seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejar-kejaran Dengan Monster Rajut
"KUTEMUKAN KALIAN..." suara itu terdengar keras dari mulut monster rajut itu, membuatku dan teman-temanku berseru tertahan.
Secara desain monster itu memang tidak punya mulut. Tapi sepertinya dia punya speaker di bagain dalam kepalanya untuk memberi suara itu.
Monster itu melepas posisi satu tangan dan kaki di sisi samping tubuhnya, satunya masih berada di menara tumpukan barang itu. Lalu...
TUHK!
Dia lompat ke atah teras ini. Elysia dan Naurah sampai menjerit dan mundur. Monster itu belum naik, tapi satu tangannya menggenggam bagian pagar teras. Padahal tangannya di bagian ujung hanya membulat tanpa jari, entah kenapa dia jadi bisa menggenggam pagarnya.
Kakek maju, menendang-nendang dan menginjak-injak tangan monster itu. Membuatku, Bhanu, dan Eron yang masih terkejut juga ikut membantu memakai pemukul bisbol yang kami bawa.
Tapi sia-sia. Entah kenapa semua serangan kami teredam, padahal isi tangannya ini tidak keras, tapi cukup tebal. Kami bagai memukul kasur yang berlapis-lapis, tidak akan melukai, hanya cukup untuk mengotori.
Tangan kedua monster itu juga naik menggenggam pagar teras. Kakek ganti rencana, kali ini kakek hendak mengangkat tangan monster itu agar melepas pagarnya, aku, Bhanu, Eron, serta Elysia dan Naurah yang sudah tenang ikut membantu mengangkatnya.
Terlepas! Satu tangannya terlepas. Tapi rupanya sudah terlambat, kaki monster itu juga sudah memanjat pinggir teras lantai satu. Lalu dia lompat ke atas teras.
BOOM!
Suara tubuhnya menginjak teras terdengar. Untungnya teras ini masih kokoh. Tubuhnya berdiri gagah di atas teras. Dan entah kenapa, tubuhnya itu sedikit mengurus, tangan, badan, dan kaki yang tadinya cukup besar menjadi lebih kecil. Tapi sebagai gantinya, kali ini tubuh dia lebih tinggi, mulanya tingginya 2 meter, kalau sekarang aku tidak tau berapa. Dia menyesuaikan dengan lebar teras yang sempit.
"LARI!" kakek berseru, menarik tanganku dan Bhanu yang berada di depan monster itu.
Tanpa perlu disuruh dua kali kami langsung lari. Kakek yang berada di barusan paling belakang untuk menjaga kami.
"kita akan sembunyi di ruang security tadi Zamir! Pimpin jalannya!" kakek berteriak agar aku bisa mendengarnya.
Aku mengangguk, teman-temanku yang berada di depanku menepi membiarkanku lewat. Sampai akhirnya aku berada di depan.
Kakek memonopoli batu akses security melalui teman-temanku. Sampai akhirnya aku menerimanya, memegang batu akses itu erat-erat.
Yang gawatnya, monster itu tidak lama kemudian berhasil menyusul kami. Jelas saja dia bisa lari lebih cepat dari kami, walau tubuhnya berat dia tidak akan bermasalah dengan energi dan dia juga pastinya sudah pandai teknik lari yang sangat efektif untuknya. Sementara kami? Hanya manusia biasa, tidak terlatih untuk lari-larian kecuali kakek yang mungkin dalam penjelajahannya memang sudah terbiasa lari-larian. Apalagi energi, meskipun kami tidak mengantuk sejak tadi, jelas suasana dan suhu di malam hari membuatnya tetap berbeda dari saat siang hari, hampir tidak ada juga yang mau latihan lari malam-malam begini.
"anak-anak! Dalam hitungan ketiga kita akan berhenti dan mendorong kaki kanan monster inin sampai dia terjatuh!" kakek berkata setelah mengetahui monster itu makin dekat.
"satu..."
"dua..."
"tiga!"
Kami langsung berhenti, jongkok lalu pergi ke arah kaki kanan monster itu untuk mendorongnya bersama.
Tapi saat kami sudah hendak mendorong kakinya. Monster itu langsung menekuk kaki kanannya ke belakang, membuat kami melewati kaki kanannya. Sialan, ternyata monster ini bukan sekedar hanya diprogram untuk mengejar kami, kepintarannya juga sudah dilatih untuk terhindar dari teknik-teknik kami, dia juga tadi pasti mendengar suara kakek untuk bersiap. Membuat aku dan teman-temanku tertegun.
Monster itu balik kanan, hendak memukul kami yang belum siap dengan tangan kanannya.
TUK!
Tapi untungnya kakek menahannya dengan tangan bersilang. Eron langsung mengambil kesempatan itu untuk mendorong kaki kiri boneka rajut itu.
Tapi alih-alih jatuh, monster itulah yang malah menendang Eron sampai terbentur dinding unit. Bhanu langsung bangkit dari posisi jongkok tadi, begitu juga Elysia dan Naurah. Bhanu membantu Eron berdiri.
Waktu kami tidak akan banyak sebelum dihabisi monster ini. Dan jelas jika lari saat ini jaraknya sudah sangat dekat sebelum kami kembali diserang.
Aku harus menemukan kelemahan monster ini... Sekilas aku melihat sekujur tubuhnya. Kepalanya langsung terhubung dengan badan atas, jadi tidak ada leher. Tapi... Kalau seluruh rajutannya ini cukup tebal untuk diserang, ada satu bagian yang bukan rajutan.
Tentu saja, kenapa pula aku tidak menyadarinya dari tadi? Matanya, mata kancingnya jelas tidak dilindungi sesuatu yang tebal, mungkin aku bisa mencabutnya.
Aku lompat, tangan kiriku menahan posisi di tangan kanan boneka itu. Sedangkan tangan kananku sudah menggenggam mata kanannya berusaha menariknya.
Tapi boneka ini malah memutar-mutar kepalanya. Membuatku berputar dengan tangan masih menggenggam matanya.
Sampai akhirnya peganganku terlepas. Tubuhku terlontar jatuh ke permukaan halaman dalam apartemen di lantai nol.
TUK!
Untungnya yang jatuh pertama kali ke permukaan bukan kepala, melainkan punggung. Tapi tetap saja jarak yang cukup tinggi itu membuatku meringis menahan sakit di punggungku.
Apalagi di permukaan halaman ini bukan tanah, melainkan balok-balok semen keras yang tersusun. Aku perlahan kembali duduk.
Di atas, lantai satu. Kakek sudah lompat ke badan monster itu. Mencekik bagian pinggir depan tempat bagian kepalanya berputar, kakek melingkarkan tangannya ke depan situ.
"dorong dia sampai jatuh anak-anak!" kakek berseru.
Elysia, Eron, Naurah, dan Bhanu langsung mendorong kaki monster itu. Sampai monster itu terjungkir jatuh dari pagar teras lantai satu bersama kakek.
DUK!
Kakek dan monster itu juga menghantam permukaan halaman, walau posisinya jauh dariku karena aku terlontar, bukan jatuh.
Kakek tidak terlalu kesakitan karena naik ke atas kepala monster itu, kakek langsung kembali lagi.
"anak-anak! Turun ke halaman ini dan injak kepala monster ini! Tenang saja, ini tidak akan sakit karena kepala monster ini cukup empuk." teriak kakek.
Eron yang duluan lompat dari pagar teras, melempar pemukul bisbolnya sembari terjun. Kaki dan pemukul bisbolnya telak kena boneka itu.
Setelah Eron menyingkir, baru Bhanu yang kali ini terjun, sama, melempar pemukul bisbolnya. Kena juga.
Lalu saat Bhanu sudah menyingkir, Naurah terjun menginjak monster itu, baru Elysia yang terjunnya menginjak kepala monster itu.
Itu serangan efektif, apalagi di tambah tenaga dari terjunnya. Kepalanya tentu punya bagian otak robotnya, pasti akan rusak walau sementara dengan serangan begitu.
Monster itu terbaring di pinggir halaman. Tanpa suara agresif, ataupun gerakan mematikannya lagi.
Boneka itu benar-benar menyeramkan. Dia tidak punya belas kasihan untuk menyerang kami, yang dia tau hanya dia diprogram untuk menghentikan kami.