Berita kematian Rosa, kakak satu-satunya membuat Olivia sangat terguncang.
Olivia curiga Thomas, suami Rosa punya andil dalam kematian istrinya yang tiba-tiba karena 5 hari sebelum kematiannya, Rosa sempat mendatangi Olivia dan bercerita sedikit soal prahara rumah tangganya.
Kecurigaan Olivia makin bertambah saat Thomas menjual rumah dan mobil pribadi milik Rosa seminggu setelah kematian istrinya.
Tidak ingin harta peninggalan Rosa yang jatuh ke tangan Thomas dipakai untuk wanita lain sekaligus ingin membuktikan rasa curiganya, Olivia nekad menawarkan diri menjadi ibu sambung untuk Gaby, putri tunggal Rosa dan Thomas yang berusia 5.5 tahun.
Akankah Thomas menerima Olivia yang bertekad membuktikan firasatnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden di Mal
.
Baru seminggu bertunangan, kelakuan Thomas benar-benar membuat Olivia kesal.
Mendadak pria songong itu sering mengirim wa tapi bukan kata-kata cinta yang manis melainkan aturan tidak tertulis yang membuat Olivia merasa terkekang.
Sekarang Olivia mulai paham kenapa mbak Rosa sampai membuat kesepakatan pernikahan.
Ternyata Thomas cowok yang posesif, belum sah jadi suami sudah berani melarang ini itu tapi Olivia bukan wanita penurut dan tidak peduli seandainya Thomas membatalkan rencana pernikahan mereka hanya karena ia melawan Thomas.
”Mau kemana buru-buru ?” tanya Rico melihat Olivia sudah bersiap-siap padahal belum 5 menit yang lalu jam kerja berakhir.
”Tom ngajak ketemu, nggak tahu mau bahas hal penting apaan.”
“Mungkin mau ajak nikahnya minggu depan,” ledek Nindya sambil tertawa.
“Kayaknya dia kesal karena gue suka menentang omongannya. Lagian siapa suruh baru seminggu jadi tunangan udah berani bikin larangan ini itu.”
“Biasanya kalau cowok posesif gitu artinya dia cinta banget sama elo,” ledek Rico yang langsung mendapat cibiran.
Nindya ikut tertawa apalagi melihat Olivia terburu-buru pergi.
“Kenapa feeling gue Olivia punya rasa-rasa gimana gitu sama si Tom cat.”
“Benci sama cinta itu beda tipis malah kadang bikin bingung.”
Nindya terkekeh sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Sesuai perintah Thomas, hari ini Olivia sengaja tidak membawa mobil ke kantor dan sekarang ia kembali memesan taksi online menuju mal yang sudah ditentukan.
“Livi, mau kemana ? Nggak bawa mobil ?”
Olivia yang sedang berdiri di lobi senyum terpaksa begitu melihat Brian membuka kaca mobilnya.
“Ada janji sama teman.”
“Kemana ?”
Olivia terlihat ragu untuk menjawab.
“Maaf bukannya kepo tapi kebetulan aku juga ada janji ketemu di mal dekat sini. Siapa tahu searah, bisa sekalian.”
“Nggak usah, aku udah pesan taksi, kasihan mobilnya sudah dekat.”
Brian ingin memaksa tapi alasan Olivia masuk akal akhirnya dia pamit duluan dan memang benar, tidak lama kemudian mobil pesanan Olivia tiba.
Jalanan mulai padat, untung saja mal yang dipilih Thomas tidak terlau jauh dari kantor Olivia. Sekitar 30 menit kemudian, ia sudah sampai dan turun dari mobil.
Baru saja mlewati pintu lobi, satu pesan masuk dari Thomas mengabarkan kalau dia agak terlambat. Olivia hanya bisa menghela nafas dan memutuskan untuk menunggu di cafe yang dipilih Thomas.
Sampai di situ Olivia langsung memesan minuman, menu makan malamnya menunggu Thomas datang namun sampai 30 menit berlalu, pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya.
Pesan yang dikirim Olivia hanya centang satu dan panggilan telepon langsung masuk ke kotak suara.
“Olivia !”
Olivia mendongak, sebelum ia sempat melihat perempuan yang memanggilnya, wajahnya sudah disiram lychee tea miliknya lalu disusul satu tamparan tanpa memberikan Olivia kesempatan untuk menghindar.
Kejadian itu menarik perhatian pengunjung yang duduk di sekitarnya.
“Apa-apaan kamu Nina, seenaknya menyiram dan menamparku !” geram Olivia sambil beranjak dari sofa.
“Perempuan murahan ! Berani-beraninya kamu merebut kekasihku !” pekik Nina dengan tangan yang sudah kembali melayang.
Kali ini Olivia berhasil menahannya dan membalas tatapan Nina dengan perasaan kesal.
“Thomas maksudmu ?” tanya Olivia sambil tersenyum sinis.
“Jangan pura-pura bodoh !”
“Untuk apa aku pura-pura bodoh ? Apa kamu sudah bertanya langsung padanya ? Thomas bilang kamu bukan siapa-siapanya dan dia sendiri yang memaksaku menerima lamarannya di depan orangtua kami,” sahut Olivia dengan senyuman sinis.
Tidak peduli ucapannya sedikit berbohong karena sampai detik ini jawaban Thomas masih ambigu soal hubungannya dengan wanita hamil itu dan Nina.
“Dasar perempuan murahan ! Wanita licik ! Jangan-jangan kamu sengaja membunuh kakakmu karena ingin merebut suaminya.”
“Jangan sembarangan bicara !” geram Olivia sambil melotot.
Keributan yang semakin memanas itu membuat manajer cafe mendekati kedua tamunya dan mencoba menengahi tapi Nina tidak bisa meredam emosinya hingga akhirnya mereka diminta keluar dari cafe.
“Tunggu !”
Baru sampai di pintu, entah bisa kebetulan Brian muncul.
“Ada apa ini ? Wanita ini teman saya,” ujar Brian pada manajer cafe.
Nina yang sudah lebih dulu berdiri di luar menyipitkan matanya, memperhatikan Brian yang menggenggam pergelangan tangan Olivia.
“Sudah jadi tunangan orang, masih berani menggoda pria lain,” decih Nina dengan senyuman sinis.
Olivia tidak peduli dengan ejekan Nina dan menungggu sampai Brian berbicara lalu membawanya keluar usai membayar pesanan Olivia.
Tidak puas melihat ada laki-laki yang membela Olivia, Nina berniat melanjutkan keributan di luar cafe tanpa mempedulikan situasi di sekelilingnya saat ini.
“Saya lihat anda seorang wanita terhormat, jadi tidak perlu membuat keributan di tempat umum seperti ini. Anda tahu sekarang jamannya orang memviralkam kejadian yang tidak biasa tanpa ijin, apa anda siap dipermalukan bahkan mungkin sampai kehilangan pekerjaan ?”
Nina mengepalkan kedua tangannya sambil menahan geram. Apa yang dikatakan Brian memang benar, bisa-bisa dia diberhentikan dari maskapai karena dianggap memalukan sebagai seorang pramugari.
“Kita ke kamar kecil,” ujar Brian sambil menarik Olivia dan meninggalkak Nina yang hanya bisa menggeram sendiri.
Begitu sampai di depan toilet, Brian memberikan saputangannya.
“Basuh rambut dan wajahmu supaya tidak lengket dan keringkan dengan saputanganku. Masih bersih dan aku tidak punya penyakit menular,” canda Brian.
“Terima kasih.”
Oliviia hanya tersenyum dan mengambil saputangan Brian.
”Aku akan mencarikan handuk kecil untukmu”
“Tidak usah ! Aku bisa menggunkanan hand dryer untuk mengeringkan rambut.”
Brian mengernyit lalu menganggukkan kepala. Solusi Olivia masih masuk diakal.
“Apa kamu sudah bertemu dengan temanmu ?”
“Belum.” Olivia menggelengkan kepala. “Dia agak terlambat karena masih ada urusan kantor.”
“Hhhhmmm…..”
“Tinggal saja, aku bisa sendiri. Mungkin kalau temanku masih lama, aku akan pulang dan buat janji ulang denga temanku.”
“Sana bersihkan dulu rambut dan wajahmu sambil aku memastikan temanku karena sama sepertimu, dia mengabarkan datang terlambat.”
“Aku serius, tidak usah menungguku karena yang akan kemari bukan sekedar teman tapi tunanganku.”
Brian tampak kaget namun tidak lama ia malah tertawa.
“Tidak usah sampai berbohong seperti itu karena ingin menghindariku.”
“Aku tidak berbohong !”
“Sudahlah, sekarang basuh dulu wajah dan rambutmu supaya tidak makin lengket atau mau aku bantu ?”
Brian mengangat sebelah alisnya yang langsung dijawab dengan gelengan kepala.
Cepat-cepat Olivia masuk ke dalam toilet wanita untuk membersihkan bekas siraman lychee tea karena
apa yang dikatakan Brian memang betul.
Di depan wastafel Olivia menatap wajahnya di depan cermin besar. Pipi kanannya memerah dan sekilas terlihat bekas telapak tangan.
Darimana Nina tahu kalau Thomas sudah bertunangan denganku padahal kami belum mempublikasikan di medsos atau teman-teman ? Malam itu hanya ada tetangga dan keluarga yang menyaksikan acara tunangan kami.
Sementara Thomas yang berada di parkirkan basement membuka kiriman foto yang masuk ke nomornya.
(Sudah aku relakan dia untukmu tapi kenapa tidak dijaga dengan baik ?)
Pesan itu disertai satu foto wajah Olivia yang basah sedang berdiri dekat toilet, sendirian.