Pembantu Kesayangan Tuan Abian
"Ra pulang, ibu mu masuk rumah sakit!" ujar Bik Ratih tetangga sebelah rumahnya.
"Kapan bik, bukannya tadi ibuk baik-baik aja?"
Tadi dia bahkan pergi barengan dengan ibu, ibu terlihat sehat-sehat aja.
"Tadi saat pulang kerja ibumu jatuh di depan rumah gak sadarkan diri," sahut buk Ratih di sebrang telpon.
"Ya udah makasih bik aku pulang,"
"Ibumu di rawat di Rs Harapan bunda Ra, kalau bisa kamu langsung kesana," imbuh bik Ratih.
"Iya baik bik."
Rara yang lagi ada kegiatan di luar sekolah bergegas pulang, tujuannya adalah Rs Harapan Bunda.
Dengan di antar ojol Rara sampai juga di Rs Harapan Bunda. Di depan Rumah sakit sudah menunggu pak Dirman beserta istri yang juga tetangga mereka.
"Nak Rara, ayo ikut ibu."
Rara mengikuti langkah buk Susi istri pak Dirman, menuju ruang rawat tempat ibunya dirawat.
Rara tercekat, melihat ibunya terbaring dengan wajah kuning pucat,dan beberapa selang menempel pada tubuhnya, sejak kapan ibu sakit, selama ini dia terlihat sehat.
"Ra sabar yo ndok," ujar bik Ratih, saat melihat Rara hanya mematung dengan mata berkaca-kaca.
"Dedek sama Dimas mana bik?" tanya Rara saat tak melihat kedua adik kembarnya di antara mereka.
"Di rumah pak Rt, tadi di titipin di situ, saat kami melarikan ibumu ke rumah sakit."
"Ooo, makasih buk,"
Rara mendekati tubuh ibunya yang masih belum sadarkan diri, sesekali terlihat nafasnya tersenggal tak beraturan kemudian kembali normal.
"Apa kata Dokter bik, tentang penyakit ibu?"
"Darah tinggi nak, pemeriksaan labnya belum keluar." ujar Bik Ratih seraya mengusap-usap bahu Rara seakan memberi kekuatan atas musibah ini.
"Terus biayanya gimana ini buk?"
"Pak Rt lagi ngurus surat keterangan tidak mampu agar bisa dapat jamkesda, dan pihak Rumah sakit juga memberi waktu tiga hari buat ngurus surat-surat, jadi gak usah kwatir soal biaya," ujar Bik Ratih lagi.
Rara menatap tetangganya satu-satu, dia memang tidak memiliki keluarga sebab ayah ibunya perantau di kampung ini sejak muda, tapi mereka meperlakukan Rara lebih dari keluarga.
"Terimakasih atas bantuan ibuk-ibuk semua, aku gak tau bagaimana nanti membalas kebaikan ibuk semua," ujar Rara dengan mata berair.
"Ra kita semua ini keluarga nak, Almarhum ayahmu itu dulu orang baik, banyak jasanya semasa hidup pada warga kampung, inilah saatnya kami membalas budinya, jadi jangan sungkan," ujar bik Susi seraya memberi usapan di pundak Rara.
Rara tak mampu berucap, hanya anggukan kecil saja yang mampu dia lakukan, haru menyelimuti hatinya, dia bersukur di kelilingi orang-orang baik.
Obrolan mereka terhenti saat ibu terlihat mulai sadarkan diri.
"Ra .." lirihnya saat matanya menagkap sosok putri sulungnya berada di antara para tetangganya.
"Ibu, sukurlah ibu sudah siuman," ucap Rara, bibir merahnya tampak bergetar, bulir bening pun sudah mulai membasahi pipinya.
"Ibu baik-baik saja Ra, jangan kwatir." ujar ibu dengan senyum.
"Panggil dokter!" ujar bik Ratih, salah satu dari mereka bergegas keruang jaga, tak berselang lama dokter datang dengan para suster.
"Maaf ibu-ibu bisa tunggu di luar," ujar Dokter pada para tetangga Rara.
"Buk, Rara keluar dulu ya," Rara membelai pipi ibu, dengan sangat lemah ibuk mengangguk, Rara kemudian beranjak keluar ruangan.
Diluar ibu-ibu memberi nasehat menguatkan hati Rara, mereka tau semenjak ayahnya wafat, ibunyalah tulang punggung mereka, selain bekerja sebagai pembantu ibu juga menerima pesanan kue dari para tetangga, dari situlah kebutuhan mereka terpenuhi.
"Ra, ini ada sedikit dari kami, buat kebutuhan mu dan adikmu, ini gak seberapa tapi ibu harap ini bisa sedikit membantu," buk Ratih menyalamkan amlop berwarna putih di genggamannya.
Rara tertunduk bingung tak tau harus menerima atau menolak, sedang dia sendiri tak tau ibu memiliki tabungan atau tidak, setidaknya untuk menopang kebutuhan mereka sampai ibu sembuh.
"Sudah, terima saja, kami ihklas kok nak," ucap buk Ratih yang tau kebimbangan Rara.
"Terimakasih buk?" ucap Ratih, dengan mata berkaca dia menerima amplop pemberian buk Ratih.
"Keluarga ibu, kamila!" panggil suster yang tadi memeriksa ibuk.
"Iya sus."
"Mari masuk," ujarnya lagi.
Rara kembali masuk ruang rawat ibunya, tampak Dokter tengah berbincang dengan ibuk.
"Anaknya buk kamila?" tanya dokter pada Rara.
"Iya dok,"
"Alhamdulilah, keadaan ibuk semuanya sudah normal, kecuali tekanan darahnya yang harus di kasih turun sedikit lagi, kita juga menunggu hasil lab dari ibuk, semoga saja tidak ada yang perlu di khawatirkan dari hasil labnya biar buk Kamila bisa kembali beraktivitas," ujar Dokter memberi penjelasan.
Setelah menjelaskan secara terperinci Dokter pun pamit dari ruang rawat buk Kamila.
"Ibuk, gimana apanya yang sakit?" tanya Rara saat sudah duduk di samping ibuk.
"Cuma lemes aja kok, gak ada yang sakit," sahut buk Kamila, mata kelabunya menyusuri paras ayu putri sulungnya itu.
"Dedek sama Dimas di mana nduk,"
"Tadi di rumah pak Rt buk."
Dedek dan Dimas sudah kelas lima sd, mereka juga sudah mandiri, sudah mampu melakukan apa-apa sendiri.
"Apa kata dokter masalah biaya nduk?" raut khawatir tampak tergambar jelas di wajah ibuk.
Belum sempat di jawab Rara, para tetangga masuk keruang rawat sekalian pamit pulang, sebab sudah setengah hari mereka menunggu ibuk siuman.
Satu-persatu para tetanggan memberi semangat pada bu kamila, agar kuat menhadapi cobaan ini, peluk cium penuh haru pun terlihat, kedekatan yang melebihi ikatan saudara, mungkin karena mereka sama-sama perantau, keluarga mereka berada nun jauh di kampung halaman yang hampir tak pernah mereka datangi.
"Ibuk pulang Ra," ujar buk Ratih memeluk tubuh rati hangat, ada rasa iba melihat Rara dan keluarganya.
"Iya buk, terimakasih untuk segala bantuannya."
"Iya sama-sama sayang,"
Setelah mengantar tetangganya keluar ruang rawat, Rara kembali lagi ke ibunya.
"Ra, kamu tadi belum jawab, biaya ibuk gimana?"
"Ibuk gak usah khawatir, biayanya sedang di urus pak Rt, dia usahain jamkeda buat ibuk."
"Alhamdulillah," bulir bening tampak mengalir di sudut kelopak mata keriput ibuk.
Dalam keadaan sakit dan tak memiliki tabungan tentu saja membuat ibuk khawatir soal biaya, tapi ibuk bisa lega sekarang, tapi bagai mana belanja Rara dan si kembar saat dia sakit.
"Buk, para tetangga ngumpulin bantuan buat kita, tadi buk Ratih yang ngasih ke Rara, dan Rara terima," ujar Rara dengan wajah tertunduk.
"Gak apa nduk, di Rt kita memang ada kesepakatan, kalau ada yang sakit pak Rt akan memungut iyuran seiklasnya dan bagi yang mau saja," jelas ibu dengan senyum.
"Ibuk pernah ikut nyumbang?"
"Sering, walau tak banyak tapi kalau semua ikut nyumbang kan jadi banyak."
"Ibuk benar, ya udah ibuk istrahat ya," Rara membetulkan selimut ibu agar tak kedinginan.
"Ra," panggil ibuk.
"Iya buk,"
"Ibuk bisa minta tolong sama kamu?"
"Bisa, ibu mauapa?"
"Bisa gak kamu gantiin ibuk bersihin apartemen tuan muda Abian sampai ibuk bisa kerja, sayang di lepas gajinya lumayan mahal nduk," mata ibuk menatap Rara penuh harap.
"Sekolahku buk?"
"Kamu satang setelah pulang sekolah, yang penting saat jam dia pulang rumah sudah beres," jelas ibuk.
Rara tampak berpikir, kalau tidak mengganggu sekolahnya dia tidak keberatan, apa lagi ini demi dia juga.
"Iya gak apa buk,"
"Trimakasih nduk."
"Sama-sama buk."
.
Happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Reza Indra
ky'nya seru nich..
2023-06-26
0
Bundanya Pandu Pharamadina
nyimak dulu
2022-11-29
0
Fia Azril
mampir
2022-08-29
0