang sombong dari keluarga Harveyd yang terkenal kaya raya di kota.
Saat melihat Jia, Gara pun secepatnya membawa pulang gadis itu dengan harga satu milyar. Awalnya, Jia mengira Gara adalah penolongnya, akan tetapi ia makin jatuh ke dalam jurang yang berduri.
Bukannya diberi kebebasan, Jia dijadikan istri rahasia untuk pemu4s naffsunya semata. Setiap saat harus patuh apabila Gara meminta jatahnya. Jia benar-benar tidak tahu lagi langkah apa yang harus diambil untuk mengakhiri hubungannya dengan Gara yang ingin menikahi wanita lain juga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asti Amanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Jahat Sekali
"Kau ini, jadi aktris jangan banyak akting, jadinya kau sulit membedakan yang nyata dan palsu, hahaha," tawa Juan gemas.
"Huaa….jahat sekali," pukul Celin ke dada Juan lagi.
"Aduh, aduh, kau kenapa lagi?" ringis Juan segera berdiri dan melihat Celin marah.
"Jahat! Kenapa kau baru muncul! Kenapa tidak dari awal sebelum pernikahan ku digelar!" pekik Celin cemberut. Juan menunduk lalu duduk di tepi ranjang, membelakangi Celin. Ia menjelaskan kalau seseorang sedang mengincarnya. "Celin, kau tahu, jasad yang terbakar dan ditemukan di rumahku itu adalah orang suruhan yang mau membunuhku," ucap Juan mengepal tangan.
"Awalnya aku tidak percaya, tapi ayahku mengatakan itu kau, Juan," peluk Celin dari belakang. Juan memegang tangan yang merangkulnya lalu tersenyum merasa Celin selalu ada untuknya.
"Coba kau pikirkan, kenapa ayahmu bicara seperti itu," ucap Juan tahu kalau sebenarnya tuan Edwin tidak menyukainya.
"Apa mungkin ini ulah ayahku? Dan sengaja menyembunyikan identitas jasad orang itu?" tebak Celin yang juga tahu ayahnya benci Juan.
"Awalnya aku berpikir begitu."
'Pantas saja ayah tidak mau melakukan autopsi saat itu,' batin Celin mengatup mulutnya dengan dua tangan, sangat syok mendengarnya.
"Juan, maafkan aku, ini gara-gara aku," tangis Celin takut. Juan menyeka air matanya lalu tersenyum.
"Aku tidak apa-apa, ini sudah resiko kita," ucap Juan dari awal sudah mempersiapkan diri menerima amarah tuan Edwin.
"Hiks Juan, bagaimana kalau kita kabur saja?" isak Celin benar-benar takut tinggal dengan ayahnya dan apalagi bersama keluarga kejam seperti Gara.
"Aku juga ingin hal ini, tapi sekarang kita tidak bisa," tolak Juan.
"Ke-kenapa?" tanya Celin mulai tenang.
"Walau tidak ada lagi ancaman dari ayahmu, tapi ada seseorang yang masih memburuku, entah ini korban dari tugasku, atau memang ada musuh yang sudah lama mengincarku," jawab Juan yang memang bekerja sebagai intelijen rahasia dan hanya Celin yang tahu pekerjaannya. Itulah mengapa Juan masih hidup, ia sudah terbiasa dalam melewati marabahaya.
"Aku tidak sanggup lagi, berpura-pura bahagia selama ini," peluk Celin erat. Juan balas memeluknya dan mencium lembut bibir Celin. "Bersabarlah sedikit sayang." Celin mengangguk dan patuh saja. "Baik, aku akan mencoba bersabar."
Setelah mengetahui sebab dan akibat Juan yang menghilang, Celin dengan berat hati pun meninggalkan apartemen Juan dan bergegas ke kantornya. Sementara Juan, pria itu menatap foto Celin yang bersamanya. "Kuharap kau bisa bertahan sedikit di keluarga Harveyd. Setelah aku menyelesaikan masalahku, aku akan membelimu dari mereka."
Juan pun meninggalkan apartemen itu membawa foto yang tadi. Juan tidak mau ada seseorang tahu ia punya hubungan dengan Celin, karena itu berbahaya baginya dan Celin juga. Meski harus menahan rasa sakit karena wanita yang dia cinta sudah menikah, Juan terpaksa harus menerima kenyataan, ini semua demi kebaikan Celin agar mendapat perlindungan di keluarga Harveyd. Lagipula, Juan sangat percaya cinta kekasihnya tidak akan berpaling ke pria lain.
Sama halnya juga Gara, pria itu tidak akan pernah tertarik ke wanita manapun selain Jia. CEO tampan itu sedang rapat sekarang, tapi di dalam pikirannya, hanyalah Jia. Alhasil, karyawannya merasa aneh melihat Gara yang senyum-senyum.
"Sepertinya, tuan Gara lagi bahagia dengan pernikahannya." Mereka berbisik, dan mengira Celin yang sedang dipikirkan atasannya. Padahal Gara, sedang tidak memikirkan Istrinya. 'Marah, tangis, tertawa, senyum, dan tersiksa sudah aku lihat, sekarang ekspresi apa lagi yang belum aku lihat?' pikir Gara rupanya melakukan itu hanya demi sebuah ekspresi? Apa benar-benar tidak ada rasa tulus mencintai di dalam hatinya?
Memang setiap orang dalam mencintai itu beda-beda, seperti halnya Jia, dia mencintai Gara bukan karena harta, rupa, atau fisik. Gadis itu mencintai tulus dari hatinya, saat Gara yang tidak sengaja memikatnya di awal pertemuan.
"Aku memang salah, kalau dia orang baik, dia tidak akan ke tempat perjudian itu," hembus Jia di depan toko sedang memindahkan pot bunga. Ia sadar salah mencintai orang.
"Wih, siapa yang kau maksud?" sahut seseorang dari belakang. Jia spontan berbalik badan dan menunjuk Zen yang datang.
"Loh, kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Jia sedikit terkejut.