Elena terikat pernikahan sejak umurnya menginjak 17 tahun. Awalnya pernikahan ini tidak ia ketahui, hingga saat umurnya menginjak 20 tahun, barulah ia mengetahui bahwa ia sudah menikah selama 4 tahun. Namun yang membuat Elena bertanya, siapa pria yang berstatus sebagai suaminya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wendy081104, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Elena menatap bingung pada Alex, yang mengajaknya keluar hari ini. Walaupun ini akhir pekan, Elena berpikir akan tidur seharian di penthouse. Mobil yang membawa mereka kemudian masuk ke dalam halaman sebuah bangunan yang menjulang tinggi, yang membuat kerutan halus muncul di kening Elena.
Alex kemudian menggenggam tangan Elena keluar dari mobil, dan membawanya masuk ke dalam bangunan itu, yang ternyata adalah sebuah toko dan butik pakaian paling terkenal di Moskow, banyak karyawan toko yang menyambut mereka berdua.
"Davno ne videlis (sudah lama tidak bertemu)" kata seorang pria menyambut Elena dan Alex.
"Kak moy zakaz? (Bagaimana pesananku?)" tanya Alex pada pria itu.
Pria itu tersenyum, dan menuntun mereka untuk masuk lebih dalam ke ruangan privasi, di sana Elena terpana melihat gaun yang terpajang di sana. Alex lalu meminta Elena masuk untuk mencoba gaun itu, di bantu oleh beberapa karyawan yang sudah siap di sana.
"Istrimu memiliki proposi dan bentuk badan yang cukup ideal, sedikit susah menemukan gaun yang cocok untuk tubuh mungilnya." kata Jefri.
Alex terdiam mendengar perkataan Jefri, dari awal memang tubuh Elena sedikit mungil dan pemikiran pria itu sama dengan Jefri, akan sedikit susah menemukan gaun yang cocok untuknya, namun sekarang Alex sudah menemukan gaun yang cocok.
"Aku berharap kamu lebih ekstra pada dirinya, ini pertama kalinya aku melihat seseorang dengan kecantikan seperti wanita itu secara langsung, jika dia berkeliaran di luar sana, aku yakin banyak pria yang akan mengejarnya." bisik Jefri, dirinya saja sempat terpesona ketika Alex menunjukkan foto Elena padanya.
"Jika itu terjadi, aku akan mengeluarkan mata mereka dari tempatnya, hanya aku yang boleh melihat dan menikmati kecantikan istriku." kata Alex, mengklaim Elena.
"Tapi ini adalah acara besar Al, kamu yakin tidak apa - apa?" awalnya Jefri menolak, bagaimana pun juga musuh bisnis Alex tidaklah sedikit, dan paling banyak yang berbahaya.
"Tenang saja, aku sudah punya rencanaku sendiri." sambung Alex santai.
Saat mereka berdua mengobrol, Elena berada di ruang ganti menatap pada dirinya sendiri, Elena sempat terpesona dengan dirinya sendiri.
"Anda sangat cantik dengan gaun itu nona." puji salah satu dari mereka.
"Bentuk badan anda sangat pas dengan gaun itu, anda sungguh cantik."
Elena hanya tersenyum simpul, tapi satu hal yang Elena tahu, ini bukan gaun jadi, melainkan di jahit, di lihat dari beberapa ornamen dan hiasan gaun ini yang sangat rapi.
"Suami anda pasti akan terpesona ketika melihat anda." kata karyawan itu.
Elena berbalik, "Bisakah kita keluar? Aku ingin melihat bagaimana reaksi suamiku." sambung Elena, yang di anggukan oleh mereka semua.
Elena melangkah keluar dari ruang ganti, hati berdebar. Ia menatap cermin besar di depan, takjub dengan dirinya sendiri. Gaun itu pas sekali di tubuhnya, membingkai lekuk tubuhnya dengan sempurna. Detail renda dan manik-manik yang menghiasi gaun itu membuatnya tampak seperti seorang putri. Ia bisa merasakan debar jantungnya semakin cepat, bukan karena rasa gugup, tapi karena rasa percaya diri dan kebahagiaan yang tiba-tiba membanjiri dirinya.
Alex dan Jefri terdiam di tempat melihat Elena, dalam balutan gaun yang indah itu, tidak bahkan hanya kata - kata tidak dapat menggambarkan keindahan Elena sekarang. Alex ingin mengambil gambar Elena, memotretnya dan memasangnya di seluruh sisi penthouse miliknya.
Alex melangkah mendekati Elena yang tersenyum padanya, lalu memegang tangan Elena lembut, tatapan matanya tidak bisa berbohong.
"Kamu sangat cantik, sweetie." kata Alex, suaranya sangat rendah, ingin rasanya dia mengurung Elena di penthousenya agar dirinya saja, yang bisa melihat Elena.
Bahkan Jefri saja sampai tidak bisa mengeluarkan kata - kata pujian untuk Elena, karena dia tahu pujian saja tidak cukup untuk menggambarkan penampilan Elena sekarang.
Elena gugup dengan pandangan Alex padanya, "Jangan menatapku seperti itu, aku...malu." kata Elena pelan.
Jefri, yang awalnya hanya menjadi saksi bisu, tiba-tiba terbatuk, "Eh, eh, aku kira kita ada hal lain yang harus dibahas."
Alex sedikit tersadar dari lamunannya, dan menghela napas, "Aku terpesona."
"Aku mengerti, jadi apa rencanamu selanjutnya?" jawab Jefri sambil tersenyum jahil, lalu mengubah pandangannya menjadi serius.
"Walaupun ini hanyalah acara, tapi di sisi lain aku juga harus tetap waspada, apalagi dengan rekan bisnis yang selalu menganggapku sebagai musuh dan saingan mereka." sambung Alex, yang di anggukan oleh Jefri.
"Kamu mengerti betul apa yang kamu katakan, Al. Di dunia bisnis, kita harus selalu waspada," kata Jefri.
Elena menatap kedua pria itu bergantian, tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka berdua. Satu hal yang Elena pahami, sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi di acara ini.
"Aku tahu," jawab Alex, matanya kembali tertuju pada Elena. Dia merasakan sebuah kehangatan dalam dirinya. Untuk pertama kalinya, dia akan melindungi Elena secara nyata, tidak seperti 4 tahun lalu secara tersembunyi.
Elena menarik pelan lengan Alex, "Kamu baik - baik saja?" tanya Elena pelan.
Alex mengangguk pelan, dia tahu Elena khawatir padanya, dan Alex sangat senang akan hal itu, "Aku baik - baik saja, sweetie. Jangan khawatir." Alex mengusap lembut pipi Elena.
Jefri yang melihat sikap Alex seperti itu, hanya memutar bola matanya malas. Sepertinya temannya itu, sudah cinta mati dengan istrinya, namun itulah yang membuat Jefri ikut bahagia, karena ada seseorang yang dapat membuat Alex mengeluarkan ekspresi lembut seperti orang asing, yang tidak pernah Jefri lihat sebelumnya.
·–·–·–·–·
Ballroom hotel itu penuh dengan tamu undangan, ini adalah acara besar Steven. Semua kalangan bisnis dan partner serta kolega bisnisnya, turut hadir di sini. Alex turun dari mobilnya, dan mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Elena, yang turun kemudian. Banyak pasanga mata di luar yang memandang pada mereka, terutama pada Elena. Wajahnya yang khas dari gen ibunya, sangat terlihat malam ini.
"Gugup?" tanya Alex.
Elena menatap Alex, "Sedikit." jawab Elena pelan.
Mereka berdua lalu masuk ke dalam sana, di ikuti oleh David dari belakang, yang setia menemani tuan dan nyonyanya. Saat mereka melangkah masuk ke dalam ruangan itu, semua mata tertuju pada mereka. Banyak tamu yang berbisik satu sama lain, tentang Alex dan Elena, namun mereka berdua mengabaikan hal itu.
"Kamu di sini? Aku senang kamu menerima undanganku, Alex." sapa tuan Steven bersama istrinya.
"Tentu saja, ini adalah hari penting dan bermakna bagi anda, sebagai partner bisnis anda, aku harus hadir di sini." sambung Alex.
"Lalu wanita ini..." Steven beralih menatap Elena.
Alex menatap Elena, yang berdiri di sampingnya. "Ini pertama kalinya aku membawa istriku datang ke sini, perkenalkan dia adalah istriku, Elena Hamilton." kata Alex, memperkenalkan Elena.
Elena tersenyum dan menatap Steven serta istrinya, "Senang bertemu dengan anda berdua, aku harap kita akan mempunyai hubungan baik kedepannya." kata Elena pelan dan lembut.
Steven dan Alice saling berpandangan, apalagi setelah mendengar nama belakang Elena, Alice dengan cepat mengendalikan dirinya, tersenyum dan menyapa Elena. Mereka memang tahu Alex sudah menikah, karena mereka juga menyaksikan konferensi Alex waktu itu, saat namanya sedang panas dan menjadi trening topik dunia.
"Kamu sangat cantik, pantas saja tuan Alex begitu terpesona padamu." puji Alice.
Elena hanya tersenyum simpul, tanpa membalas perkataan Alice, dia tahu wanita itu sedang menjilat. Begitulah yang akan terjadi di setiap acara perjamuan besar satu perusahaan, dan untuk menarik perhatian mereka akan mengeluarkan seluruh kata pemanis mereka, untuk target mereka.
Acaranya berjalan dengan lancar, dan Alex tidak pernah meninggalkan Elena sedetikpun, bahkan pelukan Alex pada pinggang mungil Elena kian mengerat, seiring dengan pasangan mata para pria yang menatap pada Elena. Elena menikmati kudapan manis yang di ambil oleh Alex, bahkan sesekali menyuapi Alex agar mood pria itu kembali.
Waktu berlalu dengan cepat, karena sudah terlalu malam, Alex akhirnya berpamitan pada Steven dan mereka meninggalkan ballroom itu. Namun saat mereka akan menginjak pintu keluar, sebuah suara menyapa mereka.
"Lama tidak bertemu tuan Castellio." sapa seorang pria paruh baya.
Pandangan Alex menjadi dingin, Elena sedikit tersentak saat Alex membawa Elena ke belakang tubuh kekar pria itu, sambil tetap menggenggam erat tangan Elena. Namun Elena tidak mengerti apa yang mereka berdua bicarakan, karena mereka berdua menggunakan bahasa Mandarin, yang paling sulit di pahami oleh Elena. Dan benar saja, sepanjang jalan kembali ke penthouse, Alex tetap diam dan terus memeluk pinggang Elena.
"Al..." panggil Elena pelan.
Alex langsung berbalik dan menatap Elena yang sedang menatapnya, "Tidak apa - apa." bisik Alex pelan.
Sesampainya di penthouse, Alex mengendong Elena dan membawanya naik ke kamar mereka, Alex meletakan Elena lembut lalu keluar dari kamar itu tanpa mengatakan apapun, dan itu membuat Elena tidak suka karena Alex tidak ingin bercerita padanya. Dengan perasaan kesal, Elena turun dari ranjang itu, dengan bertelanjang kaki dan keluar dari kamar mereka, untuk mencari suaminya itu. Elena mendapati pintu ruang kerja Alex yang sedikit terbuka, dengan pelan Elena melangkah ke sana, dengan perasaan was - was.
Saat Elena melihat masuk ke dalam ruangan itu, dirinya terdiam melihat Alex, yang menuangkan alkohol ke dalam gelas dan menegurnya dalam sekali tegukan, tebakan Elena sepertinya tidak melesat bahwa Alex dan pria tua tadi sedang bertentangan.
Dengan cepat Elena melangkah masuk dan merebut gelas itu dari Alex, jika di biarkan itu akan berdampak buruk untuk kesehatan pria itu.
"Berhenti minum, kamu harus istirahat Al." kata Elena.
Alex yang duduk di sofa, menatap Elena dengan tatapan yang sulit di artikan, kancing kamejanya sudah di buka hingga memperlihatkan dadanya, dan dasinya entah sudah hilang kemana.
Tanpa berkata apapun lagi, Alex bangkit dan mengangkat tubuh Elena, pekikan pelan terlihat saat Alex membawa Elena ke arah meja kerja miliknya. Alex menghempaskan seluruh benda dan berkas yang ada di meja itu, hingga jatuh berserakan ke bawah lalu mendudukan Elena di sana.
Saat ini pikiran dan tindakannya sangat tidak sejalan, segala macam hal tercampur menjadi satu, namun saat melihat Elena semuanya hilang begitu saja, seperti Elena adalah obat untuk Alex.
"Al..." napas Elena tersengal, mencium aroma alkohol dan parfum Alex yang menyatu.
Alex menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Elena. Nafasnya membentur kulit Elena, panas dan berbau alkohol. "Kamu tidak boleh tahu, aku tidak ingin kamu terlibat." bisik Alex, suaranya berat dan parau.
"Tapi—"
"Tidak ada tapi," potong Alex, jari-jarinya mengelilingi rahang Elena, memaksanya menatapnya. Matanya gelap, dipenuhi emosi yang sulit dipahami.
"Aku ingin tahu." desak Elena, suaranya tercekat.
Alex mengerang, kepala nya tertunduk. Ia mencium rambut Elena, menghirup aroma tubuh Elena yang lembut, "Kamu harus percaya padaku."
"Bagaimana bisa aku percaya, jika kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Elena, suaranya bergetar.
Alex menatap Elena yang matanya sudah memerah dan sayu, Elena sedang khawatir padanya. Namun jika Alex memberitahu Elena semuanya akan berantakan, dan mereka akan mengincar Elena.
"Jaga istrimu dengan sebaik mungkin."
Perkataan orang itu, masih menggema di pikiran Alex. Alex menarik Elena dalam pelukannya, menciumnya dengan lembut, namun penuh kelembutan. Elena menenggelamkan wajahnya di dada Alex, mencari perlindungan dalam kehangatan tubuhnya.
"Aku akan selalu melindungimu, aku tidak akan membiarkanmu dalam bahaya, jadi percaya padaku." bisik Alex pelan.
Elena memeluk erat tubuh Alex, tangannya meremas erat kameja Alex. Kekhawatiran terlihat padanya, apalagi mendengar perkataan Alex barusan. Alex mendekap erat tubuh Elena, merasa tertekan oleh rasa bersalah yang mengerogoti hatinya. Dia ingin bercerita, dia ingin membagi semua kegelapan yang menyertainya, tetapi takut akan menyeret Elena ke dalam neraka yang sedang dia hadapi.
"Tidak bisakah kamu berbagi denganku, aku—"
Sebelum Elena menyelesaikan kalimatnya, Alex meraih cepat tengkuk Elena dan membungkamnya dengan ciuman panas itu, Elena terkejut dan mendorong tubub Alex, ini bukan saat yang tepat. Namun perbedaan tubuh mereka sangatlah jauh, Elena hanya bisa terus memeluk Alex, dan menikmati ciuman pria itu.
Ciuman itu semakin dalam, tangan Alex merayap ke bawah, menyentuh kulit halus Elena. Alex merasakan tubuh Elena menegang dan bergetar, lalu mengendur di bawah sentuhannya. Elena mendesah, merasa panas membara di dalamnya. Tangan Alex terus masuk ke dalam paha dalam Elena, dan Elena tidak menolak sentuhan Alex.
"Al..." desah Elena, suaranya tertekan di antara bibir Alex.
"Shh...," bisik Alex, bibirnya menelusuri leher Elena.
Tangan Alex merayap ke bawah, menelusuri pinggang Elena. Dia merasakan kehangatan tubuh Elena yang menariknya ke dalam sebuah keinginan yang membara. Alex mencium leher Elena, menghisap kulit halus itu dengan lembut.
"Al..." desah Elena, tangannya meremas rambut Alex pelan.
Alex tersenyum, merasakan kehangatan tubuh Elena yang membuat keinginannya semakin membara. Dia menarik Elena lebih dekat, menempelkan tubuhnya pada tubuh Elena.
"Aku menginginkanmu." bisik Alex, napasnya menempel di kulit Elena. "Bisakah aku?" tanya Alex, menahan sesuatu di sana.
Elena menatap Alex, lalu mengangguk pelan.
·–·–·–·–·
to be continue...