Rara Depina atau biasa di panggil Rara, terpaksa menggantikan ibunya yang sedang sakit sebagai Art di ruamah tuan muda Abian Abraham.
Rara bekerja tanpa sepengetahuan tuan muda Abian. Abian yang pergi kerja saat Art belum datang dan pulang saat Art sudah pergi membuat Rara bisa bekerja tanpa di ketahui Abian.
Apa jadinya saat tak sengaja Abian memergoki Rara tengah berada di apartemennya.
Dilema mulai muncul saat diam-diam Abian mulai jatuh cinta pada pembantu cantiknya itu, dan di tentang oleh keluarga besarnya yang telah memilihkan calon buat Abian.
Akankah Abian mampu mempertahankan Rara di sisinya, cuus baca kelanjutannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 20
Hari ini panas matahari membakar kulit, berada di depan kipas angin saja membuat Ara berkeringat.
"Kak! geseran dikit napa, kipasnya." Sentak Dimas seraya menggeser kipas angin kearah tubuhnya yang sedikit tambun dengan kaki, sebab saat ini dia dalam posisi berbaring. Kipas mereka memang sudah tak bisa menggeleng kiri dan kanan, dia hanya mampu fokus ke depan. Itu saja sudah sukur masih bisa berputar, sebab beli baru juga gak akan mampu.
"Makanya badanmu itu kurusin, biar gak boros tempat!" Ara balas menggeser Kipas kearah tubuhnya.
"Kalian mau nonton atau main kipas sih! berisik tau." kini giliran dedek yang meradang, mereka sedang nonton pertandingan bola U 21 saat ini indonesia lawan vietnam. Kosentrasinya buyar oleh ulah kakak dan saudara kembarnya yang berebut kipas.
Tok!
Tok!
"Kak ada tamu tuh," ujar Dimas seraya berpaling pada Ara yang sedang fokus ke Tv.
"Dek," panggil Ara tanpa menoleh.
Dedek menatap keduanya, lalu beranjak bangkit menuju pintu. Beberapa detik kemudia Dedek kembali keruang Tv.
"Kak ada yang nyari tuh."
"Siapa dek?"
"Tuan Bian."
Ara yang lagi tiduran repleks bangkit, kemudian bergegas ke ruang tamu. Benar saja di sana sudah ada Abian.
"Ada ibu?" Tanya Bian pada Ara yang hanya berdiri tak jauh dari posisi duduknya.
"Ada," sahut Ara.
Dia kembali masuk kedalam memanggil ibu yang sedang ada di dapur.
"Buk, ada tuan Bian nyari ibuk."
"Tuan Bian?"
"Iya."
Ibu menemui Bian yang sudah menunggunya di ruang tamu.
"Maaf buk mengganggu waktu ibuk sebentar," ujar Bian saat Ibu sudah duduk di depannya.
"Gak ganggu kok tuan, ada perlu apa ya tuan datang kemari?"
"Saya mau izin bawa Ara keluar buk," sahut Bian dengan senyum.
"Oo baik saya bilangin ke Ara dulu ya tuan."
"Iya silahkan."
Ibu masuk kedalam memberitahu Ara, tuan Bian ingin membawanya pergi keluar.
"Ngapian sih buk?"
"Ya mana ibuk tau, dia cuma bilang mau bawa kamu keluar," sahut ibu dengan wajah di tekuk.
"Sudah sana temui tuan Bian," ujar ibu lagi.
Ara memasang muka masam menemui Bian. dia masih jengkel dengan Bian kejadian kemarin masih membekas di benaknya.
"Ayo, katanya mau pergi!" ucap Ara ketus.
"Dengan pakaian seperti ini," ujar Bian. Menatap tampilan Ara yang kurang berkenan di hatinya. celana jeans di atas lutut dengan kaus putih yang tranparan itu yang dikenakan Ara saat ini.
"Kenapa dengan pakaianku?" tanya Ara sengit.
"Sudahlah ayo pergi," ujar Bian tak ingin berdebat dengan Ara.
Ara duduk di samping Bian yang sedang sibuk dengan laptop di pangkuannya. Sementara mobil yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan Sedang menuju ke sebuah butiq ternama di kota ini.
"Berkas pernikahan kita sudah selesai, jum'at depan kita menikah," ujar Bian datar, tanpa ekspresi. Sementara Ara terlihat sangat kaget, matanya membulat menatap Bian yang terlihat acuh.
Bagaimana ini, secepat ini dia menikah dengan Bian. Tapi dia kembali ingat kata ibunya bagaimana kalau tiba-tiba dia isi dan Bian sudah terlanjur berubah pikiran, ih amit-amit mengandung anak tanpa ayah. Ara begidik ngeri.
Mobil berhenti di depan butiq berlantai dua, mau apa dia kebutiq, jangan bilang mau beli baju pengantin, bukannkah pernikahannya cuma di KUA aja.
"Masuklah dulu dengan dia, nanti aku menyusul," Ujar bian seraya mengarahkan matanya pada lelaki yang sedari tadi duduk di depan di samping supir.
Ara menatap lelaki itu, terlihat lelaki itu mengangguk sopan padanaya. Seperti titah Bian tadi Ara masuk duluan bersama orangnya Bian.
Sesampai di sana salah seorang pelayan butiq berseragam batik membawanya keruang ganti, disana sudah ada tiga kebaya berwarna serupa tapi dengan model yang berbeda.
"Nona pilihlah salah satu, lalu nona coba, tuan bian ingin melihatnya."
Ara melihat tiga kebaya yang menurut Ara sama sama bagus dan semuanya sesuai selera Ara.
Ara memilih Kebaya yang paling sesksi modelnya diantara yang lain, tau sendiri kalau ara doyan pakaian seksi.
Dengan kain wiron bermotip kembang-kembang dan kebaya putih, Ara terlihat begitu anggun dan benar benar cantik. Sementara rambutnya cuma disanggul seadanya.
Pelayan butiq itu membawa Ara satu ruangan dan memintanya berdiri di balik tirai, kemudian perlahan pelayan itu membuka tirai hingga terbuka seluruhnya.
Bian yang tengah fokus pada laptonya tiba-tiba tealihkan oleh sosok Ara yang tengah berpose di depannya. Cantik sungguh cantik.
Bian tak mampu menyembunyikan kekagumannya pada pesona Ara saat ini. Dia menjelma bak wanita dewasa bukan seperti anak SMA yang masih bocah dengan serahgam putih abu-abunya.
Lekuk tubuhnya yang padat berisi serta wajah ayu nan mempesona, membuat Dada Bian berdegup kencang, apa lagi dia sudah merasai betapa nikmatnya tubuh molek di depannya itu.
"Aku suka yang ini," ujar Bian pada pelayan butil, lalu kembali fokus pada Laptopnya, melihat itu Ara mencebik kesal. Muji apa kek biar dia senang.
Bian tidak benar-benar fokus, dia justru sedang menenangkan hatinya yang berdegup tak karuan, dia hanya sedang meyakinkan perasaannya terhadap bocah yang masih bersetatus SMA, apa kata dunia bila tau dia jatuh cinta pada gadis SMA.
Tanpa menunggu Ara selesai berganti pakaian Bian kembali ke mobilnya menunggu Ara disana.
"Buka baju gitu aja lama banget sih kamu," omel Bian saat Ara baru saja masuk kedalam mobil.
Ara memutar bola matanya kesal, Bian ini memang bukan suami idaman entah bagaimana nasibnya kelak saat jadi istrinya.
"Jangan bermimipi ada resepsi di pernikahan kita, baju tadi kau pakai saat akad, kita akan ambil gambar untuk dokumentasi," jelas Bian tanpa sedikitpun menatap Ara.
"Tuan sudah katakan kemarin, aku belum pikun jadi aku masih mengingatnya!" sahut Ara ketus, kalimat Bian menyinggung perasaannya, seakan dia memimpikan resepsi dengan Bian. Asal dia tau saja dia mau menikah karena kecelakaan itu, dan demi statusnya yang sudah tak virgin lagi.
"Baguslah, dan ingat berdiam dirilah dirumah, sebentar lagi kau akan jadi nyonya Bian, jaga sikapmu." Tegas Bian.
"Ciih, nyonya bo'ongan jugak," gumam Ara mencibir. Cibiran Ara membuat dia beralih menatap Ara intens. Ara tak mau kalah dia balik menatap Bian dengan berani.
Dada Ara berdegup kencang, mata elang itu menghujam jantungnya, apa lagi saat wajah yang ternyata sangat tampan itu mulai mendekat, dan sangat dekat.
"T-tuan mau apa?" Tanya Ara gugup.
"Menututmu?" sahut Bian pelan dan bergerak semakin dekat. Ara beringsut menjauh tapi Bian lebih gesit tangan kokohnya menahan tubuh Ara agar tak menjauh.
"Jangan macam-macam!" Ancam Ara dengan suara pelan. Bian malah semakin dekat, Ara memejamkan matanya saat hidung bangir Bian menyentuh hidung mungilnya.
Tapi...
"Kau sedang apa?" suara Berat Bian terdengar sudah menjauh. Benar saja saat Ara membuka matanya Bian tengah fokus pada laptopnya. Sial!!
Happy reading.
Tinggalin yang sudah mampir jejak ya 🥰🥰🥰🙏