NovelToon NovelToon
Kau Hanya Milik ARUNA

Kau Hanya Milik ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aru_na

"aku pernah membiarkan satu Kalila merebut milik ku,tapi tidak untuk Kalila lain nya!,kau... hanya milik Aruna!"
Aruna dan Kalila adalah saudara kembar tidak identik, mereka terpisah saat kecil,karena ulah Kalila yang sengaja mendorong saudara nya kesungai.
ulah nya membuat Aruna harus hidup terluntang Lantung di jalanan, sehingga akhirnya dia menemukan seorang laki laki tempat dia bersandar.
Tapi sayang nya,sebuah kecelakaan merenggut ingatan Aruna,sehingga membuat mereka terpisah.
Akankah mereka bertemu kembali?,atau kah Aruna akan mengingat kenangan mereka lagi?
"jika tuhan mengijinkan aku hidup kembali, tidak akan ku biarkan seorang pun merebut milik ku lagi!"ucap nya,sesaat sebelum kesadaran nya menghilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aru_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18.Secerca harapan untuk munira

"sebenarnya kemana kita akan pergi?" Aruna memberanikan diri nya bertanya, setelah beberapa saat memikirkan perkataan suami nya.

"kamu mau kemana?"

"ketempat yang sudah kamu janjikan,dokter. Jangan bilang kamu lupa" Aruna menatap arza, sebenarnya dia sudah tidak sabar ingin mengetahui keadaan Tante nya.

"Ayolah, Aruna. Ini hari pertama kita sebagai pengantin baru. Mari kita lakukan sesuatu yang lebih menyenangkan. Kita bisa pergi kesana lain kali saja"

"Seperti apa?" tanya Aruna, penasaran.

"Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Anginnya sejuk, dan kita bisa menikmati pemandangan," usul Arza.

Mata Aruna berbinar. "Pantai? Kedengarannya menyenangkan!"

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menyiapkan tas. Kamu juga bersiap-siap," kata Arza, bangkit dari sofa.

"tapi kamu janji,pulang dari sana,kita ketempat Tante ku" arza mengangguk,dia memang sudah berniat mempertemukan Aruna dengan orang yang di inginkan nya itu.

Aruna segera menuju kamar. Dia memilih gaun musim panas yang ringan dan berwarna cerah. Rasa senang menyeruak di hatinya.Meskipun keinginan bertemu dengan Ami nya sangat besar, tapi mendengar kata pantai yang sudah sangat lama dia impikan, membuat nya sangat berantusias.

Setelah Aruna selesai bersiap, dia melihat Arza sudah menunggunya di ruang tamu. Arza mengenakan kaus polo berwarna biru dan celana chino. Dia terlihat tampan dan santai.

"Sudah siap?" tanya Arza sambil tersenyum.

Aruna mengangguk. "Siap!"

Mereka pun berangkat menuju pantai. Selama perjalanan, Aruna menyetel radio dan mereka bernyanyi bersama mengikuti lagu-lagu yang diputar. Suasana di dalam mobil terasa hangat dan penuh tawa. Aruna merasa benar-benar bahagia.

Setibanya di pantai, Aruna langsung menghirup udara asin dan merasakan embusan angin laut yang menyegarkan.

Ombak berkejaran, menghasilkan suara deburan yang menenangkan. Beberapa anak kecil terlihat bermain pasir, sementara pasangan lain berjalan-jalan di tepi pantai.

Arza menggelar tikar di bawah pohon kelapa yang rindang. Aruna duduk di sampingnya, memandangi laut lepas.

"Indah sekali," gumam Aruna.

"Ya, memang," sahut Arza. Dia mengeluarkan beberapa buah-buahan dan minuman dari tas pendingin. "Mau makan sesuatu?"

"Tidak. Aku masih kenyang," jawab Aruna. Dia memejamkan mata sejenak, menikmati keindahan alam.

Arza meraih tangan Aruna dan menggenggamnya erat. "Aruna, ada sesuatu yang ingin kubicarakan."

Aruna membuka mata dan menatapnya. "Ada apa?"

"Aku tahu pernikahan kita ini terjadi begitu cepat, dan mungkin kamu belum sepenuhnya siap dan nyaman denganku," ujar Arza, suaranya sedikit ragu.

"Tapi aku ingin kamu tahu, aku benar-benar serius dengan pernikahan ini. Aku ingin kita membangun rumah tangga yang bahagia bersama."

Aruna menatapnya, ada ketulusan di mata Arza. "Awalnya aku memang merasa takut, tapi kamu selalu membuatku merasa nyaman. Aku percaya padamu."

Senyum Arza mengembang. Dia mengusap lembut punggung tangan Aruna. "Terima kasih, Aruna. Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu."

Mereka menghabiskan sore itu dengan berbicara tentang banyak hal, mulai dari kenangan masa kecil hingga impian masa depan. Tapi dia tidak membahas pertemuan mereka di masa lalu,karena dia tau ingatan Aruna masih belum bisa dipaksa mengingat semua nya.

Aruna merasa semakin dekat dengan Arza, dan dia mulai menyadari bahwa dia mungkin sudah mulai nyaman bersama pria yang baru beberapa hari ditemuinya ini.

...****************...

Sementara itu, di sebuah sudut desa yang sama tapi tempat yang berbeda, Munira masih merasa kesal atas kejadian semalam. Dia duduk di depan rumahnya sambil menyeruput kopi hitam pahit. Bayangan Aruna dan Arza selalu muncul di benaknya, membuatnya semakin dongkol.

"Kenapa harus perempuan itu yang menikah dengan Dokter Arza? Kenapa bukan aku?" gerutunya pada diri sendiri. Dia merasa iri dan cemburu. Munira sudah lama menyukai Arza, dan dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Arza kini adalah milik orang lain.

Deritan pintu terdengar di belakangnya. Dia tahu pasti ibunya yang datang menghampirinya. Munira menghela napas sebelum berbalik menatapnya.

"Ma?"

"Munira, kamu sudah makan? Jangan minum kopi terus," suara ibunya terdengar khawatir.

"Sudah," jawab Munira singkat.

"Kapan kamu akan berubah, Nak?"

"Apa maksud Mama berubah? Mama ingin aku menjadi seperti dirimu yang bodoh?" Munira terlihat sangat kesal.

"Justru karena Mama bodoh, Mama enggak mau kamu juga mengalaminya, Munira," ibunya mencoba mendekat, duduk di samping nya, meraih tangan putri pertamanya dan menggenggamnya erat.

"Mama ingin kamu hidup dengan baik, menjadi wanita terhormat. Bukan seperti Mama, Mama menyesal Nak," kata-kata ibunya sukses membuat dia mengingat kembali masa lalu dan itu membuat hatinya terasa semakin sakit.

"Andai Mama tidak membuangnya, mungkin masih bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan Mama, tapi sekarang sama saja Ma!" dia meninggikan suaranya karena merasa kesal.

"Munira, Mama menyesal." Munira menarik tangannya. Walaupun dia sudah berusaha berdamai dengan masa lalu ibunya, tapi hatinya masih terasa sakit saat mengingat sumber utama kehancuran keluarga bahagianya.

"Aku ada urusan dan harus pergi sekarang," dia bangkit dari duduknya, berjalan ke arah motor bututnya. Dia memang sengaja berpenampilan sederhana, itu karena keinginan papanya.

"Urusan apa? Urusan mengganggu rumah tangga orang lain?" suara ibunya berubah tegas. "Munira, Mama sudah bilang, jangan terlalu ikut campur urusan orang. Apalagi urusan Dokter Arza. Biarkan dia bahagia dengan pilihannya."

Munira terdiam. Dia tahu ibunya benar, tapi hatinya menolak. "Ma, aku... aku hanya..."

"Sudah, Munira. Cari kebahagiaanmu sendiri. Jangan mencari kebahagiaan di penderitaan orang lain. Itu tidak akan membuatmu bahagia, Mama tidak mau kamu mengalami hal seperti Mama," nasihat ibunya.

"Jangan menyamakan aku seperti dirimu, aku hanya mengejar cintaku."

"Tapi dia juga sudah memiliki istri, Munira."

Munira melangkah, meninggalkan ibunya yang sudah berdiri mematung di depan pintu. Dia menghela napas, sikap anaknya yang sekarang, adalah cerminan dia di masa lalu.

Setelah percakapan itu, Munira merasa semakin kosong. Dia menyadari bahwa obsesinya pada Arza hanya akan melukai dirinya sendiri. Namun, melepaskan Arza tidak semudah membalik telapak tangan.

Dia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan berjalan tanpa tujuan. Pikirannya kalut. Dia ingin melupakan Arza, tapi bayangan senyum pria itu terus menghantuinya. Dia teringat saat-saat mereka bekerja bersama di puskesmas, bagaimana Arza selalu sabar menjelaskan segala sesuatu kepadanya. Kenangan itu terasa pahit sekarang.

Munira akhirnya sampai di taman depan puskesmas. Dia duduk di bangku kosong, mengamati anak-anak bermain. Ada sepasang kakek nenek yang sedang bergandengan tangan, berjalan santai. Pemandangan itu membuat Munira merenung. Dia ingin memiliki kebahagiaan seperti itu, kebahagiaan yang tulus dan tidak dibuat-buat.

Dia menyadari bahwa selama ini dia terlalu fokus pada Arza, hingga melupakan kehidupannya sendiri. Dia tidak punya teman dekat, dan hubungan dengan ibunya pun tidak baik karena perbuatan ibunya di masa lalu.

"Mungkin Mama benar," bisiknya pada diri sendiri. "Aku harus mencari kebahagiaanku sendiri."

Keputusan itu tidak mudah. Ada rasa sakit dan penyesalan yang mendalam. Tapi Munira tahu, dia harus memulai dari sekarang. Dia harus belajar melepaskan, belajar menerima kenyataan, dan belajar mencintai dirinya sendiri. Perlahan, bayangan Arza memudar, digantikan oleh keinginan untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan angin sejuk menerpa wajahnya, seolah membawa harapan baru.

"semoga... Aku bisa"

1
Zudiyah Zudiyah
,hemmm sangat mirissss
rofik 1234
Perasaan campur aduk. 🤯
Aruna: benarkah?😁
total 1 replies
Shinichi Kudo
Aku udah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu. Keep writing! 💕
Aruna: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!