Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.
Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.
Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
"Egi!"
Suara seseorang memanggil. Membuat keduanya mengalihkan pandangan dan melihat keluar. Ternyata mama Rena berjalan tergopoh-gopoh keluar.
"Tante? Ada apa?" tanya Egi.
"Telur ketinggalan, tadi tante telepon nggak ada yang angkat," ucap mama Rena.
"Udah nanti biar Audrey yang ambil," ucap Audrey sambil berjalan masuk ke dapur.
"Nanti biar Egi sama Audrey ambil,"
"Tapi..."
"Nggak apa-apa tante, tapi nanti saya bawa Audrey ke tempat kerja sebentar nggak apa kan tante?" tanya Egi.
"Nggak apa-apa, tapi sebelum malam sudah disini ya," ucap Rena.
"Aman tante," ucap Egi. Mama Rena memanggil karyawannya untuk membantu membawa masuk barang yang dibawa Egi.
Audrey keluar membawa kunci motor di tangannya.
"Drey! Nggak usah pake motor. Pakai mobil aja," ucap Egi.
"Nggak deh, motoran aja biar cepat,"
"Aku udah bilang sama mama kamu. Ayo!" Egi menarik tangan Rena untuk masuk kembali ke mobilnya.
"Cuma ambil telur aja kenapa pake mobil sih?" protes Audrey.
"Sekalian jalan-jalan Drey. Nggak kangen sama aku?" tanya Egi.
"Hmmm... Nggak sih!" jawab Audrey sambil tersenyum.
"Nah itu! Aku kangen senyum kamu,"
"Kamu kesambet jin dapur mama ya? Tadi aku didiemin! Sekarang ngegombal parah!" ucap Audrey.
"Kan aku mau denger kamu bilang kangen aku, minimal pas ketemu aku tu dipeluk gitu," ucap Egi.
"Ngarep!"
"Tapi kalo kamu beneran diseriusin mau Drey?" tanya Egi.
"Jangan aneh-aneh Gi!"
"Yang aneh itu kalo aku bilang kangen ke Devanmu itu. Ini sih wajarlah. Aku cowok, kamu cewek. Nggak ada yang salah kan?" protes Egi.
"Egi... Beresin dulu cewek kamu. Tempo hari kamu jarang di rumah, mereka nanyain kamu ke rumahku. Itu mengganggu!" keluh Audrey.
"Aku udah nggak ada hubungan apa-apa dengan mereka. Lagian aku sibuk kerja buat ngelamar kamu," ucap Egi. Audrey nyaris tertawa terbahak tapi saat melihat Egi dengan wajah serius ia kembali terdiam.
"Merinding dengernya..." ucap Audrey bermaksud bercanda.
"Terserah kamu kalau anggap aku bercanda. Aku tahu kamu masih jalan di tempat laki-laki yang kamu ceritain itu. Tapi aku nggak nyerah Drey! Aku bakal bawa kamu keluar, melupakan laki-laki yang nggak tegas sama sekali!" ucap Egi. Audrey tertegun sebentar.
"Kamu juga tegasin sama selusin mainan kamu!" ucap Audrey.
"Demi kamu, aku udah jauhin mereka. Mereka aja yang masih nyari aku," ucap Egi.
"Udah deh Gi, masih banyak perempuan lain yang memang suka kamu," ucap Audrey.
"Sampai kapan pun aku bakal yakinin kamu, aku sukanya kamu! Aku nggak mau kamu disakiti orang yang sama lagi,"
"Bukan aku yang tersakiti. Aku lah yang menyakiti hubungan mereka,"
"Makanya kita cari aman aja, kamu sama aku,"
"Ini kita mau kemana?" Audrey mengabaikan pernyataan Egi dan melihat perjalanan mereka bukan ke arah toko grosir telur langganan mama Rena.
"Aku ada perlu sebentar, tadi aku udah ijin dengan mamamu," ucap Egi.
"Pantesan maksa pakai mobil,"
"Kapan-kapan kita motoran deh," ucap Egi. Audrey hanya mencebik.
Egi membawa Audrey ke salah satu kafe tempat biasa dia menghabiskan waktu bila sedang banyak pikiran. Kafe itu ada sedikit diatas perbukitan sehingga memiliki pemandangan langsung ke arah kota. Mungkin jika mereka datang malam akan lebih indah.
"Kenapa kesini?" tanya Audrey.
"Dulu aku suka menyendiri di sini, sekarang malah aku kerja di sini. Sebentar ya!" Egi pergi meninggalkan Audrey dan dia berjalan ke arah belakang kafe.
Sepuluh menit kemudian ia kembali dengan salah satu temannya sambil tersenyum membawakan pesanannya tanpa bertanya pada Audrey. Egi sudah hapal kesukaan gadis itu.
"Maaf kelamaan," ucap Egi.
"Katanya spesial untuk yang spesial," ucap temannya sambil meletakkan minuman dan cemilan.
"Terimakasih," ucap Audrey, tersenyum malu.
"Sama-sama," ucapnya dan dia segera pamit kembali ke belakang.
"Ini aku bisa gendut Gi!" protes Audrey.
"Nggak kok, sekalian aku mau ngomong sesuatu," ucap Egi.
"Apa?" tanya Audrey.
"Tentang kita," ucapnya menatap Audrey.
"Kenapa dengan kita?" tanya Audrey bingung. Egi menarik napas untuk menenangkan diri.
"Aku serius waktu aku bilang suka sama kamu, mungkin kamu anggap aku hanya bercanda. Tapi aku nggak bisa terus berbohong. Aku menyukaimu sejak lama Drey," ucap Egi. Audrey tentu saja kaget mendengarnya.
"Aku..."
"Aku tau, kamu pasti berpikir kalau selama ini aku hanya bercanda. Sekarang aku serius Drey, kamu mau menjalin hubungan denganku?" tanya Egi.
"Tapi cewek yang..."
"Nggak ada Drey, aku hanya jalan dengan mereka berharap perasaanku ke kamu itu keliru. Tapi ternyata nggak," ucap Egi.
"Aku nggak percaya Gi! Udah ah! Jangan bercanda terus!" ucap Audrey.
Egi meraih tangan Audrey dan menggenggamnya. Ia menunduk sebentar hingga rambutnya yang sedikit panjang jatuh menutupi wajahnya.
"Gimana caranya biar kamu percaya?" tanya Egi mengangkat wajahnya dan menatap Audrey sendu. Audrey terdiam melihat keseriusan Egi.
"Aku... Belum bisa jawab Gi. Bisa kasih aku waktu? Ini terlalu mendadak, aku nggak tau mau bilang apa lagi. Tapi terimakasih sudah mau bilang ke aku. Maafkan aku," ucap Audrey.
Senyum terpaksa terlihat di wajah Egi.
"Aku mengerti, aku kasih waktu selama apapun yang kamu butuhkan. Aku menunggu," ucap Egi.
"Maaf ya Gi,"
"Kenapa minta maaf? Nggak masalah Drey. Aku ngerti kamu mungkin masih takut menjalani hubungan setelah apa yang kamu lalui dimasa lalu," ucap Egi. Audrey lega mendengarnya. Egi sangat memahaminya.
"Terimakasih Gi," ucap Audrey tulus.
"Nggak masalah Drey, ah ya... Termasuk juga kalau kamu nggak mau kita pacaran, maunya langsung nikah aku juga nggak masalah. Tunggu aku setahun lagi aku bakal..."
"Nggak Gi! Nggak! Nggak gitu konsepnya," Audrey tertawa lepas.
"Siapa tahu kamu mau nikah muda, aku bakal kerja keras..."
"Nggaaak! Aku mau selesaikan kuliah, aku mau kerja, aku mau nikmati hasil kerja dulu terus..."
"Dreeeyyy... Keburu tua aku! Nanti kurang optimal kalau kita ngolah bayi mungil," ucap Egi.
"Apaan sih! Dasar mesum!" wajah Audrey memerah.
Egi tersenyum mengangkat tangan yang digenggamnya dan tiba-tiba ia mencium punggung tangan Audrey. Seketika Audrey terkesiap kaget. Tidak menyangka Egi akan melakukan itu.
"Aku serius, apapun permintaan kamu aku bakal usahakan. Termasuk menikah," ucap Egi pelan. Audrey terharu tentu saja. Perempuan mana yang tidak bahagia dengan dijanjikan hal seperti itu. Tapi Audrey justru takut kalau dia mengecewakan Egi, makanya dia meminta waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Termakasih Gi, kasih aku waktu," ucap Audrey. Egi mengangguk dan melepaskan tangan Audrey.
"Makanannya... Silahkan!" seorang pelayan mengantarkan makanan untuk mereka.
"Tapi aku belum pesan!" ucap Egi.
"Anak dapur stand by, takut kamu ditolak. Jadi kita siapin ini biar nggak sedih," ucapnya.
"Kalian ini..." Egi terdengar geram tapi sambil tertawa.
"Jadi kamu udah rencanain ini?" tanya Audrey. Seketika Egi dan pelayan itu terdiam.
"Iya, dia rencanain ini jauh hari. Kami semua di briefing setiap hari," ucap pelayan itu sambil tertawa.
"Jangan buka kartu!" protes Egi. Audrey hanya tertawa melihat mereka berdua berdebat.