NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Dengan Mantan

Cinta Terlarang Dengan Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Angst / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:247
Nilai: 5
Nama Author: Vitra

" Iya, sekalipun kamu menikah dengan wanita lain, kamu juga bisa menjalin hubungan denganku. Kamu menikah dengan wanita lain, bukan halangan bagiku “ Tegas Selly.

Padahal, Deva hendak di jodohkan dengan seorang wanita bernama Nindy, pilihan Ibunya. Akan tetapi, Deva benar - benar sudah cinta mati dengan Selly dan menjalin hubungan gelap dengannya. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan antara ketiganya ? Akankah Deva akan selamanya menjalin hubungan gelap dengan Selly ? atau dia akan lebih memilih Nindy ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vitra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perbedaan Isi Hati

Sore harinya, seusai pulang dari kantor, Nindy mulai merapikan hijab dan pakaiannya. Tak lupa, ia menyemprotkan ulang parfum ke seluruh bagiannya.

"Harumnya..." goda Ara kepada Nindy.

"Ra, apaan sih? Jangan bikin aku malu," sahut Nindy sambil memasukkan kembali parfum ke dalam tasnya.

"Semoga sukses ya, Nin. Aku doakan semoga Deva memberikan kejelasan padamu," ucap Ara tulus.

"Amin... terima kasih, Ra, atas doanya," balas Nindy.

Setelah itu, keduanya berjalan keluar dari kantor.

Nindy sudah berada di dalam mobilnya. Ia kembali mengecek penampilan—hijab dan pakaian harus rapi. Ia mencium dirinya, memastikan parfum sudah merata menempel. Lalu ia mengeluarkan lipstik dari dasbor mobil dan mengoleskannya tipis di bibir. Setelah yakin tampilannya sudah baik, Nindy menyalakan mesin mobil dan segera melaju.

Karena lokasi pertemuan dengan Deva tak jauh dari kantor, lima belas menit kemudian ia sudah tiba di tempat tujuan. Ia mengecek ponselnya, barangkali Deva sudah sampai lebih dulu. Namun saat membuka layar, tak ada pesan darinya. Nindy pun keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran.

Ia memilih duduk di area luar, agar bisa melihat kedatangan Deva sambil menikmati langit sore yang indah. Setelah mendapatkan meja, Nindy mengabari Deva bahwa ia sudah sampai.

Tak lama kemudian, Deva terlihat sedang berjalan menghampirinya. Melihatnya dari kejauhan, jantung Nindy kembali berdetak kencang. Ia benar-benar telah jatuh hati pada Deva.

Sesampainya Deva di meja, Nindy tampak gugup. Laki-laki yang membuat jantungnya tak karuan kini berada tepat di hadapannya.

"Maaf, kali ini aku terlambat," ucap Deva.

"Nggak apa-apa kok. Aku juga belum lama sampai. Lihat, pesananku pun belum datang," jawab Nindy, mencoba membuat Deva tak merasa bersalah.

"Ah... iya juga, ya. Hahaha." Deva tertawa kecil, berusaha mencairkan suasana.

Nindy menyerahkan daftar menu kepada Deva. Setelah memilih, Deva memanggil pelayan untuk menyampaikan pesanannya.

Setelah pelayan pergi, Deva mulai membuka percakapan.

"Setidaknya di tengah kesibukan kerja, kita masih bisa menyempatkan bertemu. Aku senang, Nin, bisa bertemu lagi denganmu," ucapnya sambil menatap Nindy dalam-dalam.

Dag dig dug...

Detak jantung Nindy kembali berdegup kencang. Tatapan dalam dari Deva membuatnya semakin gugup.

"I... iya, benar..." jawabnya terbata-bata. Ia tak mampu menyembunyikan kegugupannya.

"Kamu kenapa? Lagi nggak enak badan?" tanya Deva, terlihat khawatir.

"Aku? Nggak enak badan?" bukannya menjawab, Nindy malah balik bertanya.

"Itu, kenapa pipimu memerah?" tanya Deva. Sebelum Nindy sempat menjawab, Deva tiba-tiba menyentuh dahinya. Nindy langsung membeku. Rasanya seperti diserang secara tiba-tiba.

Refleks, ia menyingkirkan tangan Deva. "Aku nggak apa-apa, kok."

Perasaan Nindy makin tak menentu. Debaran di dadanya semakin kencang—berbanding terbalik dengan isi hati Deva yang kini justru semakin yakin untuk membuat Nindy jatuh cinta padanya. Di waktu dan tempat yang sama, keduanya menyimpan perasaan yang berbeda.

"Maaf kalau aku lancang. Aku cuma khawatir," kata Deva lembut.

"Ehem..." Nindy berdeham, berusaha menyembunyikan rasa canggung dan malunya. Matanya melirik ke sana kemari.

Deva lalu mulai mengajak ngobrol lagi. Topik ringan ia pilih untuk mencairkan suasana. Perlahan, kegugupan Nindy mulai hilang. Ya, Deva memang tahu caranya mengatur strategi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Karena mulai jenuh bekerja dari rumah, kali ini Kevin memutuskan untuk berangkat ke kantor. Saat menuruni tangga, dari lantai bawah terlihat Martha sedang menyiapkan sarapan untuknya.

Kevin menarik kursi makan ke belakang sambil menatap Martha dengan heran. Martha membalas tatapan itu dengan senyum manisnya.

“Ini, aku siapkan sarapan untukmu,” ucap Martha sambil mengoleskan selai ke atas roti panggang. Ia juga menuangkan jus buatannya ke dalam gelas.

“Memangnya, Bi Iyah ke mana? Kenapa kamu yang siapkan sarapan untukku?” tanya Kevin, penasaran.

“Aku minta Bi Iyah mengerjakan pekerjaan lain. Mulai hari ini, aku yang akan menyiapkan semua keperluanmu. Bahkan, aku bersedia memasangkan dasimu,” kata Martha sambil membenarkan posisi dasi Kevin yang sedikit miring.

Aneh. Ada apa dengan Martha? gumam Kevin dalam hati.

Setelah selesai sarapan, Kevin segera menuju mobil. Ia memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri agar bisa bebas ke mana pun ia ingin pergi. Termasuk, jika ia ingin mendatangi apartemen Selly.

“Sudah lebih dari seminggu aku tak memberi kabar apa pun pada Selly. Semakin aku mencoba menjauhinya, semakin aku ingin dekat dengannya,” ucap Kevin pelan sambil menyalakan mesin mobil.

Ia menyalakan ponsel khusus yang biasa ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Selly. Saat layar menyala, terlihat ratusan panggilan tak terjawab dari Selly, namun tak ada satu pun pesan yang dikirimkan. Kevin hanya menatapnya sejenak, lalu meletakkan ponsel itu dan mulai melajukan mobilnya.

Dari balik jendela rumah, Martha memperhatikan mobil Kevin yang mulai bergerak. Tatapannya dingin, mengikuti kepergian suaminya sampai mobil itu tak terlihat lagi.

Setelah mobil menghilang di kejauhan, Martha bergumam pelan, “Aku tahu, Kev. Kamu mulai jenuh karena terus bertatapan denganku setiap hari. Tapi semakin kamu jenuh, semakin aku terpacu untuk membuatmu jatuh cinta lagi. Dan saat itu tiba... kamu akan benar-benar jatuh.”

Martha membalikkan badan dan melangkah menuju kamarnya. Ia ingin kembali tidur. Berpura-pura baik pada seseorang yang sangat dibencinya terasa begitu melelahkan—seakan menguras seluruh energinya.

“Aku sebenarnya muak harus terus tersenyum dan bersikap manis padanya. Rasanya, ingin kuludahi saja wajahnya!” gerutu Martha sambil menyisir rambut di depan cermin meja rias.

Ia membuka laci di bawah cermin. Di dalamnya, tersimpan sebuah buku diary yang dikunci dengan kode angka. Buku itu bukan sembarang diary, melainkan tempat ia mencatat rencana-rencana terperincinya. Bukan berarti Martha ceroboh menyimpannya di situ. Ia tahu, Kevin tidak pernah peduli pada apa pun yang berhubungan dengan dirinya bahkan tidak cukup penasaran untuk membuka laci itu sekalipun.

Dengan perlahan, jemari Martha memutar kombinasi angka hingga terdengar bunyi klik halus. Kunci terbuka. Ia membuka halaman diary tersebut, lalu menarik selembar kertas yang terselip rapi di dalamnya.

Pada kertas itu, tertulis detail rencana menjatuhkan Kevin setiap langkah disusun cermat, seperti permainan catur berdarah. Semua telah dirancang. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mulai menggerakkan bidaknya.

Sekarang, Martha sedang menjalankan misi pertamanya—Umpan Manis, seperti yang tercantum di selembar kertas dalam diary rahasianya. Perjalanan masih panjang, namun Martha tahu, permainan terbaik selalu dimulai dengan kesabaran.

Ia sadar, rencana sebesar ini tak bisa dijalankan dengan tergesa-gesa. Setiap senyum yang ia berikan, setiap perhatian kecil yang ia tunjukkan, semuanya adalah bagian dari panggung sandiwara yang sudah ia persiapkan dengan matang supaya hasilnya lebih sempurna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!