Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rohani Emosi
"Apa kamu gak diajari sopan santun? Oo lupa, kamu kan, yatim piatu ..." kekeh Rohani membalas Andin.
Alih-alih terluka, Andin malah tersenyum manis ke arah Rohani. "Maka dari itu, aku mau menikah dengan bang Amar ... Karena dia masih punya orang tua, jadi nanti bisa mengajariku tentang apa itu sopan santun,"
Rohani mendengus kesal. Heran dengan Andin yang selalu saja bisa menjawab perkataannya.
Sedangkan Amar, malah menatap Andin dengan mata yang berbinar.
"Ibu gak setuju kalian menikah," cetus Rohani kemudian.
"Ya sudah, ayo bang kita nikah! Toh, kamu gak butuh wali untuk menikah, aku juga membawa surat lengkap," ajak Andin menarik tangan Amar.
"Hei, apa-apaan kamu," Rohani langsung menghadang Andin.
"Kalo emakmu gak setuju, kita ke kamar aja yuk? Nyicil dosa," Andin malah berbalik arah.
Amar sendiri menahan tawa, melihat sikap Andin.
Sedangkan Rohani, gusar sendiri.
"Keluar, keluar kamu dari sini," teriak Rohani emosi.
"Yuk yang, sekalian nikah siri," ajak Andin lagi.
"Baiklah, aku restu-in kalian berdua nikah, tapi kamu harus ingat, anak lelaki akan selamanya jadi milik emaknya," cetus Rohani berlalu pergi.
"Mak ..." Amar mengejar emaknya dan memeluk tubuh Rohani dari belakang, "Makasih," lirihnya bahagia.
Sedangkan Andin menatap pemandangan itu dengan mata berkaca-kaca.
"Terima kasih, karena tidak menyerah," ungkap Amar, ketika mereka tinggal berdua di ruang tamu.
"Sama-sama. Semua itu, demi cintaku padamu," balas Andin, menggenggam erat tangan Amar.
Setelah melakukan beberapa persiapan dan juga perbincangan dari kedua pihak keluarga. Akhirnya tiga bulan kemudian Amar dan Andin sah menjadi suami istri. Dan Andin di haruskan untuk tinggal bersama Rohani.
Beruntung, Andin bukan menantu yang takut mertua ataupun bisa di tindas oleh mertua. Sebisa mungkin dia akan melawan ataupun membuat dirinya nyaman.
"Bu Rohani kan orang berada ya, tapi kenapa tidak melakukan acara pesta besar-besaran?" cetus salah satu tetangga.
"Ya, Amar dan Andin yang menolak, mereka gak mau menghabiskan banyak uang. Tapi, walaupun gak besar-besaran, aku menghabiskan hampir dua puluh juta loh," ungkap Rohani pamer.
"Tapi, kami salut loh, sama bu Rohani. Mau menerima Andin, yang konon dari keluarga biasa, terus yatim piatu lagi," sambung wanita itu.
"Ya mau bagaimana lagi, anakku buta," balas Rohani.
"Iya, buta karena cinta," celetuk Andin dengan sapu di tangannya. "Eh, bukannya kalian para orang tua, seharusnya salat sunah, ataupun berbuat kebajikan ya? Karena semakin tua umur kita, semakin dekat pula kita dengan sang pencipta," sambung Andin tersenyum manis ke arah mereka.
Bukan, senyuman itu lebih terlihat mengejek di mata Rohani.
Ibu yang tadi mengobrol dengan Rohani langsung pamit dengan raut petantang-petenteng.
"Eh, emak mau kemana? Mau salat sunah dhuha kah?" tanya Andin, kala melihat Rohani melaluinya begitu saja.
Rohani mendengus kesal melihat menantunya yang di nilai tak beradab. Dan dia sangat heran, kenapa harus merestui hubungan anaknya dengan wanita tak berakhlak itu.
...🍁🍁🍁...
"Bang, aku boleh beli mesin cuci gak? Karena biar sedikit meringankan pekerjaan rumah," pinta Tari, suatu hari.
"Beli lah, apapun yang membuatmu senang, beli saja," balas Azhar mengelus pucuk kepala Tari.
Tari pun, semakin mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Azhar.
"Sebelum subuh, abang bangunin ya ... Suntikan semangat sebelum berangkat kerja," kata Azhar, kemudian memejamkan matanya.
Besok, Azhar harus kembali ke kota di mana tempat dia bekerja. Dan karena kejujuran serta ketangkasannya dalam bekerja, Azhar selalu di panggil kala developer mendapatkan proyek dari perusahaan.
Dan dari bekerja disana lah, rumah mereka berhasil diselesaikan. Termasuk sudah di cat.
"Besok, aku mau temani mantu bu Rohani ke pasar ya bang, katanya mau beli baju," pinta Tari.
Akan tetapi tidak mendapatkan jawaban dari Azhar. Karena lelaki itu sudah terlelap, terbuai ke alam mimpi.
Setelah kepergian Azhar. Tari pun bersiap untuk pergi ke pasar bersama Andin.
Dan karena permintaan Amar. Andin menuruti untuk hanya berteman dengan Tari. Karena menurut Amar, Tari termasuk salah satu wanita yang bisa dijadikan teman. Serta, ia yang dipercaya, tidak akan membawa pengaruh buruk untuk Andin.
"Kenapa sih, kamu hobi sekali menghambur-hamburkan uang? Kamu gak kasihan sama Amar, yang kerja siang malam?" tanya Rohani begitu Andin berpamitan padanya.
"Bukannya, uang memang untuk dihabiskan ya mak? Lagipula, ini nafkah yang di berikan bang Amar untukku, jadi terserah aku lah, mau di pakai untuk apa," sahut Andin mengangkat bahunya acuh.
"Tapi ,,,"
"Terima kasih, karena telah mengajari bang Amar jadi suami yang baik untuk istri. Aku percaya, ini semua pasti didikan emak," potong Andin memuji Rohani.
Hidung Rohani kembang-kempis kala Andin memuji keberhasilannya. "Ah kamu," sahutnya tersipu.
"Aku pergi ya mak, nanti aku belikan emak daster," Andin pun keluar setelah menyalami mertuanya.
Dan tinggal lah, Rohani yang semakin dongkol dengan sikap Andin.
Karena bosan tinggal seorang diri di rumah. Rohani berniat menemui Sari. Dia ingin bercerita pada Sari tentang sikap dan sifat menantunya.
Berharap, berbicara dengan Sari, bisa sedikit mengurangi beban di hatinya.
Sari yang baru saja selesai memotong rumput untuk lembu-lembunya menatap Rohani denga nanar.
Perasaannya langsung tak enak, kala melihat wanita yang umurnya hanya terpaut beberapa tahun darinya.
Dia paham, Rohani datang pasti ada sesuatu yang tidak kena-mengena dalam dirinya.
"Baru pulang?" tanya Rohani basa-basi.
"Iya," sahut Sari lirih.
"Kamu udah tua Sari. Seharusnya kamu tidak usah bekerja seperti ini," saran Rohani.
"Tak apa, bukankah semaki tua seharusnya kita harus semakin banyak gerak? Lagipula, tubuhku terasa sakit, kala tidak melakukan apapun," ucap Sari.
"Oo iya, aku lupa ... Kamu kan, memang udah biasa kerja keras sejak dulu, beda denganku, langsung berubah dratis kala menikah dangan ayah Amar," beruntun Rohani.
Sari hanya mengangguk-angguk kepalanya. Karena tidak ingin memperpanjang masalah, ataupun tidak ingin berdebat dengan Rohani.
"Kenapa ya, mantu ku kok beda sekali sama Tari," keluh Rohani.
"Beda gimana?"
"Tari itu rajin, dia tak segan membantu suaminya untuk bekerja. Beda dengan Andin yang hanya bisa mengandalkan Amar," papar Rohani menatap Sari sekilas. "Dia juga pemalas. Masak setelah pekerjaan rumah beres, dia lanjut ke kamar," sambungnya.
"Ya beda lah, keuangan Amar lehih baik dari Azhar. Jadi wajar jika Tari membantu suaminya. Lagipula, mereka sudah memiliki anak yang udah remaja," jelas Sari berharap Rohani mengerti. "Lagi pula, jika ia kembali ke kamar, saat pagi hari, mungkin karena dia kurang nyaman ngobrol sama kamu," lanjut Sari.
"Eh, kenapa gak nyaman? Aku ini mertua baik loh ... Bahkan disini, aku yang diasingkan oleh Andin," cetus Rohani meradang.
Dia gak terima jika Sari mengatakan jika Andin tidak nyaman dengannya.