Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Deg
"Ada apa?" tanya Evan dengan nada sinis dan tidak suka. Lika sudah menggedor-gedor pintu dan buat keributan saja.
Lika kini melipat tangan di dada, ia menatap ke arah pria itu. "Kenapa om tidak membalas pesan dari temanku?"
Tadi Amel kirim pesan padanya kalau sudah mengirim pesan pada om Evan, tapi pesannya hanya dibaca dan tidak di balas.
Dari itu Lika menggedor pintu kamar Evan untuk memastikan itu. Ia akan membantu Amel untuk dekat dengan om Evan.
"Untuk apa?" tanya Evan sambil menaikkan alisnya. Ia juga melipat tangan di dada dan maju selangkah.
"Amel itu suka sama om Evan, ia mau kenalan. Dibalas dong om, jangan dibaca doang. Seperti baca koran saja!" jawab Lika dengan nada memerintah.
"Aku tidak mau!" tolak Evan. Ia tidak akan membalas pesan temannya si Malik itu.
Lika kesal mendengarnya. Ia pun maju selangkah, menatap tajam pada wajah pak tua yang menyebalkan.
"Om, tidak boleh sombong begitu. Balas pesan temanku!" pinta Lika. Evan tidak boleh sombong dan belagu.
"Bukan urusanmu mau aku sombong atau tidak!"
Lika meniup poni rambutnya. Pak tua ini benar-benarlah.
"Om, dalam waktu dekat kita akan bercerai dan om akan jadi duda. Temanku itu tidak masalah akan status duda om Evan." jelas Lika. Amel tidak memandang status. Temannya itu tampak serius dengan om Evan.
"Kamu," Tunjuk Evan pada Lika. "Kamu mau menjodohkan suamimu dengan temanmu?"
Ada seorang istri menjodohkan suaminya dengan temannya sendiri. Tadinya mungkin mengira hanya cerita di film-film tapi ternyata ada di kehidupan nyata.
"Om Evan bukan suamiku!" bantah Lika. Ia tidak pernah menganggap Evan suaminya.
"Kita masih terikat pernikahan Malik, aku masih suamimu!"
"Tapi kita akan segera bercerai, om Evan!"
"Tapi itu belum terjadi!"
"Tapi akan segera terjadi!"
Inilah yang membuat Evan selalu kesal minta ampun pada Lika. Wanita itu tahunya menjawab saja.
"Setelah selesai resepsi pernikahan, om Evan harus segera menceraikanku. Lalu besoknya om Evan harus sampaikan jika om sudah menceraikanku!" putus Lika. Ia merencanakan begitu.
Ya, Evan harus menceraikannya dan Evan juga yang harus mengatakan pada para orang tua mereka. Jika Evan yang menceraikan, ia tidak akan terkena masalah.
Evan tertawa kesal mendengar rencana bocah kematian itu. "Kamu saja yang mengajukan perpisahan!"
Evan sudah mencoba bicara dengan papa dan mamanya, tapi malah dinasehati untuk tetap bertahan. Ditambah lagi, papa juga mengancam jika ia sampai berpisah dari Lika.
Tapi jika Lika yang mengajukan, ia tidak akan disalahkan. Si Malik yang tidak ingin bersamanya.
"Tidak bisa!" tolak Lika. Jika ia yang mengajukan perpisahan, pasti orang tuanya akan kecewa padanya. Jadi lebih baik pak tua itu saja.
"Kalau kamu yang mengajukan, pasti tidak akan ada masalah!" jelas Evan. Biasanya jika wanitanya yang mengajukan lebih didengar dan direspon. Apalagi Lika banyak drama.
"Tidak bisa, om sajalah! Aku tidak mau membuat orang tuaku kecewa lagi!" ucap Lika. Ia akan bersikap egois saja.
Evan menarik nafas dalam berkali-kali. Ia mau dijadikan tameng dan tumbal. Si Malik itu ternyata licik.
"Kamu saja!"
"Om saja!"
Evan dan Lika saling berperang dalam tatapan. Keduanya tidak ada yang mau mengalah.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Di tengah malam ini Evan benar-benar kesal sekali. Ia pun memegang kepala Lika dan membawa ke ketiaknya. Akan memberi pelajaran.
"Om Evan!" Lika menggeliat. Pak tua itu kini kembali menyiksanya. Ia dipaksa mencium ketek pria itu.
Evan tersenyum puas melihat Lika berwajah merah padam.
"Aku mau tidur, awas kalau kamu mengganggu lagi!" ancam Evan sambil mengerakkan tangan seolah akan membawa Lika ke ketiaknya.
"Om Evan, akan kuadukan pada papa!" ancam Lika juga. Ia mengusap-usap hidungnya merasa jijik mencium ketek Evan.
"Katakan! Aku tidak takut!" setelah mengatakan itu Evan berlalu pergi. Ia akan segera tidur.
Dan Lika tidak bisa diam saja, tidak boleh kalah telak seperti ini. Ia pun mengejar dan menghampiri Evan, lalu menginjak kakinya.
"Malik!!!" teriak Evan kesakitan. Setelah menginjak kakinya, Lika kabur masuk kamar.
"Sabar-sabar Evan!" hanya dapat menyabarkan diri.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Di pagi yang cerah, matahari bersinar terang. Dan,
"Malik, cepatan!!!" teriak Evan. Ia duduk di ruang tamu dengan wajah kesal. walau pagi begitu cerah, tapi hatinya selalu kesal.
"Sebentar!" teriak Lika dari dalam kamar. Ia masih berdandan.
Hari ini mereka akan foto prewed. Evan sudah bersiap dari se jam yang lalu, tapi Lika baru bangun.
Itulah yang memicu keributan di rumah minimalis itu.
Tetangga yang sedang membeli sayur saja sampai menggeleng. Pagi, siang, sore, malam rumah yang baru ditempati itu ribut saja.
Jika keduanya sudah di rumah, selalu bertengkar dan suaranya terdengar sampai keluar.
"Sepertinya menikah karena perjodohan."
"Benar sih, mereka tidak pernah akur."
"Mereka juga berisik sekali. Kalau malam anakku selalu terbangun karena suara mereka."
"Mana suaranya melengking lagi!"
Para tetangga mulai terganggu dengan kehadiran tetangga baru mereka. Yang mengganggu ketenangan dan kedamaian komplek tersebut.
Rencananya mereka akan komplen ke pak RT, agar tetangga baru itu dinasehati. Atau mungkin saja diusir dari komplek ini.
Sementara orang yang berada di dalam rumah.
"Ayo berangkat, om!" Lika keluar dari kamar. Ia telah siap.
Evan melihat Lika, tidak ada yang wah dan biasa saja. Tapi lama sekali di kamar.
"Apa kamu menyikat kamar mandi makanya lama?" tanya Evan. Ia bangkit dan berjalan keluar.
Lika melengos, ia malas menjawab Evan.
"Kamu dandan tidak dandan sama saja. Jelek tahu!" ucap Evan sambil mengunci pintu rumah.
Lika yang tidak terima dibilang jelek langsung mencubit perut Evan, dan berlari masuk ke mobil.
Bugh, suara pintu mobil.
"Malik!" Evan meringis kesakitan. Lalu berjalan masuk ke mobil.
Di dalam mobil keduanya berdebat lagi. Saling menyalahkan dan tidak mau disalahkan.
Hingga akhirnya, bunyi ponsel mengalihkan perdebatan mereka.
"Halo," Evan menjawab panggilan.
"Sebentar lagi sampai, masih di jalan." ucapnya. Mereka sudah ditunggu sang fotografer.
"Kamu lelet!" ucap Evan setelah mengakhiri panggulan.
"Om yang lelet!"" bantah Lika.
Mobil mulai melaju dan keduanya sambung berdebat lagi. Ada saja yang didebatkan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Evan berwajah masam sedang menunggu si Malik yang sedang di dandani.
Evan berharap sesi foto prewed segera selesai dan ia akan pergi. Akan menyuruh Lika pulang sendiri.
Tak lama, mata Evan tertuju pada seorang wanita yang memakai gaun pengantin berwarna putih keluar dari sebuah ruangan. Dan,
Deg,
Deg,
Deg,
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁