Bella Cintia?" Gumam Eric. Dia seolah tidak asing dengan nama itu. Bahkan ketika menyebutnya namanya saja membuat hati Eric berdesir menghangat.
"Kenapa harus designer ini?" Tanya Eric.
"Karena hanya dia yang cocok untuk mode produk kita pak."
"Apalagi yang kau ketahui tentang designer ini?" Tanya Eric kembali.
"Dia adalah salah satu designer terkenal di dunia. Dia sering berpindah dari negara satu ke negara lain. Karena dia memiliki cabang butiknya hampir di setiap negara yang dia tinggali. Namanya Bell's Boutique. Tapi untuk rumah mode utama nya, dia hanya memilikinya di negara ini. Nama rumah mode itu adalah Bellaric."
Eric terkesiap kala manager produksi itu menyebutkan kata Bellaric.
"Bellaric?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LidyaMin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Tertarik
Malam ini Eric dan keluarganya akan menghadiri pesta ulang tahun perusahaan dari sahabat papa nya om Beno. Mereka semua berpakaian rapi dengan mengenakan tuxedo. Eno datang di dampingi oleh tunangannya Elsa.
Semua yang hadir berasal dari kalangan atas para pembisnis handal dan terkenal. Eric di perkenalkan oleh papa nya kepada semua koleganya yang juga turut hadir disana.
Sebenarnya Eric malas untuk ikut acara seperti ini. Tetapi karena sekarang dia sudah terlibat dalam perusahaan, mau tidak mau dia harus terbiasa dengan acara seperti ini. Eric memilih untuk mencari udara segar di luar. Dia melangkahkan kakinya menuju balkon yang ada di samping gedung tersebut. Sambil membawa gelas sampanye nya, Eric menikmati angin malam dengan memandangi kota Jakarta yang di hiasi dengan kelap kelip lampu kota.
"Mama sedang apa? Eric rindu ma." Lirih Eric sambil menatap langit yang terlihat cerah di malam hari dengan bintang-bintang menghiasinya.
Tanpa Eric sadari ternyata tidak jauh dari tempatnya berdiri ada seorang wanita yang juga sedang memandangi langit malam. Eric memperhatikan wanita itu dari atas hingga bawah. Penampilannya yang sangat anggun di balut dengan dress merah, sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambutnya yang dibiarkan tergerai indah bergelombang.
"Cantik." Gumam Eric pelan.
Sadar akan seseorang yang sedang memperhatikannya, wanita itu menoleh pada Eric. Sehingga membuat Eric kelabakan dan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain. Eric terlihat sangat gugup, membuat wanita itu tersenyum tipis.
"Ternyata menikmati kota Jakarta di malam hari dari tempat seperti ini, luar biasa ya." Ujar wanita itu sehingga membuat Eric terkesiap dan menoleh lagi pada wanita itu.
Dia tidak menyangka kalau wanita itu akan menyapa dirinya lebih dulu.
"I-iya kamu benar." Balas Eric dengan sedikit gugup.
"Aku Clara." Wanita itu menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Eric.
"Ah aku Eric." Eric membalas jabatan tangan Clara dan juga memperkenalkan dirinya.
Cukup lama mereka berbincang ringan setelah perkenalan tadi. Hingga akhirnya mereka harus mengakhirinya.
"Maaf aku harus kembali." Ucap Clara dengan ramah.
"Ya silahkan. Aku juga akan kembali nanti." Balas Eric tak kalah ramah pada Clara.
"Baiklah sampai jumpa lagi. Senang berkenalan denganmu Eric."
"Aku juga senang bisa berkenalan denganmu Clara."
Setelah berkata demikian Clara meninggalkan Eric sambil tersenyum dan kembali ke dalam untuk menikmati acara nya. Eric juga kembali untuk bergabung bersama papa dan kedua kakaknya.
"Dari mana?" Tanya Edo saat Eric sudah berdiri di sampingnya.
"Habis nyari udara segar." Jawab Eric.
"Nanti juga kamu akan terbiasa." Ujar papa Eric pelan pada Eric.
"Iya pa." Balas Eric.
Dari kejauhan Eric melihat Clara yang sedang berbincang dengan om Beno sahabat papa nya.
"Kak, kamu kenal wanita yang sedang bicara dengan om Beno itu?" Tanya Eric penasaran pada Edo.
Edo lalu mengalihkan perhatiannya pada wanita yang di maksud Eric kemudian tersenyum. "Oh dia itu namanya Clara. Dia seorang model yang cukup terkenal. Kakak dengar dia menjadi salah satu brand ambassador produk dari perusahaan om Beno. Mungkin itu sebabnya dia di sini. Kenapa? Kamu tertarik?" Ujar Edo menggoda adiknya.
"Gak. Eric cuma nanya aja." Elak Eric dan terlihat sedikit salah tingkah.
"Kakak bisa kenalin kamu ke dia." Ujar Edo dan hendak menarik tangan Eric. Tapi Eric menolaknya.
"Eric sudah kenalan tadi ka. Eric cuma pengen tahu aja dia sebenarnya siapa." Eric berkata jujur pada kakaknya.
"Aaaiiissshhh kenapa gak bilang dari tadi. Lalu kenapa kamu tanya lagi?" Cebik Edo pada adiknya.
"Ya Eric hanya penasaran saja dia itu siapa." Balas Eric santai sambil meminum sampanye di tangannya.
Diam-diam Edo tersenyum melihat bagaimana sikap salah tingkah adiknya ini. Edo yakin kalau Eric sudah tertarik pada Clara. Mungkinkah dia sekarang sudah melupakan Bella? batin Edo.
***
Satu Bulan kemudian Eric sudah mulai terbiasa dengan semua pekerjaannya. Bahkan dia juga sering melakukan perjalanan bisnis, baik ke luar kota maupun ke luar negeri. Walaupun tanpa Eno mendampinginya, Eric mampu menyakinkan para klien untuk mau bekerja sama dengan perusahaan mereka.
Papa dan kedua kakaknya sangat bangga dengan kerja keras Eric. Eric sudah kembali seperti Eric yang dulu. Terkadang dia juga sering berkumpul bersama para sahabatnya ketika dia sudah merasa kelelahan karena bekerja.
Seperti malam ini, Eric sudah punya janji temu dengan para sahabatnya di sebuah klub langganan mereka.
"Hey, gimana kabar lo?" David datang dan menepuk pundak Eric dan duduk di sampingnya.
"Ya kayak yang lo liat sekarang lah." Jawab Eric santai sambil menuangkan wine ke dalam gelas minumnya.
"Masih gak ada kabar tentang Bella?"
"Gue gak pernah lagi dapat kabar tentang dia. Mungkin sekarang dia sudah ketemu yang lain, yang gak bakalan ngegantung perasaan dia. Gak kayak gue."
"Gue bilang juga apa kan. Lo sahabatan tapi sikap lo ke dia gak kayak sahabat. Tapi kayak pacar. Sorry gue ngomong gini. Gue harap kalau lo nemu cewek ke depannya, lo gak bakal ngelakuin hal yang sama lagi." Ujar Ardi.
"Gue nyesel udah nyakitin perasaan dia. Gue harap gue bisa ketemu dia lagi dan minta maaf." Ucap Eric sambil menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Kenapa lo gak susul dia ke Paris?" Tanya Daniel.
"Gue mau. Tapi gue rasa itu bukan pilihan yang tepat. Gue masih belum siap ketemu dia." Eric menghembuskan nafasnya pelan.
"Lo sendiri gimana? Udah dapat kabar tentang Rara?" Tanya David pada Daniel.
Daniel menggelengkan kepalanya "Belum. Sepertinya gue kena karma atas perbuatan gue ke Rara. Sampai hari ini gue gak bisa jatuh cinta sama perempuan lain selain dia. Di hati gue cuma ada Rara." Ucap Daniel sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Kisah cinta lo berdua pelik semua." Ucap Ardi dengan santai. Sehingga mendapat tatapan kesal dari Eric dan Daniel.
"Apa? Yang gue bilang bener kan." Kekeh Ardi lalu meminum wine nya hanya dengan sekali teguk.
"Dasar lo emang." David menimpuk Ardi dengan gumpalan tisu bekas di tangannya.
"Lo sendiri gak ada satu pun cewek yang bisa lo jadiin pacar? Gak ke hitung berapa cewek lo udah tidurin." Daniel menggelengkan kepalanya dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.
"Ya bukan salah gue dong. Mereka saja yang dengan suka rela mau menyerahkan diri buat gue. Masa sih makanan enak di depan mata di anggurin." Ardi tertawa sambil mengedipkan matanya pada ketiga sahabatnya.
"Kena penyakit baru tau rasa lo." Timpal Eric.
"Gue pake pengaman. Gak sembarang cewek juga kali gue ajak tidur." Ujar Ardi.
"Besok kalian ada acara gak?" Tanya David dengan menatap ketiga sahabatnya satu persatu.
"Kenapa?"
"Gue mau ajak kalian latihan basket. Udah lama kan kita gak main bareng."
"Bener juga. Besok kan hari minggu."
"Iya juga. Sudah lama gak main."
"Gue ke gereja dulu. Pulang ibadah gue nyusul." Ucap Eric.
"Oke. Tempat biasa." Usul David.
***
Seperti yang di janjikan, Eric dan sahabatnya sudah berkumpul di tempat biasa mereka main basket. Secara bergantian mereka mendribel bola. Permainan dilakukan dengan pertahanan 1 lawan 1 terdiri dari 2 orang untuk masing-masing regu. Cukup lama mereka bermain hingga permainan berakhir saat Ardi melakukan fast break dan permainan mereka di menangkan oleh tim Ardi dan David.
"Huuhhhh minum dulu. Capek gue." Ucap Eric dengan nafas tersengal-sengal. Dia mengambil botol air mineralnya dari dalam tas lalu menenggaknya hampir tanpa jeda.
"Habis ini kita kemana? Tiba-tiba laper gue." David datang menghampiri Eric dan merebut botol air minum Eric dan meminumnya.
"Kita ke tempat biasa." Ardi menimpali.
"Oke. Kita istirahat bentar."
"Lama gak main badan gue jadi sakit semua rasanya." Ujar Daniel sambil mengelap keringatnya dengan handuk kecil di lehernya.
"Berangkat sekarang?"
"Kemana?" Tanya Daniel pada David.
"Tempat biasa. Gue laper."
"Gue ganti baju bentar." Ucap Daniel lalu berjalan mengarah ke ruang ganti.