NovelToon NovelToon
Kemelut Lara

Kemelut Lara

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:880
Nilai: 5
Nama Author: _NM_

Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.

Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

VIII

Disuatu tempat, tepatnya berada dirumah sakit. Seorang pria terbujur tak berdaya diatas brankar. Matanya menatap kosong ke arah atap kamar inapnya, kala pusing terus membayang.

Pintu kamar ruang inapnya terbuka, menampakan kedua orangtuanya. Mereka memasuki ruangan dan mulai menghampiri Jordan. Yah, pria itu adalah Jordan. Lelaki itu baru terbangun dari komanya setelah hampir satu minggu jiwanya berkelana jauh dari raganya. Ini sudah beberapa hari setelah Jordan terbangun dari komanya.

" Ada yang sakit, hm.. " Ucap mama Jordan lembut, mengusap kepala Jordan penuh sayang.

Jordan melirik sang mama sekilas, sebelum kembali menatap dinding. " Gak ada ma, dah gak sepegel kemarin. "

Mama Jordan tersenyum tulus, memilih duduk di kursi sebelah brankar. Memilih mengipasi sang anak dengan buah apel yang berada diatas bakas samping kepala brankar.

" Ma.. " lirih, sangat lirih.

" Iya? " Jawab mama Jordan, masih sibuk dengan kegiatannya.

Jordan terdiam dalam lamunannya. Berusaha mencari-cari, hal yang hilang tapi dia tak tahu pastinya. Seharusnya Jordan melakukan sesuatu saat ini, tapi apa?

" Sebelum ini, Jordan harusnya ngelakuin sesuatu kan, ma. Tapi apa? Mama tau? " Bingung, yah Jordan bingung.

Sang mama terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. " Jordan. " Panggil mama Jordan.

Jordan menatap mamanya, penuh tanya. " Yah? "

Mama Jordan menghentikan kegiatannya sejenak, dan mulai meraih salah satu tangan Jordan. Digenggamnya tangan anaknya penuh kasih, sudah lama dia merindukan sang anak yang selama ini membangkang padanya itu.

" Kamu inget kan sama apa yang mama omongin kemarin? " Buka mama Jordan.

Jordan terdiam, termangu dalam rumitnya pikiran. Jordan mengalami amnesia, sebagian ingatannya hilang, membuat kebingungan terasa padanya. Sekitar kejadian 1 tahun yang lalu hingga terakhir dia kecelakaan, Jordan tak ingat, dan itu sangat menyebalkan.

Dia ingat, kemarin mamanya mengatakan bahwa dia sudah menikah, dan sekarang dia telah memiliki 2 orang anak. Tentu terdapat perasaan skeptis di dalam dirinya. Jika dia hilang ingatan tentang 1 tahun belakangan ini, sedangkan ingatannya tertinggal pada umur 19 tahun. Dapat disimpulkan bahwa umur dia kini 20 tahun. Mana mungkin dia memiliki pemikiran nikah muda? Oh, c'mon. Dunia sudah berubah, meski tidak ada niatan menjadi manusia brengsek, Jordan tetap tidak mau menikah muda.

That so impossible.

Karena tak kunjung juga mendapatkan jawaban, mama Jordan melanjutkan ucapannya. " Kamu tahu, kejadian yang mengakibatkan kamu amnesia adalah dia. Wanita itu.. wanita itu memohon-mohon untuk tidak diceraikan. Oo shit.. wanita sialan itu. " Mama Jordan menggeram rendah pada kalimat terakhir.

Mata tajam Jordan menatap memicing pada sang mama.

" Maka dari itu, mama sama papa akan bantu kamu. Biar kami yang akan mengurus surat perceraian mu. Kami tahu, kamu selalu dibuat bodoh oleh wanita sialan itu. Biarlah kami saja yang mengurusnya. Dan untuk masalah hak asuh anak, mama pastiin kamu akan dapat hak asuh Ara dan Kara. " Ucap mama meyakinkan.

Yah, Jordan telah diberi tahu itu sedari kemarin. Tapi selalu saja terdapat perasaan ragu. Apakah benar, wanita itu sudah begitu membodohinya? Bahkan untuk sekedar menuruti perkataan sang mama, masih terdapat keraguan dilubuk hatinya terdalam.

Jordan tahu, sangat tahu dia akan berakhir dengan siapa. Dia tahu, telah dijodohkan sedari kecil dengan seorang wanita. Mungkin saja Jordan menikahi wanita itu hanya untuk main-main. Dan juga kalau tidak salah ingat mamanya mengatakan Jordan menghamili wanita itu diluar nikah, tentu dia menikah karena keterpaksaan.

Tapi, hatinya terasa kosong dan hampa. Apa benar semua yang dikatakan mamanya benar adanya?

Menghela nafas kasar, Jordan mulai menanggapi. " Terserah mama, Jordan ikut mama aja. "

Senyuman mama Jordan seketika mengembang. Matanya berbinar indah.

Baiklah ini adalah pilihan yang tepat. Toh, memang kemanapun Jordan bermain dengan wanita diluar sana, sudah seharusnya dia kembali kepada takdirnya, wanita yang seharusnya menjadi pasangan masa depannya. Yah Jordan harap, tidak salah melangkah.

~|~

Suara bel pintu rumah terdengar, membuat Bi Retno langsung membukanya. Lalu di susul Gia yang tengah menggendong Shila dibelakangnya.

" Siapa bi? "

Bi Retno menatap ke arah majikan, memberikan surat yang baru saja datang dari seorang. " Ada surat, Bu. "

Gia menatap sosok pria berseragam dihadapannya itu. Dapat Gia lihat logo seragam pengadilan agama di salah satu bagian seragam pria itu kenakan.

Sontak saja rasa tak enak menguar dari dalam nadi. Apalagi ketika surat itu telah sampai pada tangannya. Logo pengadilan agama yang menempel disana sangat menggambarkan apa yang akan terjadi.

" Apakah saya dengan Bu Gia sendiri? " Ucap pria itu sopan.

Masih dengan mengendong Shila, Gia menganggukan kepalanya. Apa pun yang terjadi Gia pasrah, benar-benar pasrah.

Beberapa saat mengurus surat itu, Gia akhirnya masuk ke dalam kamarnya, dan meminta Bi Retno menjaga anak-anaknya terlebih dahulu. Yah, art-nya itu menuruti perintah sang majikan dengan patuh. Tak apa jikalau Gia harus tantrum. Paling tidak dia tak sendiri sekarang, Bi Retno akan menjaga anak-anaknya, hingga jam kerjanya habis. Yah, Bu Retno kerja harian. Berbeda dengan Gia dulu yang akan pulang setelah makan malam, jam kerja Bu Retno hanya sampai sore hari.

Menatap amplop berwarna coklat itu, Gia sudah merasa lemas ditempat. Gia lelah, tapi tekadnya demi anak-anaknya sudah membara. Gia harap kali ini tak sehancur itu.

Pelan tapi pasti, Gia membuka amplop itu. Mulai membaca sedikit demi sedikit tulisan demi tulisan yang tertera di surat itu. Seperti dugaannya, surat cerai yang mengatasnamakan sang suami untuk dirinya telah sampai.

Gia menatap surat itu dengan gamang. Tidak ada air mata kali ini. Air matanya sudah cukup lelah keluar, Gia tak mampu lagi.

Gia bingung, harus menyalahkan siapa. Dunia berjalan, tetapi terus menerus meninggalkan bekas setiap detiknya. Gia ingin bangkit, namun selalu saja badai menerjangnya sedemikan rupa.

Baiklah, Gia menyerah. Di umur 18 tahunnya ini, Gia memilih untuk membubuhkan sebuah pena pada kertas itu, menandatangani tanpa bisa berkata-kata.

Tak apa, dari dulu memang dia sendiri. Biarlah dia kembali sendiri. Tak apa jika yang lain pergi, tapi jangan kedua anaknya, Gia mohon.

Semesta.

Setelah ini tolong berbaik hatilah padanya.

Biarkan dia dapat tumbuh sembari membawa kedua buah hati dipunggungnya. Meski harus membengkok, Gia tak apa.

Waktu berlalu begitu cepat, ketukan palu menandakan tamatnya kisah percintaannya yang bahkan masih seumur jagung.

Tak ada sang suami, pria itu seolah tak menampakkan diri. Gia benci pada pria itu. Tapi tak apa, menjadi seorang pembangkang, Gia tak ingin mantan suaminya juga ikut membangkang pada kedua orangtuanya, biarlah Gia saja.

Seperti kesepakatan awal, hak asuh Bara dan Shila jatuh pada tangannya, dan hak asuh Ara dan Kara jatuh pada tangan mantan suami.

Lalu tambahan tentang harta gono-gini. Awalnya Gia tak terlalu memikirkannya, bahkan sudah mempersiapkan diri untuk pergi dari rumah yang menjadi saksi hidupnya dengan sang mantan suami. Tetapi, keputusan pengadilan mengatakan rumah yang ditempati Gia dan mantan suaminya itu dulu jatuh pada tangan Gia. Begitu juga uang sekitar 500 juta jatuh ditangan Gia.

Yah, Gia menerima semua keputusan pengadilan itu dengan lapang dada. Paling tidak mertuanya masih berbaik hati pada cucu-cucunya. Meski sebenarnya jumlah segitu masih sangat mencoreng namanya, mengingat berapa kayanya mertuanya itu, tapi tak apa, Gia lelah marah pada semesta. Biarlah segala sesuatu yang telah diberi, itulah yang akan Gia syukuri.

Kini semesta berhasil mendewasakan secara paksa pada manusia manja seperti Gia. Mengkokohkan kaki kecilnya untuk berpijak.

Meski masih sering menangis dimalam hari seorang diri dan penyakit mentalnya kembali buruk setiap malamnya, namun keesokan harinya dia akan tersenyum cerah pada dunia. Gia tak akan pernah melampiaskan segala traumanya pada sang anak, Gia janji dan akan Gia buktikan itu. Biarlah traumanya ia tanggung sendiri, jangan buah hatinya yang tak bersalah itu.

Gia mencoba ikhlas, meski kata ikhlas tak akan pernah sempurna maknanya jika napas masih berhembus.

Sedikit demi sedikit, Gia mulai menata hidupnya. Gia mulai memberhentikan Bi Retno, Gia tak mampu untuk membayar gaji art-nya itu. Sekalipun mampu, Gia lebih memilih disimpan untuk masa depan anak-anaknya. Gia memutuskan menjadi pengangguran hingga anaknya berusia 3 tahun. Setelah itu dia akan mencari kerja untuk membiayai anak-anaknya itu. Paling tidak, Gia harus benar-benar memastikan anaknya dapat ditinggal sendiri tanpanya nanti.

Sebelum itu, tak lupa dia menjual rumah sang suami, memilih merantau ke Tangerang. Memilih rumah yang lebih kecil. Lagian untuk apa, rumah mewah jika untuk membayarnya saja Gia harus mencekik lehernya karena faktor ekonomi.

Gia akan ikut takdir, jika kebetulan manapun tak jua mempertemukannya dengan sang anak, Gia harap mereka dapat tumbuh dengan baik dan lengkap tanpa kekurangan sedikit pun. Gia selalu berdoa, agar selalu ada nama tuhan dilubuk hati anak-anak dan keturunannya. Paling tidak, jika dunia jahat pada mereka, mereka tak akan benar-benar sendiri, ada tuhan dihati mereka. Nyatanya tanpa tuhan, Gia mungkin telah mati sedari lama. Gia jamin itu.

Gia tertidur miring menatap anak-anaknya, menggenggam tangan Bara yang berada disebelahnya pas. Menatap wajah-wajah Shila dan Bara dengan lamat-lamat. Dari semua takdir, Gia sangat-sangat mensyukuri takdirnya yang satu ini.

Ambara Putra Utomo

Arshila Putri Utomo

Hadiah terbaik yang pernah semestanya kirim untuknya. Gia bersyukur, meski syukurnya satu ini harus berdarah-darah ia dapatkan, Gia rela.

" Bismillahirrahmanirrahim, hamba titipkan anak-anak hamba kepadamu, ya Allah. Hamba mohon, apabila hamba gagal menjadi orang tua yang baik pada anak-anak hamba, tolong jagalah mereka, ya Allah. Tuntunlah mereka untuk berada dijalan mu dan ridho mu. " Lirih Gia berdoa penuh permohonan.

Kali ini, Gia akan mencoba. Semoga jatuhnya kelak masih dapat membuatnya kembali berpijak.

Lalu kabar tentang mantan suami Gia, Jordan Utomo. Setelah umur buah hatinya 5 tahun, pria itu melangsungkan pernikahannya dengan salah satu wanita cantik, lembut, dan baik akhlaknya. Yah, itulah jodoh yang telah orang tua mantan suaminya itu siapkan. Gia mengetahui itu ketika tak sengaja berselancar pada sosial media, dan mendapati kabar itu. Tak kaget mengingat keluarga itu merupakan salah satu keluarga terpandang.

Baiklah-baiklah, dalam segi manapun Gia kalah. Gia ikhlas pria itu menikah kembali. Sangat-sangat ikhlas. Tapi jangan lupakan, tak ada ikhlas yang sempurna. Gia masih sering menangis diam-diam tanpa sepengatahuan siapapun, merasa hidup tidak adil padanya. Tapi tak apa.

Namanya hidup, detik ini jatuh, detik berikutnya bangkit.

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
mampir yaa /Hey/
Jeremiah Jade Bertos Baldon
Aku ngerasa masuk ke dalam cerita, coba cepetan lanjutin thor!
Dzakwan Dzakwan
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Harry
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!