NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:45.1k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumput Naga

Boqin Changing mengangkat satu tangan. Cahaya biru tipis berkilat dari cincin ruangnya.

Sruuut…

Sebuah kendi air keluar dari ruang dimensi dan melayang turun ke tangannya. Tanpa banyak bicara, ia meletakkannya di samping Gao Rui yang tergeletak kelelahan.

“Minum.”

Gao Rui menoleh pelan, matanya merah, napasnya masih berat. Ia meraih kendi itu dengan tangan gemetar. Begitu tutup kendi dibuka, ia langsung meneguknya dengan ganas, seolah air itu satu-satunya penopang hidupnya saat ini.

Glek! Glek! Glek!

“Pelan-pelan.” ujar Boqin Changing datar. “Nikmati airnya.”

Gao Rui terbatuk keras saking terburu-burunya.

“Huk! Huk! Maaf… Guru…” katanya sambil menyeka mulutnya.

Ia meneguk lagi, kali ini lebih pelan. Setelah beberapa saat, napasnya mulai tenang. Badannya tetap gemetar, tapi kesadarannya kembali.

Matahari sudah tinggi saat ini, menandakan hari sudah beranjak siang. Latihan hari ini memakan waktu lebih lama dari perkiraan. Boqin Changing berdiri sambil menatap langit sebentar.

“Kita pulang.”

Gao Rui langsung berusaha bangkit.

“Baik, Guru!”

Namun baru beberapa langkah, ia merasakan sesuatu menarik punggungnya.

“Ah… ini…” Keranjang penuh batu itu masih tergantung erat di punggungnya. Ia menoleh ke Boqin Changing, sedikit ragu. “Gu-Guru… apakah aku harus membawa ini… juga dalam perjalanan pulang?”

Boqin Changing menatapnya sekilas. Jawabannya hanya satu kata.

“Menurutmu?”

Gao Rui menelan ludah. Itu jelas bukan jawaban. Itu ujian. Hanya ada dua kemungkinan jawaban yang benar, menerima atau berhenti.

Ia mengepalkan tinju.

“Kalau begitu… aku akan membawanya. Aku siap.”

Boqin Changing tiba-tiba menghela napas pendek dan menggelengkan kepala.

“Bodoh.”

“Hah?”

Tanpa peringatan, tangan Boqin Changing meraih kerah baju muridnya. Dalam sekejap, tubuh Gao Rui terangkat dari tanah bersama keranjang batu di punggungnya. Sekilas Boqin Changing seperti mengangkat anak kucing di tangannya.

“A-apaaa!”

Boqin Changing menendang tanah dan terbang ke udara, membawa muridnya melesat cepat melewati pepohonan dan lembah seperti selembar kain terseret angin. Keranjang yang berat itu tetap ikut terbawa, berayun liar di belakang Gao Rui.

“Gu-Guru!! A–apa yang.... Waaahhhhh!!!”

Di tengah teriakan panik muridnya, Boqin Changing berkata santai, seolah mereka hanya sedang berjalan pelan.

“Lihatlah. Beban ringan seperti ini saja membuatmu kesakitan. Jalanmu masih panjang.”

Gao Rui tak bisa menjawab. Angin menerpa wajahnya terlalu kuat, tulangnya seperti mau copot karena guncangan. Tapi di balik semua itu… ada sesuatu yang lain.

Di bawah rasa sakit, di balik keterkejutan dan kepasrahannya, sebuah perasaan mulai tumbuh di dadanya. Ia menatap ke depan, menahan terpaan angin, dan tersenyum tipis.

Angin yang mereka lewati akhirnya mereda. Dalam satu hentakan ringan, Boqin Changing mendarat di depan rumah kayu yang kini telah menjadi tempat tinggal mereka selama seminggu terakhir. Ia menurunkan Gao Rui tanpa banyak bicara, seolah perjalanan terbang puluhan kilometer barusan hanyalah hal sepele.

Gao Rui jatuh duduk di tanah sambil megap-megap. Wajahnya pucat, rambutnya acak-acakan, dan matanya masih sedikit berair karena terpaan angin. Tapi meski begitu, ia tertawa kecil.

“Hah… hah… hhhh… kita sampai juga…”

Boqin Changing meliriknya sekilas, lalu berjalan masuk ke halaman tanpa menghiraukan dramanya. Muridnya mungkin terlihat seperti setengah mati, tapi dia tahu anak itu tidak rapuh. Justru semakin ditempa, semakin kuat.

Begitu sadar ia masih membawa keranjang batu, Gao Rui buru-buru meraih ikatan tali di bahunya.

“Ah ini dulu!”

Ia merenggangkan tubuh ke depan lalu keranjang batu itu terlepas dan menghantam tanah menimbulkan debu kecil. Bahunya langsung terasa ringan.

Tanpa menunda, ia masuk ke rumah, melewati gurunya yang sedang duduk tenang di bangku kayu dekat jendela. Boqin Changing memperhatikan sejenak tidak ada keluhan, tidak ada permintaan istirahat, muridnya langsung menuju dapur.

“Menarik.” gumam Boqin Changing pelan.

Di dapur, Gao Rui menyalakan tungku, mengambil talenan, lalu mulai menyiapkan sayuran dan bahan makanan. Gerakannya masih agak kaku, tapi jelas ia sudah terbiasa.

“Makan siang harus segera siap.” gumamnya sambil memotong bawang daun. “Kalau telat, aku yang kena nanti…”

Selama seminggu tinggal bersama Boqin Changing, hidupnya berubah penuh disiplin. Bangun sebelum fajar, belajar teknik pernapasan, menanggung beban, dan tetap harus mengurus kebutuhan rumah. Ia tahu, itu tanggung jawabnya sebagai seorang murid.

Air rebusan mulai mengepul. Ia mengaduk sup yang sedang dimasak sambil menelan seteguk air liur karena aroma gurihnya.

“Kerja keras dan makan yang layak adalah satu paket.” katanya mengulang kalimat gurunya suatu hari.

Boqin Changing masih duduk di depan. Meski tampak santai, ia bisa merasakan ritme energi muridnya dari dapur. Meskipun lelah, anak itu tidak berhenti bergerak. Tidak malas dan tidak mencari alasan.

Perlahan, sebuah senyum tipis muncul di sudut bibir Boqin Changing.

“Lumayan.” ujarnya lirih.

Beberapa saat kemudian, aroma masakan memenuhi rumah sederhana itu. Gao Rui membawa dua mangkuk besar berisi sup ayam herbal dan semangkuk nasi hangat. Meja kayu rendah di ruang tengah segera terisi. Ia meletakkan mangkuk di hadapan gurunya dan berkata sambil menunduk.

“Makan siang sudah siap, Guru.”

Boqin Changing tidak langsung menjawab. Ia hanya mengambil sendok, mencicipi sup itu sekali… lalu mengangguk kecil.

“Tidak buruk. Lebih baik dari kemarin.”

Gao Rui tersenyum lebar, merasa dipuji habis-habisan meski yang keluar hanya tiga kata.

“Terima kasih, Guru!”

Mereka makan dalam diam. Hanya suara mangkuk beradu dan desir angin yang menyelinap dari celah jendela. Meski sederhana, suasana itu terasa tenang. Damai. Tidak ada hiruk pikuk sekte, tidak ada intrik dunia persilatan. Hanya guru dan murid yang menjalani hari seperti kehidupan biasa.

Begitu selesai makan, Boqin Changing berdiri dan berkata singkat.

“Cuci piring. Lalu istirahat. Tidak ada latihan sore ini.”

Gao Rui terkejut.

“Eh? Tidak ada latihan? Tapi Guru...”

“Tubuhmu sudah melewati batasnya hari ini. Kalau dipaksakan, kau hanya akan cedera dan memperlambat perkembanganmu. Istirahat juga bagian dari latihan.” Ucapannya tenang, tapi tegas. Tidak bisa dibantah.

Gao Rui menunduk dan mengangguk.

“Baik, Guru.”

Hari itu berjalan tenang. Setelah membereskan rumah, Gao Rui tertidur pulas sampai matahari mulai condong ke barat.

Sore berlalu, malam akhirnya tiba. Suara serangga dari hutan menemani udara dingin yang turun perlahan. Di teras rumah, Boqin Changing duduk bersila sambil memandang langit malam yang bertabur bintang. Di sampingnya, Gao Rui ikut duduk dengan secangkir teh hangat.

Hening sejenak. Lalu Boqin Changing mengangkat satu tangan. Cahaya biru tipis berkilat dari cincin ruangnya.

Srrt.

Sesuatu muncul di telapak tangannya, beberapa rumput  dengan bentuk meliuk seperti ular kecil, dan ujung runcing menyerupai tanduk mungil. Warna hijaunya bercampur guratan merah muda yang tampak hidup, seolah rumput itu memiliki napas sendiri.

Mata Gao Rui membelalak.

“I-Itu… rumput naga?”

“Ya.” Boqin Changing memutar rumput itu di jarinya.

“Tapi bukankah itu hanya rumput liar yang tumbuh di hutan-hutan…?”

Boqin Changing menatapnya sekilas.

“Itu yang dipercaya orang-orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.”

Sebelum Gao Rui sempat bertanya lagi, telunjuk Boqin Changing bersinar. Cahaya biru memanjang seperti benang halus lalu menembus kening muridnya.

Brakkk!!!!!

Gao Rui terdiam. Matanya melebar. Napasnya tertahan.

Dalam sekejap, serangkaian pengetahuan baru terbuka. Ia melihat uraian energi herbal, struktur tulang manusia, pembentukan tenaga dalam, dan… rahasia sejati rumput naga. Lalu ada sebuah teknik luar biasa bernama Teknik Pasir Penghisap.

Gao Rui tersentak, gemetar.

“I… ini… mustahil…”

Lewat Teknik Pasir Penghisap dengan hanya menggenggam Rumput Naga, sari patinya akan langsung terserap seluruhnya ke tubuh, tanpa sisa, tanpa terbuang. Rumput itu akan hancur menjadi debu halus setelah seluruh esensinya habis terserap. Efektivitas penyerapannya seratus persen.

Dada Gao Rui berdegup liar.

“Kalau ini benar… ini bisa mempercepat kultivasi bertahun-tahun.”

“G-guru…” suaranya bergetar. “Ilmu ini… ini benar-benar ada…? Bahkan sekte kami pun tidak.....”

Boqin Changing menatapnya datar.

“Ilmu di dunia ini tidak terbatas pada apa yang mereka ketahui.”

Gao Rui menelan ludah. Tangannya bergetar.

Pengetahuan ini… kalau keluar… dunia persilatan akan gempar. Boqin Changing menatap muridnya dalam-dalam.

“Malam ini.” katanya pelan, “kau akan belajar menggunakannya.”

Gao Rui menatap gurunya dan sadar, ia tidak sedang belajar pada orang biasa. Ia sedang berguru dengan seseorang yang di luar jangkauannya.

1
opik
mantap
Dewi Kusuma
bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
Joko
super thor 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!