"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KISAH YANG PERJUANGAN
"Loh Alle."
Sus Riri terkejut saat baru saja memarkirkan motornya, dia melihat Allesya yang sudah duduk di kursi are parkiran.
"Eh, Sus Riri baru datang, aku nungguin lama banget." Alle bangkit dan menunggu Sus Riri berjalan ke arahnya.
"Kamu kenapa disini, ngak kuliah apa?" tanya Sus Riri sembari menatap Alle yang terlihat cemberut dan tak semangat.
"Aku mau bolos aja, aku malas kuliah."
Sus Riri langsung mendelik, dan mendoyor kepala Alle main-main. "Malas-malas diluar sana masih banyak yang ingin kuliah, tapi kamu malah menyayiakan kesempatan mas itu." omel Sus Riri sembari berjalan ke arah ruangannya, diikuti Alle dibelakangnya.
"Tapi aku malas kak, mereka semua seolah mengucilkanku, mereka menatapku seolah aku penjahat, bahkan mereka selalu mengata-ngataiku, yang ngak pernah aku lakukan dan aku ngak suka melihat kak Ares sama Kara yang selalu romantis di depanku." ungkap Alle dengan sendu, membuat Sus Riri yang selesai meletakkan tas di mejanya itu langsung menatap Alle.
"Sini duduk dulu." Sus Riri mengajak Alle duduk lalu memegang bahu Alle mendongak menatap Sus Riri.
"Kau tau? Kakak ngak pernah kuliah kakak hanya lulusan SMA saja, kakak kerja disini itu karna kepala sekolah kakak yang daftarin, sebenarnya kakak ada beasiswa di London. Tapi ngak kakak ambil karna satu hal."
Seketika Alle menyeryit dan menatap wanita yang sudah dianggap kakak sendiri itu dengan heran.
"Kenapa ngak kakak ambil? Kan sayang, kakak bisa lebih pintar lagi berkat kuliah disana." heran Alle, seketika Sus Riri tersenyum kecut.
"Mau Kakak ceritakan sebuah rahasia?"
Alle mengangguk dengan semangat, lalu Sus Riri pun duduk di depan Alle.
"Kemarin yang Alle lihat itu bukan ibu kakak yang sebenarnya."
"Hah? bagaimana bisa kak?"
"Kakak dulu itu ditemui Bu Pipit di tong sampah saat dia baru pulang dari kerjaannya." Sus Riri menceritakan sembari berkaca-kaca, Alle menggenggam tangan Sus Riri mencoba menenangkan. "Saat itu dia yang setengah mabuk mendengar suara bayi, karna penasaran dia pun mencari sekelilingnya. Dan menemukanku di tong sampah karna sedikit mabuk dan tak jelas melihat apa. Bu Pipit mengambil dan mengangkatnya, saat sudah jelas melihat seorang bayi, dia ingin meletakkannya kembali bayi itu dalam tong sampah, tapi ada beberapa warga yang melihat, dan mengira Bu Pipit telah membung bayi. Karna panik Bu Pipit berusaha kabur, namun karna warga yang cukup banyak dia tertangkap dan memaksanya merawat bayi itu karna mengira memang bayi itu anaknya yang sengaja dia buang, terlebih Bu Pipit yang terlihat bukan wanita baik. memang, dulu Bu Pipit kerja ditempat yang bisa dibilang haram. Ibu seorang PSK." air mata Sus Riri tak bisa di cegah, dia menangis meskipun berusaha dia tahan. Dan beberapa kali mengusap air matanya yang terus saja mengalir, sedangkan Alle berusaha menguatkan, meskipun dia begitu syok dan matanya juga telah merembers sampai keleher.
"Dan beberapa tahun kemudian, ibu terkena HIV. Yang mengharuskan dia harus berhenti bekerja dia hanya dirumah saja, aku sejak kecil baru lulus SD langsung kerja, entah itu jualan koran, entah gorengan yang penting bisa untuk menyambung hidup kami berdua." Sus Riri mengambil nafas guna mengisi paru-parunya yang terasa sesak, memang jika mengingat itu semua rasanya sakit terlebih mendapat cacian dari teman-temannya jika mempunyai ibu bekas pelacur.
Alle memeluk Sus Riri yang menangis, setelah dirasa tenang, Sus Riri melepaskan pelukannya.
"Makanya kakak memutuskan untuk ngak ambil beasiswa itu, dan memilih buat langsung kerja. Ada tanggungjawab yang lebih penting ketimbang cita-cita ku Al." Sus Riri mengusap air matanya, lalu terkekeh. "Ah, cengeng sekali aku Al."
"Ngak, kakak malah kuat, patut di contoh." puji Alle, membuat Sus Riri mendengus.
"Kalau memang kakak panutan, harusnya Alle turuti apa kata kakak, Alle ngak boleh bolos kuliah."
Wajah Alle kembali cemberut, dia mengguncang lengan Sus Riri. "Sekali ini aja yah kak, Alle janji setelah ini Alle akan masuk terus. Dan ngak peduli dengan orang lain, dan hanya belajar aja. Tapi..."
"Tapi?" ulang Sus Riri dengan pandangan heran.
"Tapi kalau masalah Kak Ares dan Kara, Alle ngak bisa. Alle cemburu."
"Kalau masalah..."
"Sus Riri, sarapan dikamar sebelah udah dikasih?"
Lisa, temannya itu muncul dari arah pintu, seketika Sus Riri melihat jam yang ada di dinding.
"Astaga, belum Lis."
"Nanti ngamuk lagi tau."
"Iyah, iya aku kelupaan. Ini mau buru-buru kesana, makasih yah udah ingatin." Dengan terburu-buru Sus Riri memakai pakaian kerjanya.
"Iyah, Aku diluan."
Setelah kepergian Suster Lisa, Suster Riri buru-buru keluar diikuti Alle.
"Sus, Alle bantu yah?"
Sus Riri menoleh dan mengangguk. "Janji hari ini aja bolos, besok jangan bolos lagi."
"Iyah, iya."
Alle membantu Sus Riri memberikan sarapan untuk semua pasien, termasuk Papah Johan yang juga langsung memakan yang di antar Suster Alle padanya.
"Itu obat apa kak?" tanya Alle saat melihat Sus Riri mengambil pil yang dicampurkan diminuman Papah Johan."
"Ini obat dari Ares katanya untuk kesembuhan Pak Johan, tapi kakak lihat ngak ada perubahan atau mungkin belum yah." heran Sus Riri namun tetap mencampurkan obat yang sudah dipegangnya.
"Mungkin memang bertahap kak, lagian ngak mungkin kan kak Ares main-main sama kesembuhan Papahnya sendiri."
"Iyah sih, mungkin memang belum aja." Suster Riri ikut berpikir positif.
"Cepat sembuh Papah." gumam Alle sembari mengusap lengan Papah Johan.
"Kamu begitu menyayangi Pak Johan ya Al." Sus Riri terlihat begitu kagum dengan ketulusan Alle, meskipun bukan ayah kandungnya Alle begitu menyayangi pria itu dengan begitu dalam, bahkan sebelum dekat dengan Alle, dia sering melihat Alle menangis di samping Pak Johan.
"Iyah, Pah Johan sudah aku anggap seperti Papahku sendiri kak, karena memang aku dulu begitu dekat dengan mendiang papah aku Kak, dan Papah Johan begitu mirip dengan Papah, baik, dan sangat tulus, juga menyayangiku." jelas alis sembari tersenyum lembut pada Papah Johan yang terlihat kembali melamun.
"Ah, Iyah Al, kemarin kakak liat Ares kesini." ungkap Sus Riri baru mengingat.
"Hah, Iyah? sayang sekali aku nggak ke sini kemarin." wajah Alle terlihat sedih.
"Tapi Al, dia datang bersama Kara."
"APA?" kaget Alle, dia tak menyangka jika Ares dengan mudahnya mengenalkan Papah Johan pada Kara yang menurutnya orang baru.
"Iyah, Kakak aja awalnya kaget tapi kakak pura-pura ngak tau malahan Ares mengenali ceweknya itu ke kakak, kalau itu cewek barunya." jelas Sus Riri lagi, membuat wajah Alle seketika menyendu. Sus Riri melihat itu menjadi merasa bersalah. tapi memang begitu kenyataannya, namun dia rasa melihat gelagat ares yang selalu tertarik dengan pembahasannya saat mengenai Alle sepertinya Aris masih menyimpan rasa pada Alle.
Namun Sus Riri tak mengatakannya, dia takut jika Alle nanti malahan berharap lebih yang belum tentu apa yang dipikirkannya.
"Eh, tapi Kakak dengar sesuatu Al."
"Dengar apa Kak?" tanya Ale penasaran.
"Saat mau pulang Kakak mendengar kalau mereka membicarakan rahasia, dan hanya mereka saja yang boleh tahu."
Wajah Alle langsung terkejut. "Tuhkan udah Alle duga, kalau anak Kara bukan anak Kak Ares."