Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Bahkan saat sudah setiap hari, setiap detik Caiden bersama asisten pribadinya dan beberapa orang kenalannya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan keberadaan gadis itu, namun mereka tetap tak menemukan hasil apapun. Yang mereka dapatkan hanya ponsel Aizha yang terjatuh di belakang café depan sekolah Nuka dan hanya itu. setiap kali mereka berpikir telah menemukan petunjuk yang dapat membantu mereka menemukan gadis itu, selalu saja akan berakhir dengan jalan buntu bahkan setelah 2 bulan berlalu.
Setiap hari yang terlewati membuat Caiden semakin frustasi dan harapannya untuk menemukan gadis itu hidup-hidup semakin berkurang. Si anonim sialan itu terlalu baik dalam menyembunyikan dirinya sendiri sampai-sampai bahkan setelah semua yang sudah Caiden kerahkan masih tak mampu menemukannya.
“paman” Caiden yang berdiri menghadap jendela besar apartemennya yang menampilkan pemandangan kota malam itu langsung berbalik menghadap si gadis kecil yang berdiri di depan pintu kamarnya.
“ya Nuka” Caiden berjalan kearah Nuka lalu menuntunnya untuk duduk di sofa.
“kenapa kak Zha masih belum pulang? Kenapa dia main sama temannya terlalu lama?” sejujurnya Caiden bukan orang yang menyukai anak-anak atau setidaknya memiliki empati pada mereka, baginya sekecil apapun mereka atau berapapun usia mereka sama saja untuk Caiden, dia juga akan menyingkirkan anak-anak jika mereka menghalangi pekerjaannya atau menyusahkannya. Namun kini duduk di sofa bersebelahan dengan anak yang hanya berusia 7 tahunan yang hampir menangis mengharapkan kakaknya cepat pulang entah kenapa sangat mengusik Caiden, ia tak suka ketidakberadaan Aizha disini bersama mereka dan ia juga tak suka setiap hari melihat gadis kecil itu merindukan dan mengharapkan kakaknya pulang.
Tapi tak ada yang bisa Caiden katakan, ia juga tak dapat menemukan gadis itu, ia juga tak tau dimana keberadaannya saat ini, tak ada yang dapat Caiden lakukan selain mengulang kebohongannya pada gadis kecil itu lagi dan lagi, tapi ia sadar tak bisa melakukan itu terus-menerus atau gadis kecil itu akan berpikir kakaknya telah pergi jauh dan meninggalkannya sendirian bersama pria dewasa asing di tempat mewah yang tak begitu ia sukai.
“maafkan aku, aku pasti akan menjemputnya dan membawanya pulang nanti, bersabar sebentar lagi ya” walaupun rasa sakit terus menerus menusuk kepalanya dan kurang tidur membuat emosinya tak stabil, Caiden tetap mencoba berbicara dengan tenang dan menenangkan walaupun pemikiran untuk menembakkan pistolnya beberapa kali muncul.
“apa kita gak bisa telpon kak Zha aja dan suruh dia pulang sendiri?” tanya Nuka dengan wajah polosnya menatap Caiden penuh harap, andai bisa semudah itu.
“tidak bisa Nuka” sebelum gadis kecil itu buka suara untuk mengajukan pertanyaan lainnya mengenai keadaan kakaknya, Caiden langsung mengarahkan gadis itu kembali ke kamarnya dan tidur, besok ada ujian yang harus ia ikuti.
... ☠️☠️☠️...
Di tempat lain, tempat yang tersembunyi dan kotor, gadis yang terus dicari-cari selama 2 bulan ini tengah duduk sambil menatap nanar kedua kakinya yang diikat erat sedangkan tangannya bebas bersama wanita-wanita lain diruangan itu yang berada di kondisi yang sama dengan dirinya. Aizha tak lagi yakin apa ia masih hidup di dunia yang sama seperti hidupnya yang dulu atau dia sudah mati dan masuk neraka karena semua penderitaan yang ia alami sangat teramat menyakitkan. Dulu ia berpikir hidup seorang diri tanpa kedua orangtuanya diusia yang masih begitu muda bersama seorang adik yang harus terus dibiayai dan dihidupi adalah kehidupan terburuk yang pernah ada dan dia terus mengeluh, mengeluh kenapa ia tak bisa menjadi seperti orang lain, orang-orang yang memiliki kehidupan yang teramat nyaman dengan orangtua lengkap, uang, kebahagiaan, rumah yang hangat dan sebagainya. Kini ia merasa lebih bersyukur pada hidupnya yang dulu, merasa betapa ia sangat merindukannya, merindukan adiknya.
Kini Aizha harus menjadi seorang pelacur, seseorang yang menggunakan tubuhnya untuk menghasilkan uang yang bahkan tak ia miliki, mereka mengambil semuanya dari Aizha dan tak ada apapun lagi yang tersisa. Hampir setiap hari orang akan datang membawanya untuk dimandikan, didandani, dan dipakaikan pakaian yang bahkan tak pernah Aizha sentuh sebelumnya selama hidupnya, lalu membawanya pergi, pergi jauh ke tempat yang menjijikan lalu mengurungnya bersama pria-pria sialan yang menjijikan. Tak ada jalan keluar, sudah beberapa kali Aizha mencoba untuk melarikan diri, kabur sejauh mungkin dengan segala cara namun selalu gagal, mereka selalu dapat menemukan dirinya kemanapun ia pergi. Bahkan sudah beberapa kali Aizha mencoba bunuh diri namun mereka selalu menyelamatkan dirinya, memperkerjakan dokter yang siaga.
Walaupun begitu sudah ada 3 orang yang mati ditempat ini karena overdosis narkotika yang terus mereka cekoki. Keadaan fisik maupun mental Aizha sudah kacau dan benar-benar rusak. Dia menjadi gadis kurus seperti kurang gizi dan terkadang dia berbicara tak jelas, dia menjadi sulit membedakan kenyataan dan fantasi yang dihasilkan nikotin yang mereka berikan. Satu-satunya hal yang masih normal adalah wajahnya, mereka masih menjaga wajahnya, merawatnya agar pelanggan-pelanggan mereka tak kecewa.
Ditengah-tengah lamunannya itu, seseorang masuk kedalam ruangan, seorang wanita yang sama yang setiap hari datang kesana. Dia punya tubuh besar berotot dan sangat kuat, dia yang mengurus wanita-wanita disana, menyiapkan mereka untuk menghadap pelanggan mereka. wanita itu berjalan dengan tegap mendekati ranjang Aizha dan langsung menghentak tangannya hingga manik mata kelam yang tak lagi berbinar itu menatap kearahnya.
“giliranmu, cepatlah” kata wanita itu sambil melepaskan ikatan pada kedua kaki Aizha dan menyeretnya keluar dari ruangan itu.
Angin malam terasa dingin dan lembab menyentuh pipi Aizha dari jendela mobil yang terbuka. Matanya dengan liar memperhatikan orang-orang atau bangunan-bangunan yang mereka lewati. Disaat-saat seperti ini Aizha merasakan hidupnya hanya untuk 1 menit, ada banyak pikiran yang memenuhi jiwanya yang rapuh, bagaimana jika ia berteriak? Bagaimana jika dia tiba-tiba membuka pintu itu dan langsung melompat keluar? Ditengah memikirkan semua hal itu, tangannya dengan pelan merayap ke pintu mobil, menepatkan telapak tangannya pada gagang pintu yang terasa begitu dingin dan membekukan.
Klik…
Ujung pistol dari wanita kekar yang duduk tepat di sampingnya menyentuh sisi samping perut Aizha yang hanya dibatasi oleh bajunya yang tipis.
“jangan pernah coba-coba” kata wanita itu, Aizha tak yakin bagaimana ia bisa tau atau bagaimana dia menjadi begitu siaga untuk semua gerak yang dilakukan Aizha dan gadis itu kembali menempatkan tangannya di pangkuannya sendiri.
Mereka berhenti di depan sebuah bangunan besar, ada papan nama besar dengan lampu neon mencolok di depan bangunan tersebut, tentu saja, tentu saja mereka akan kesini.
Aizha berbaring lemah diatas ranjang menatap kosong langit-langit kamar, pria yang tadi memakainya sudah pergi dari setengah jam lalu, dia langsung pergi setelah urusannya selesai. Bagaimana keadaan Nuka saat ini? apa Caiden merawat dan menjaganya dengan baik? Atau apa pria itu meninggalkannya sendirian di rumah sewa lama mereka? sudah setinggi apa gadis kecil itu? seharusnya saat ini dia sudah libur sekolah dan naik kelas 2 SD, apa dia masih berteman baik dan bermain dengan Anne? Apa dia sedih tak bisa melihat Aizha lagi? Memikirkan semua itu, bahkan tanpa sadar air mata gadis itu mengalir deras, lambat laut isakannya semakin kuat menjadi tangisan keputusasaan. Ia meringkuk memeluk diri sendiri yang semakin kurus dalam ruang kamar yang paling ia benci itu dengan aroma berbagai parfum yang paling membuatnya ingin muntah, ia ingin keluar dari tempat menjijikan ini.
Aizha menegak alkohol yang masih ada beberapa botol penuh di kamar itu, si pria yang memakai dirinya adalah maniak alkohol jadi tak heran ada begitu banyak alkohol disana dan bahkan walaupun tak semua tersentuh. Aizha terus meminum alkohol itu langsung dari botolnya sambil menangis dan membayangkan kehidupan sebelum semua hal gila ini terjadi, dia merindukan rumah, aroma kayu dari lantai rumahnya, merindukan kebun bunga matahari kecil yang dibuat orangtuanya untuk dirinya, merindukan pelukan kedua orangtuanya, betapa hangatnya tubuh mereka, aroma wangi ibunya yang menenangkan, seperti aroma kayu manis atau bahan kue? Tak begitu dapat diingat dengan jelas oleh gadis itu. Aizha merasa bersalah pada Nuka, dia tak pernah bisa menjadi kakak yang baik bagi gadis kecil itu, padahal semua ini bukan salahnya tapi dunia yang kejam ini membuat Nuka harus menanggung semua hal menyakitkan bahkan diusia yang begitu muda, dia bahkan tak punya gambaran tentang orangtuanya, tak pernah mengingat betapa nyaman dan hangatnya pelukan mereka, tak pernah merasakan kesenangan belajar bersepeda dengan ayah, memakan kue atau masakan ibu, Nuka yang kasihan, dan sekarang bahkan dia tidak akan dapat merasakan kehadiran kakaknya lagi.
Semakin lama semakin banyak alkohol yang diminum Aizha terus menerus tanpa henti dan dia sadar apa yang akan terjadi padanya jika ia tak berhenti. Mungkin ini kesempatan terbaik Aizha untuk keluar dari neraka yang terus menyiksanya. Aizha terbatuk-batuk tersedak dengan alhokol itu, dia mulai merasa sesak napas, dadanya terasa begitu berat, botol yang hanya tertinggal sedikit alhokol itu terjatuh dari tangannya dan berguling menjauh, Aizha mulai muntah-muntah dengan napas yang sesak hingga dia terjatuh di lantai dan kejang-kejang, dia mulai mengalami hipotermia dan kulitnya mulai membiru dan pucat, secara perlahan kesadarannya hilang, ia mengalami keracunan alhokol yang serius.