Trapped in a forced marriage siapa yang mau? Apalagi dengan ceo dingin!!!!
Tapi, kenyataannya itulah yang harus di terima oleh Violette. Lahir di keluarga yang cukup terpandang dan berpengaruh tidak membuat nya lepas dari plot twist kehidupan. Ya, Violette lahir di lingkungan mafia dan ayahnya adalah mob boss. Tanpa sepengatahuan dia, ayahnya memaksanya menikah dengan seorang CEO tampan namun Dingin bernama kang Junho. Tentu itu semua karena urusan bisnis dan kerjasama.
"Aku? Wanita cantik, seceria dan semanis aku harus menikah dengan kulkas, eww! never!!"
akankah kisah pernikahan mereka berjalan mudah semudah membalikkan telapak tangan? Atau malah ambyar?
We'll never know.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violette_lunlun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CLOE
Haiden melepaskan leher cloe. Dirinya mundur beberapa langkah dan menatap cloe dari bawah keatas. Haiden mengambil sarung tangan hitam dari saku jasnya dan menggunakannya, Dia menatap Xiao, "Ambilkan aku tang kecil," kata Haiden. Xiao mengangguk, dia mengambil tang yang paling kecil diantara tang besar lainnya. Dia memberikan pada Haiden.
Haiden menatap Any yang masih setia dibelakangnya, "Mulailah merekam. Aku mau tahu apa reaksi dari seseorang yang membawa masuk anak curut kedalam kelompok kita," Haiden melirik cloe dengan sinis. Any mengeluarkan ponselnya, dia berjalan sedikit ke sudut agar mendapatkan view yang lebih bagus. Any mulai menyalakan rekaman.
Haiden tersenyum puas. Kini dia berjalan mendekati cloe. tang ditanganya dia pegang erat. Cloe bisa merasakan bahaya semakin dekat dengannya. Haiden membungkuk sedikit, "Baiklah, nak. Aku masih ingin membicarakan ini baik-baik. Katakan, siapa yang mengirimu kesini."
Cloe menatap tajam Haiden, "Aku gak akan memberitahumu siapa yang mengirimku."
Haiden tersenyum sinis, "Hah...keras kepala. Tapi aku suka. Itu artinya semakin banyak kau mengelak, semakin banyak pula rasa sakit yang akan kau tanggung," haiden menepuk-nepuk ujung tang yang dingin di pipi cloe.
Cloe memalingkan wajahnya, "Aku gak peduli! Bahkan aku lebih memilih mati daripada harus tunduk padamu!"
Haiden mulai kehabisan kesabaran, dia gak suka dibantah. Tangan Haiden mencengkram kuat rahang cloe, "Aku beri kamu satu kesempatan untuk menjawab. siapa yang mengirimu kesini?!" suara keras Haiden menggema. Dia secara paksa membuka mulut cloe.
Cloe sedikit bergerak, "gak! Sampai kapan pun aku gak akan memberitahumu!"
Jawaban cloe membuat haiden kehilangan kesabaran, "ohh baik..kau yang memaksaku," haiden membuka paksa mulut cloe lebih lebar. Dia memukul-mukul tang pada setiap deret gigi cloe.
Cloe menjadi sedikit ragu, "Apa yang- AKHH!!" Cleo menjerit saat salah giginya dicabut paksa oleh haiden mengunakan tang. Darah mulai keluar.
Haiden tersenyum miring. Karena merasa belum puas dia mencabut dua gigi depan bagian atas milik cloe. Cleo kembali menjerit saat merasakan sakit yang menusuk dari gusinya. Darah semakin banyak keluar dari gusi-gusinya.
"Aku tanyakan pada mu lagi. Siapa yang mengirimu kesini?"
Haiden menatap lekat-lekat Cleo, melihat setiap gerak-gerik pria itu. Cloe mengeleng lagi, "Aku gak akan pernah memberitahumu! Apakah itu kurang jelas?! Apakah kau sudah tuli hingga tak mendengar apa yang kukatakan?"
Haiden mengepal tangannya. dia menjepit yang di kulit paha cloe, "berani sekali kau mengatakan itu dihadapanku," haiden menjepit kuat dan perlahan dia memutar tang hingga kulit paha cloe sedikit tertarik.
"Jangan...!" Cleo memohon. dia mengigit bibirnya saat tang itu memelintir kulitnya. Haiden gak peduli, dia terus memelintir dan menariknya dengan kuat hingga membuat cloe berteriak. Dia merasakan bagaimana kulitnya seakan-akan akan sobek.
Haiden melepaskan kulit cloe, dia tertawa, "Bagiamana? Apakah kau sudah menyerah? Atau...mau yang lebih menyakitkan?," haiden memiringkan kepalanya.
Cloe tak merespon, dia hanya menatap kulit pahanya yang memerah. Haiden menatap Xiao, mengisyaratkan pria itu untuk mengambil sebuah belati. Xiao mengambil belati itu dan memberikan pada Haiden.
Cloe semakin ketakutan. menatap horor belati di tangan haiden. keringat dingin mulai membasahi dahinya. Dia menggelengkan keras.
"HAHAHAH apakah kau mulai takut, nak? Bagus...bukankah sekarang artinya kau sudah ingin tunduk dan mengatakan semuanya?," haiden menempelkan ujung belati di jakun Cleo.
Cloe mengadahkan kepalaku, jakunnya naik turun saat Dia menelan ludah dengan kasar. Cloe tak berbicara sedikit pun.
"BERBICARALAH JIKA KAU TAK BISU!" bentak haiden.
"AKU GAK AKAN MEMBERITAHUMU! AKU LEBIH MATI DARIPADA MENGKHIANATI KELOMPOKKU!" cloe membalas dengan nada yang lebih tinggi daripada haiden.
Respon cloe berhasil membuat kesabaran haiden benar-benar habis. Tadinya haiden gak ingin terlalu menyiksa cloe. Namun, tak ada respon baik dari pria dihadapannya itu.
Haiden mengangkat belati ditangannya dan menusuknya dengan keras ke paha cloe, "kau yang meminta ini!" dia terus menekan belati itu hingga menusuk tulang. Haiden bahkan mulai mengiris kulit cloe hingga darah mengucur deras.
"AKHH!! AKHH!!" cloe mulai menangis.
Haiden tertawa keras seolah tangisan kesakitan cloe adalah melodi paling indah yang pernah ia dengar, "Teruslah menjerit!" Haiden kembali menekan. "AKHH!!!"
"Hahahhaha..." Haiden membiarkan belati itu tetap menancap di paha cloe. dia mengunakan tang untuk mencabut gigi cloe, menambahkan rasa sakit yang harus dirasakan oleh pria itu. Haiden tanggung-tanggung, dirinya langsung mencabut sekitar 4 gigi. Membuat darah yang tadinya mulai mengering kembali mengalir.
Cloe sudah gak tahan dengan rasa sakit yang dia rasakan, "Baik!! aku jujur!! Aku akan akan mengatakannya padamu!!!."
Haiden tersenyum puas, "kalau begitu beritahu aku tanpa tertinggal satu hal pun!"
Cleo mengangguk, "Baiklah...saya merupakan salah satu anggota dari Lobo negro. Pastinya yang menyuruhku adalah Baron, pemimpinku sendiri. Dia ingin menghancurkan mu. Dia ingin aku mengumpulkan informasi tentang kelompok anda. Dia ingin aku mencari titik lemah dari kelompok anda. Apalagi Baron gak terima karena anda menolaknya secara mentah-mentah saat dia mengatakan niatnya untuk menikah dengan putri anda. Saya hanya tau itu," Suara cloe terdengar lemah. wajahnya juga mulai memucat, mungkin karena efek darah yang semakin berkurang.
Haiden tersenyum sinis, "ohh baron...jadi dia masih menyimpan rasa dendam, ya."
"Kau tak akan menyiksa saya lagi, kan, Tuan?" cloe menatap Haiden dengan pasrah.
Haiden menggelengkan kepalanya, "tentu tidak..."
Cleo tersenyum lega. Senyum itu gak bertahan lama saat dia melihat Haiden mengeluarkan pistolnya.
"Ini lebih baik daripada siksaan," Haiden menarik pelatuk, memberikan dua kali tembakan di dahi cloe.
Cloe langsung mati ditempat setelah ditembak. Haiden menyeka darah di pipinya, dia menatapku Xiao dan Any, "bersihkan kekacauan ini, Xiao. kirim rekaman itu pada Baron, any."
Keduanya mengangguk, mereka langsung menjalankan perintah Haiden. Sementara itu, haiden melepaskan jasnya yang penuh darah.
*
Siang ini Junho sedang duduk di sofa, dia sibuk menonton TV. Hari ini dia memilih untuk libur sejenak, dia ingin menghabiskan waktu dirumah bersama dengan kopi hitam Favoritnya.
Violette tak ada dirumah saat itu, wanita itu pergi keluar untuk membeli sesuatu. Lulu keluar dari kamarnya, perhatiannya terfokus pada ponselnya. Dia menatap Junho sedang duduk di sofa.
"Kebetulan banget kamu ada disini!" Lulu mendekati Junho, dia duduk di samping pria itu.
Junho mengangkat alisnya, "Hmm? Ada apa, kak?" Junho mengalihkan perhatiannya dari tv ke Lulu.
"Kamu merasa aneh sama Lily gak? Maksudku kamu gak ngerasa curiga sama dia?" tanya Lulu.
Junho Mengerutkan keningnya, "Maksud kakak apa? gak tuh. Aku biasa aja," Junho menjawab dengan santai.
Lulu menghela nafas, dia memperlihatkan layar ponselnya. Lulu memperlihatkan sebuah foto dimana Lily sedang berdiri berhadapan dengan seorang pria berjas rapi. Mereka seperti sedang mengobrol.
"Loh...kakak dapet foto dari mana? Setahuku Lily gak punya hubungan dengan pria manapun selain aku. Itu siapa?"
"Ck! kamu gak perlu tahu aku dapat foto ini dari mana. Aku rasa firasatku benar, pasti ada yang gak bener dari cewek murahan itu," Lulu menjauhkan ponselnya.
Junho memutar matanya, "Kakak gak boleh nuduh sembarangan, Lily perempuan baik-baik. Gak mungkin dia menyimpan niat jahat pada kita," Junho mencoba untuk membela Lily.
"Mana ada sih perempuan baik-baik yang jadi pelakor. Kakak minta kamu jauhin dia. cukup sampai disini aja hubungan kalian. kamu gak kasian sama istrimu? Lagian kakak eneg lihat muka Lily," Lulu menunjuk Lily difoto dengan tatapan jijik.
"Cukup ya, kak. Ini semua gak ada hubungannya dengan kakak. Toh Violette juga gak masalah."
"Kamu ini!!" Lulu mencubit paha Junho membuat pria itu meringis.
Pintu rumah dibuka, Violette masuk kedalam. Ditangannya terdapat sebuah kantong plastik berisi beberapa bungkus roti. Violette mengangkat alisnya melihat Lulu mencubit Junho, "Kakak, kenapa kamu mencubit suamiku?"
Lulu menatap Violette, "Kasih tau suamimu ini biar gak bebal banget jadi orang," Lulu berdiri dan mendekati Violette, "bagi!" Lulu menunjuk roti yang dibeli Violette.
"Dih! Gak! Beli sendiri aja!" Violette memeluk roti yang dibelinya. Lulu memutar matanya, "pelit!"
Lulu kembali ke kamarnya, Violette meledek kakaknya itu. Setelah Lulu masuk ke kamar Violette duduk di samping suaminya, "Kamu bicara apa sampai kakak mengatakan kamu itu bebal?"
Junho mengangkat bahunya, "Gak tau, gak peduli..."
Violetta menghela nafas, "ngomong-ngomong ...kamu gak serius tentang perceraiankan?" tanya Violette. Wanita itu tampak sedih jika memikirkan itu.
Junho menatap malas istrinya dan wajah sedihnya itu, "Apa? kamu gak rela pisah sama aku? Tapi kamu gak perlu khawatir, aku gak bakal menceraikanmu. Kamu terlalu cantik untuk dibuang, kamu masih ada nilai guna."
Violette tersungging dengan perkataan Junho yang seolah menganggapnya seperti barang, "ihh!! Nyebelin banget!" Violette menjambak rambut suaminya.
Junho terkejut, dia mencoba menjauhkan rambutnya dari cengkeraman Violette, "sakit tau! kamu gak ada bedanya dengan kakakmu itu!"
Violette melepaskan rambut Junho, "biarin, wlee!" Violetta menjulurkan lidahnya lalu menyilangkan tangannya
"Kenapa harus menjulurkan lidah mu seperti itu? minta dicium, hmm? Kalau mau dicium bilang aja," Junho menyerigai. Dia mengedipkan matanya.
Violette Mengerutkan keningnya. Dia merinding saat melihat kedipan suaminya, "Ihh...takut banget."
_____________________
To Be Continued
_____________________
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak dengan like dan komen ya!!!
Follow juga!!
😖🙂↔️