Kehidupan Aira yang mulanya penuh bahagia tiba-tiba mulai terbalik sejak papanya menikah lagi.
Lukanya diiris kian dalam dari orang terkasihnya. Malvino Algara, pacarnya itu ternyata palsu.
" Pa ... Aira butuh papa. "
" Angel juga butuh papa. Dia ngga punya papa yang menyayanginya, Aira. "
****
" Vin ... Aku sakit liat kamu sama dia. "
" Ngga usah lebai. Dulu lo udah dapat semuanya. Jangan berpikir kalo semuanya harus berpusat ke lo, Ra. "
" Kenapa kamu berubah? "
" Berubah? Gue ngga berubah. Ini gue yang sesungguhnya. Ekspetasi lo aja yang berlebihan. "
****
" Ra ... Apapun yang terjadi. Gue tetap ada disamping lo. "
" Makasih, Alin. "
****
" Putusin. Jangan paksain hubungan kalian. Malvino itu brengsek. Lupain. Banyak cowok yang tulus suka sama lo. Gue bakal lindungin lo."
" Makasih, Rean. "
****
" Alvin ... Aku cape. Kalau aku pergi dari kamu. Kamu bakal kehilangan ngga? "
" Engga sama sekali. "
" Termasuk kalo aku mati? "
" Hm. Itu lebih bagus. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sutia Pristika Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cari perhatian
" Om ... Boleh ngga kalau Angel ke sekolahnya bareng sama kak Kaisa aja? "
Pergerakan tangan Aira yang akan menyendok nasi goreng jadi terhenti. Pagi ini, gadis itu ikut sarapan bersama atas bujukan Abimanyu.
" Setuju deh mas. Biar mereka makin akrab. " Sambung Saras tiba-tiba. Tangannya menerima uluran piring dari Siti.
Abimanyu mengangguk-angguk. Benar juga! Jika Aira dan Angel selalu bersama, siapa tahu mereka bisa jadi akur.
" Kalo om setuju-setuju aja. Kamu mau kan, sweety?"
" Engga. " Aira langsung menolak.
" Why? "
" Aira bareng Alvin pake motor. Angel mau ditaruh dimana? Di ban? "
Angel mengepalkan tangannya di atas paha mendengar nada ketus itu. Ia menunduk ala-ala orang yang sedang di bully.
" Kalo gitu, kalian bertiga ke sekolahnya pake mobil aja. " Saran Abimanyu.
" Maksudnya? Ngga bisa lah, pa. Aira udah janjian sama Alvin pake motor. Bentar lagi dia juga sampai kok. "
Aira tetap kukuh menolak. Ia lebih memilih menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. Bersikap santai cuek bebek. Masa bodo dengan drama si adik tiri.
Abimanyu menghela napas. Menatap ke arah Aira, melirik sebentar ke Angel kemudian melabuhkan pandangan ke sajian nasi goreng di hadapannya.
Saras memandang Aira tajam. Namun, hanya sebentar. Ia segera mengontrol emosinya. Jangan sampai kelepasan di depan Abimanyu. Ia harus lebih bersabar dulu untuk saat ini.
" Aira ... Angel cuma ingin bisa lebih dekat sama kamu. Cuma sekedar berangkat bareng aja, kok. " Giliran Saras yang berujar.
" Ngga perlu lah. Ngapain juga? Biarin aja terus kayak gini. Aku ga gampang nerima kehadiran orang baru soalnya. Ga nyaman juga. Maaf ya, tante. " Aira menjawab tegas. Namun, masih berusaha bersikap sopan. Bagaimana pun, Saras adalah orang tua.
Suasana di meja makan jadi hening setelah celetukan dari Aira. Saras maupun Angel tak mau lagi bersuara. Abimanyu pun tak berniat merayu putrinya. Ia tau, seperti apa gadis itu. Jika dia bilang tidak, maka akan tetap tidak.
Mbak Siti tertawa puas di pintu belakang luar saat mendengar debat kecil antara Aira dan Saras. Untung ia tak kelepasan tertawa di meja makan waktu menghidangkan sarapan tadi. Hatinya seperti digelitik. Intinya, ia puas dengan respon yang diberikan oleh non kesayangannya.
" Assalamualaikum ... " Sapa suara dari ruang depan.
Bunyi ketukan langkah kaki mendekat ke ruang makan. Semua serentak menoleh ke sosok yang mengucapkan salam tadi.
" Eh, Malvino ... Waalaikumsalam. Cepat banget jemputnya. " Kata Abimanyu.
" Hehe, iya om. Soalnya hari ini ada kegiatan di sekolah. Jadi, berangkat nya agak pagi. " Malvino menjawab.
Abimanyu ber-oh saja. Tangannya menyeka pinggir bibir yang berminyak dengan tisu. Lanjut meneguk air putih segelas besar.
" Sarapan bareng aja dulu. " Ajaknya.
" Ngga usah deh, pa. Alvin udah sarapan tadi dirumahnya. Nanti kami telat, loh. " Sanggah Aira.
Ia mendorong piringnya agak ke tengah. Masih ada sisa separuh nasi goreng yang tak ia habiskan. Ia pandangi Malvino sambil tersenyum sumringah. Tangannya gesit meraih ransel dan berdiri. Ia celingak-celinguk ke arah Mbak Siti.
" Mbak, Aira udah selesai sarapannya nih. Pesanan yang Aira minta tadi malam mana?" Panggilnya.
Mbak Siti bergegas datang. Menyerahkan kotak bekal warna biru muda ukuran sedang. Tak tau apa isinya. Yang jelas, Aira tampak sangat senang menerimanya.
" Makasih ya, mbak. "
" Iya, non. Sama-sama. " Jawab Mbak Siti sambil kembali berbalik ke dapur.
Bekal tadi dimasukkan ke dalam ransel. Aira mendekati Abimanyu. Mengambil tangan sang papa dan mengecupnya.
" Aira dan Alvin pamit ke sekolah dulu ya, pa. " Katanya.
Malvino ikut menyalimi Abimanyu. Dirasakannya jemari hangat milik Aira sudah melingkari lengannya. Gadis itu seperti ingin cepat-cepat mengajaknya pergi. Ia paham.
" Ngga salim ke tante Saras juga, Sweety? " Tanya Abimanyu tiba-tiba.
Aira terkekeh canggung. Enggan sekali rasanya. Malvino membawa jari-jemari Aira ke dalam genggamannya. Kemudian, menariknya pelan ke arah Saras. Aira tersentak. Tapi, tetap mengikutinya.
" Tante. Kami pamit. "
Malvino menyalimi Saras. Ia memandangi Aira sambil mengangguk kecil. Meyakini gadis itu.
" Aku pamit, tante. " Ujar Aira kemudian.
" Oh? Iya. Hati-hati ya kalian. " Saras menjawab, lalu melihat ke arah Angel yang sudah melengos.
Abimanyu tersenyum kecil melihat interaksi Aira dan Saras. Terlebih pada Malvino. Berkat cowok itulah, Aira jadi mau berpamitan ke mama sambungnya walau masih terpaksa.
Setelah menyalimi Saras, keduanya mulai bergerak dengan tangan yang masih saling bertautan. Kebetulan mereka lewat di belakang kursi Angel. Angel mencuri-curi pandang ke arah dua orang itu. Memperhatikan Malvino lekat-lekat. Kemudian, matanya turun ke arah tangan sejoli yang saling menggenggam. Semuanya, tak lepas dari pengamatannya.
Sesaat, Angel berdiri dari kursi. Bermaksud hendak meninggalkan ruang makan. Namun, tiba-tiba ia limbung tepat di depan Malvino. Cowok itu tentu saja refleks menyambutnya dalam pelukan. Kalau tidak, Angel sudah mengenaskan di lantai.
Saras spontan berdiri. Jantungnya berdesir takut jika tadi Angel terjatuh ke lantai begitu saja. Ia tak sempat membantu putrinya karena jarak mereka agak berjauhan.
Aira terkejut. Otaknya membeku seperkian detik. Ia memandang tangannya yang kini tak lagi di genggam oleh Malvino. Karena, cowok itu spontan melepaskan tautan tangan mereka untuk meraih tubuh adik tirinya. Abimanyu tak kalah terkejut. Ia sampai membelalakkan mata.
" Angel, kamu ngga apa-apa sayang? " Tanya Saras. Namun, tak ada tanda-tanda ia untuk mendekat. Ia lebih membiarkan putrinya berlama-lama dalam dekapan Malvino.
Angel masih terpana. Baru kali ini ia berjarak sangat dekat dengan sang pacar dari kakak tirinya itu. Tak lama, ia meringis memegangi kepalanya. Sedikit menoleh melihat sang mama.
" Ngga apa-apa kok, ma. Cuma, pusing dikit aja. " Jawabnya pelan.
Ehem!
Dehaman Aira mengalihkan perhatian mereka semua, " Mau sampai kapan lo di posisi ini? Betah banget ya, di pelukan cowok gue? " Ujarnya sinis.
Malvino langsung melepaskan dekapannya. Seolah baru tersadar dari mimpi panjang. Badannya langsung memutar menghadap ke Aira. Sementara, Angel kembali menunduk. Tangannya masih setia memegang kepala.
" Gimana rasanya? Nyaman di peluk Alvin? " Tanya Aira lagi.
" Maksud kakak apa? Aku hampir jatuh kak. Kepala aku pusing. Kak Alvin --- "
" Don't call my boyfriend 'Alvin'. Cukup panggil nama lengkapnya, Malvino Algara. Yang bisa manggil dia 'Alvin' itu cuma gue. Cuma gue seorang. "
Aira sudah menatap tajam. Sebagian dalam dirinya merasa terbakar. Ia benci sekali, jika ada cewek lain yang ikut-ikutan manggil 'Alvin'. Ia benci jika ada cewek lain yang merasa sok akrab dengan pacarnya. Panggilan itu adalah panggilan khusus darinya. Jadi, tak boleh ada yang meniru-niru.
" I-iya, maaf. Tapi, aku beneran ngga ada maksud apa-apa kak. Kak Malvino juga cuma refleks bantuin aku. "
Aira menghembus kesal poninya. Ia maju sampai sepasang sepatunya berhadapan dengan sepatu Angel. Kepalanya ia miringkan seperti psikopat.
" Listen! Stop berulah, Angel. Gue tau, lo lagi akting sekarang. Jangan selalu mancing-mancing emosi gue. Setidaknya, tau diri. " Kata Aira lantang.
Saat akan berucap lagi, ponsel Aira bergetar. Ia ambil ponsel di saku sebelah kiri seragam putih dan menekan ikon WhatsApp.
Alin bodyguard🤸♀️✨
Lo kemana woy?? Katanya mau berangkat pagi hari ini. Nyatanya gue duluan yang sampai.
Gue ngga ada temannya nih, Ra. Cepat dong, aelah.
Malas gue dengerin gombal recehnya si Leo
Cepat datang yaaa betituuuuuu🤸♀️
" Dari siapa? " Tanya Malvino.
" Alin. " Jawab Aira singkat.
Ia simpan kembali ponselnya. Tangannya meraup rambut yang tertindih dalam cardigan dan mengeluarkannya. Gerah.
" Kita berangkat sekarang. Nanti telat. " Kata Aira ke Malvino. Malvino mengiyakan.
" Lo lagi sakit kan? Saran gue! Mendingan ngga usah ngeyel masuk hari ini. Yang ada, nanti lo nyusahin semua orang di sekolah. " Ujar Aira pula ke Angel.
Seperti tak terjadi apa-apa, Aira menarik tangan Malvino untuk pergi bersamanya setelah itu. Tak lupa, kembali salim ulang ke sang papa. Langkah keduanya lebar meninggalkan mereka.
****
" Eh, Yo. Itu punya gue. Ngapain lo ambil? "
" Bagi-bagi kek. Jangan pelit bro. Nanti kuburan lo sempit. "
Plak!
Alina menggeplak kencang bahu Leo. Ia sudah kesal setengah mati. Dari tadi, sudah berusaha sabar dan bodo amat akan tingkah cowok itu. Ada-ada saja yang dilakukannya.
" Aduh, beb. Kok aku di geplak, sih? " Tanya sambil menggosok-gosok bahu bekas tabokan Alina. Masih terasa sisa lima jari cewek itu. Kadang ia heran, Alina itu cewek tulen, tapi tenaganya kuat banget.
" Ya, karena gue kesel sama lo, lah. Lebih tepatnya, kesel sama kalian berdua. Berisik. " Jawab Alina ketus.
Leo dan Jevan saling pandang. Jovan tertawa puas. Mereka berdua terlihat seperti anak yang lagi di kasi wejangan oleh ibunya.
" Kebiasaan deh, Lin. Selalu sewot sama aku. " Ujar Leo mulai ber-drama. Ia menggigit kasar bakwan yang tinggal secuil.
" Ini si Malvino sama Aira kemana sih? Lama banget. Semalam, janjinya ke sekolah pagi-pagi. Ini sampai udah jam berapa. Ngga konsisten tu anak berdua. " Kata Jovan. Sesekali ia meneguk coca cola kesukaannya.
" Terdeteksi jodoh sih mereka kayaknya. " Leo menyambung.
Andrean menghentikan gerakan tangannya yang sedang asik ngetik di laptop. Sebagai ketua OSIS, banyak tugas yang harus diselesaikan. Terlebih hari ini, ia jadi sangat sibuk. Karena, sekolah mereka akan ada kunjungan dari sekolah lain. Sekaligus ada acara pertandingan antar-sekolah juga.
" Lo, udah ngabarin kan? " Tanyanya ke Alina.
" Ngabarin siapa? "
" Aira "
" Oh ... Udah tadi. Yah, mungkin mereka lagi dijalan." Jelas Alina.
Andrean mengangguk sekali saja. Kembali melanjutkan aktivitasnya.
Belum lama Alina berucap, Aira dan Malvino pun datang. Namun, gerak-gerik mereka terlihat berbeda. Tak seperti biasanya. Keduanya seperti habis perang dingin. Tampak, Malvino menyusul Aira dari belakang. Biasanya, dua orang itu selalu bergandengan tak terpisahkan.
" Noh, panjang umur tu anak berdua. Baru aja di gosipin. " Celetuk Jevan.
" Hai guys ... Sorry baru sampai. Kita ga nepatin janji, ya? " Sapa Aira duluan.
" Ngga apa-apa lah, Ra. Cuma, gue agak sengsara dikit tadi. Gara-gara ulah dua cunguk ini. " Jawab Alina sambil menunjuk-nunjuk ke arah Leo dan Jevan.
Aira tertawa saja. Kemudian mengambil tempat di samping Andrean. Meletakkan tas nya di kursi sebelah.
" So, gimana. Persiapannya udah selesai semua? " Tanya Aira.
" Hm. "
" Oke, good. Lo emang ketua OSIS yang bisa di andalkan. Good boy. " Aira tepuk-tepuk pelan pundak Andrean. Andrean berdeham kecil.
" Jadi, jam berapa mereka datang? " Malvino bertanya ke semuanya.
" Kayaknya jam 11 sih, Vin. Gue sempat denger dari Kepsek tadi. " Jawab Jovan.
" Lo ikut lomba ngga? " Lagi-lagi Malvino bertanya
" Basket? Lihat ntar deh, bro. "
Kring!
Kringg!
Bunyi bel tanda masuk menghentikan obrolan mereka. Masing-masing berdiri dan bergerak dari tempatnya. Andrean dengan telaten meletakkan leptop di meja. Leo memungut kotak bekas tempat menampung bakwan dan gorengan dari kantin yang ia beli tadi.
" Ke kelas, yuk! Ngga ada yang bolos hari ini, okey? " Ujar Aira.
Semuanya setuju. Dan mulai meninggalkan ruang OSIS. Malvino melangkah santai di urutan paling belakang sambil menarik pintu ruangan itu.
****
Langkah mereka pelan-pelan berhenti di lorong simpang menuju kelas. Obrolan ringan sepanjang perjalanan pun ikut memudar.
Di depan sana, tertangkap oleh mata mereka kehadiran Angel di kursi bawah pohon. Gadis itu dikelilingi oleh siswa-siswi lainnya. Ada yang memberikannya sebotol air mineral. Ada yang mengipas-ngipaskan tangan ke wajahnya.
Alis Aira berkerut. Ia menjengah ke dalam kelas. Masih belum ada guru yang datang. Oleh sebab itu, ia memilih untuk menghampiri kerumunan itu sebentar. Matanya tajam menusuk. Enam orang di belakang setia mengikuti.
Aira dan teman-temannya membelah kerumunan. Cewek-cewek yang tadi fokus ke Angel, kini malah menjerit-jerit histeris. Melihat cowok-cowok ganteng yang baru datang.
" Lo kenapa? " Aira bertanya malas.
" Kak Kaisa? A-aku jatuh, kak. Di lapangan sana. Tadi, pas aku lewat, kepala aku kena bola voly. Aku sempat pingsan sebentar. " Jelas Angel.
Aira memutar bola mata. Drama apa lagi? Ia bersedekap dada.
" Kan gue udah bilang tadi dirumah. Ngapain lo ngeyel tetap ke sekolah? Lo itu penyakitan. Bener kan? Lo ngerepotin banyak orang. " Cecar Aira.
" Aku cuma ngga mau alfa aja, kak. "
" Bego. Kalo lo sakit, bikin surat izin lah. Atau WhatsApp ke guru. Lo hidup di zaman purba emang?"
Teman-teman lain yang mendengar celetukan Aira jadi diam. Bahkan sebagian sudah ada yang berbisik-bisik. Angel tersenyum culas. Ini yang ia mau. Pelan-pelan, seluruh perhatian akan tertutup kepadanya. Dan Aira akan tersingkir.
" Kak Aira ... kenapa harus marah-marah sih? Apa salahnya kalo Angel tetap mau ke sekolah? Ngomongnya biasa aja dong. " Kata Liora, teman sekelas Angel.
" Salah. Karena itu buat semua orang susah. " Jawab Aira.
" Tapi, dia kan ngga nyusahin kakak. Kenapa kakak harus rusuh gitu? " Tambah Ica.
Alina yang mendengar langsung menyerobot dari belakang, " Maksud lo apa? Lo nyudutin sahabat gue? "
Pupil mata Ica bergetar. Takut mulai menyerang saat berhadapan dengan kakak kelasnya yang tomboi ini.
" Lin, udah! " Kata Andrean.
Alina mundur lagi. Ia meludah kasar ke pot bunga. Menyibak bagian rambutnya ke belakang.
" Kalo lo merasa sakit. Ke UKS! " Titah Andrean mutlak ke Angel.
Ia tarik pelan adik kelasnya itu sampai berdiri. Kini, mereka sudah berhadapan. Semuanya menganga lebar. Iri sama Angel. Mereka juga mau diperhatiin gitu.
Perlahan Andrean membawa Angel pergi dari sana. Menuju ke arah UKS. Sesampainya di ruangan kesehatan tersebut, Angel didudukkan di atas brangkar.
Andrean bergerak menuju lemari untuk mengambil kotak obat di laci atas. Angel fokus memperhatikan cowok itu. Senyum pun mulai terbit. Setiap gerakan teratur dari ketua OSIS itu menghipnotisnya. Pipinya bersemu merah. Andrean sangat mempesona.
" Ini obat pusing. Disana, ada air dan handuk kecil. Kompres dahi lo. " Kata Andrean. Kemudian dia mulai beranjak.
" Kak ... " Panggil Angel.
Andrean hanya berhenti melangkah. Tak mau menjawab, walaupun sekedar nanya 'apa?'. Energinya terlalu banyak terkuras rasanya.
Angel menyelipkan rambut ke telinga. Mengulum senyum ke dalam. Ia bersikap selembut mungkin. Kakinya berayun-ayun di atas brangkar.
" Makasih banyak ya ,kak. Udah mau nganterin aku kesini. Karena kakak juga, aku ga harus denger kata-kata nyakitin dari kak Aira lagi. " Ucap Angel.
Andrean melihat ke arah sepasang sepatunya. Menggeleng-geleng kecil. Seperti biasa, tangannya mulai dimasukkan ke saku celana. Kepalanya menoleh ke kanan. Angel bisa melihat bentuk hidung mancung itu yang terukir jelas.
" Jangan ge-er! Gue lagi jalanin tugas sebagai ketua OSIS. Memisahkan perdebatan. Karena gue ngga mau teman gue terlibat perkelahian dan dihukum. Bukan karena gue peduli sama lo. Semua yang dibilang Aira itu benar. Angelica Cassanova, lo nggak sebaik itu. Lo cuma lagi cari perhatian, kan? "
Kepala Andrean sudah memandang lurus. Tanpa peduli, ia meninggalkan Angel yang masih terbengong.
****