Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Tangkapan Besar
Maaf kalo ada typo ya..
Suasana sedikit hening dalam hutan di pinggir ibu kota kala itu. Meski demikian, jeritan para binatang terdengar dari berbagai penjuru hutan.
Alice membenci hal itu, dia sangat membencinya. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia juga harus menjadi pemenang kali ini.
Lucian melihat wajah pucat istrinya di tengah momen berburu mereka. Lucian tahu, mata istrinya akan berkaca-kaca saat mendengar teriakan berbagai binatang yang seolah tengah meminta tolong itu.
“Apakah Anda baik-baik saja?” Lucian mendekati Alice yang tampak pucat. Alice menelan salivanya dan mengangguk.
“Tolong!” Teriakan terdengar. Tim Alice menatap ke arah rombongan yang tampak menunggangi kuda mereka dengan ketakutan.
“Ada apa?” tanya Alice pada seorang lady yang mengendarai kudanya dengan susah payah.
“A-Anda sebaiknya cepat ikut kami melarikan diri. Di sana ada ular besar sekali!” ucap lady tersebut yang langsung kembali kabur meninggalkan Alice.
“Besar sekali?” Mata Alice seketika berbinar. Ini dia yang ia cari. Tak perlu banyak membunuh hewan, dia hanya perlu membunuh seekor hama dengan bobot berkali-kali lipat dari seekor kijang atau rusa.
“Ayo, Lucian!” Alice menerjang orang-orang yang tengah kabur itu. Semua menatap ke arah rombongan Alice yang seolah tampak tengah menyerahkan diri.
Alice tertegun melihat ular dengan diameter lebih besar dari perut kuda, bahkan panjangnya mungkin sekitar 20 meter. Alice menyeringai penuh arti. Lucian tampak sedikit terkejut.
“Alice, ini berbahaya!” pekik Lucian. Alice tak menghiraukannya dan menatap suaminya dengan mata berbinar.
“Mungkin sekitar 40 stone. Alice, apa yang Anda pikirkan?” Lucian menatap istrinya yang akhirnya tersenyum bahagia.
(Antar catatan: 1 stone \= sekitar 6,35–7 kg.)
Alice langsung maju dengan kudanya tanpa memedulikan kekhawatiran yang terlihat di wajah suaminya. Seorang pria tampak menyeringai di semak belukar.
“Matilah kalian!” gumamnya dengan senyum menyeringai. Namun siapa sangka, Alice kini bertarung dengan ular raksasa itu layaknya seorang kesatria.
Lincah dan gestur tubuhnya seolah sangat terbiasa. Semua gerakan kokoh dari kakinya menunjukkan kelihaian yang sulit dijabarkan.
“Jangan mendekat!” ucap Lucian pada para bawahannya. Dia ikut membantu Alice hingga akhirnya ular itu berhasil diburu.
“B-bagaimana bisa?” gumam pria yang sejak tadi bersembunyi. Alice dan Lucian yang sadar akan adanya orang yang mengintip saling mengangguk.
“Patahkan tulang-tulangnya, namun biarkan dia tetap selamat!” instruksi Lucian pada para bawahannya. Semuanya menyebar dan mengunci pergerakan si penguntit.
Ternyata dia adalah pengawas dalam acara berburu kali ini. Selain itu, dia juga sosok yang menjadi penanggung jawab dalam hutan tersebut.
“A-ampuni saya, sa-saya mohon!”
Krek! Krek! Krek!
Terdengar retakan tulang di sekujur tubuh pria itu, hingga membuat suasana mencekam. Tak ada luka gores di sana, namun tulangnya tampak remuk dan sendinya bergeser semua.
“Apa tuanmu akan memakaimu lagi setelah ini? Sebelum bertindak, lihatlah lawanmu dulu!” gertak Lucian. Alice tersenyum dan membawa ular besar itu sebagai hasil buruannya. Selain itu, dia juga membawa penanggung jawab itu dari dalam hutan, seolah baru saja menyelamatkannya.
Gaduh terdengar dari tenda-tenda para bangsawan di sekitar hutan. Bahkan si pemilik acara tampak memendam amarah pada bawahannya sendiri yang telah membahayakan banyak nyawa di dalam hutan.
Bukan hanya itu, akibat trauma yang dialami si penanggung jawab, kini dia tampak linglung dan seakan mengatakan hal yang tidak pernah terjadi.
“Maafkan saya atas ketidaknyamanan yang terjadi dalam acara berburu ini,” ucap Count tersebut, menahan sesuatu yang tampak amat sulit diucapkan.
“Saya juga berterima kasih pada Tuan Duke dan Nyonya Duchess Corvin yang telah menyelamatkan kami dari marabahaya,” ucapnya, menunduk hormat. Alice dan Lucian saling berpandangan dan mengangguk.
“Bukan hal besar. Tugas melindungi memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai sesama manusia,” ucap Alice. Ia tidak mengatakan itu sebagai tanggung jawab Corvin karena di masa depan kata-kata itu dapat dijadikan alasan oleh Raja dan bisa menjadi bumerang bagi Corvin kemudian hari.
“Anda sangat rendah hati, bukankah pemenangnya sudah dapat ditetapkan sekarang?” Ucap sang Cont menatap tenda Raja yang tampak tenang, seorang wanita nampak berada di atas pangkuan sang Raja.
“Bukankah itu Saintes yang baru saja di angkat di Kuil Dewa Agung?” Cicit seorang Baron menatap Iris dari kejauhan.
“Anda benar Tuan, tampaknya Raja kini sudah semakin dilema akan kehidupannya dan Saintes melakukan hal yang bersifat duniawi. Bukankah ini melanggar aturan dewa? Seorang Saintes seharusnya jauh dari urusan duniawi bukan?” Ucap yang lainnya menanggapi, sedangkan itu Lucian dan Alice hanya tersenyum membiarkan rumor beredar dengan sendirinya.
Akhirnya pemenang dalam acara itu ditentukan tanpa disaksikan oleh Raja, bahkan sosok Alice dan Lucian kini menjadi pahlawan dalam waktu satu hari. Rumor mengenai hubungan Raja dan Saintes juga menyebar dengan cepatnya.
“Nona, apa yang sebenarnya anda pikirkan? Kini nama anda tercoreng karena sikap anda!” Seorang pendeta mengingatkan dengan nada sedikit tinggi.
“Kalian berisik sekali,” ucap Alice seolah tak memperdulikan ucapan dari pendeta tersebut.
“Nona, ini sudah sangat kelewatan. Nama anda kini juga terkait degan nama Kuil Dewa Agung, apa yang anda lakukan akan menjadi citra Kuil Dewa Agung. Apakah kemewahan dan fasilitas kami ini masih belum cukup untuk anda nikmati?” Seorang pendeta lainnya ikut berbicara, Iris mengorek telinganya sendiri.
“Hei, kalian tau apa tentang dunia ini. Kaluar dari ruanganku sekarang!” Pekik Alice dengan nada tinggi, alhasil para pendeta itu hanya berdecih dan keluar satu persatu.
“Kau, tutup pintunya!” Perintah lagi Iris pada pria muda yang pernah menghangatkan ranjangnya.
“Perlukah saya menemani anda Nona?” Tanyanya dengan tangan terulur menyentuh rambut Iris dan mengecupnya.
“Buat aku puas, dan bayarannya kau tentukan sendiri.” Tanpa permisi lagi, Iris membuka pakaiannya setelah pintu terkunci rapat dan menempelkan tubuhnya pada pria di hadapannya.
“Tubuh anda, ah! Indah nona..” pria itu mengecup leher dan dada Iris dengan sangat lihai, Iris hanya mengeluarkan surat nikmat dari mulutnya.
Tak berselang lama, suara meja bergoyang terdengar. Bersamaan dengan nafas berat keduanya dan juga suara rintihan nikmat dari bibir keduanya, tak cukup sekali saja mereka saling berbagi cairan namun sampai beberapa kali.
Bahkan bebegai gaya mereka ganti untuk dapat mencapai puncak kenikmatan, suara mereka kini juga sampai terdengar ke lorong di Kuil Dewa Agung.
Para pendeta yang mendengarnya menutup telinga mereka, merasakan kekotoran dalam benda suci yang mereka jaga.
...Kata-kata hari ini...
..."Kadang diam lebih lantang dari teriakan. Let your calm be your power."...
Ah ya, Nuah juga mau minta maaf kalo bahasa Indonesia Nuah itu susah kalo pakek bahasa informal aliyas bahasa zaman sekarang gitu.
So, aku juga butuh bimbingan dari kalian semua. Jangan sungkan mengingatkan ya..