NovelToon NovelToon
Sisa Rasa Rosa

Sisa Rasa Rosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:694
Nilai: 5
Nama Author: Noey Ismii

Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?


Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tawa Rosa

Rosa sama sekali tidak menyangka Angkasa akan membawanya ke tempat seperti ini. Angkasa bilang, “Kita jalan-jalan ke tempat yang belum pernah kamu datangi. Anggap aja kamu turis hari ini.”

Tapi ini jauh dari apa yang bisa Rosa bayangkan.

Setelah melaju selama sejam di jalan yang meliuk-liuk dan menanjak, mereka sampai di tempat wisata yang ramai. Banyak anak-anak dan orang dewasa. Ini benar-benar tempat turis.

Hijau pemandangan di depannya sebenarnya sangat indah. Rosa menyukai ide Angkasa yang membawanya ke suasana desa seperti ini.

Dengan pemandangan alam yang tidak diubah, wahana-wahana untuk anak-anak tersebar disana. Sepertinya untuk dewasa juga, karena samar Rosa mendengar teriakan orang dewasa yang menaiki wahana.

Lalu matanya bisa melihatnya, sebuah bianglala raksasa bagian terjauh dari taman bermain ini.

Rosa tersenyum, tapi ia melirik Angkasa dan menggeleng. “Aku bukan anak-anak lagi, Kak Angkasa,” keluh Rosa saat berjalan diantara anak-anak yang mengantri masuk ke tempat seperti kastil.

“Panggil Asa aja,” Angkasa tersenyum mendengar keengganan di suara Rosa. “Kita bisa ikut coba juga, kok,” katanya.

Angkasa memang benar. Disana banyak juga anak remaja seumurannya yang sama-sama mengantre. Rosa hanya tersenyum samar saat matanya berkeliling melihat wahana di depannya.

“Kita janjian buat beli es krim, kan, Kak Asa,” Rosa sekarang berbisik karena tak mau menganggu.

Angkasa mendekatkan bibirnya ke telinga Rosa, “Kita bisa beli es krim sepulang dari sini. Gue mau main dulu,” katanya.

Sebuah percakapan yang biasa, tapi merasakan napas Angkasa di telinganya membuat Rosa membeku. Dia menyesali keputusannya untuk bicara berbisik-bisik.

Hari ini Rosa memakai jeans dengan blouse putih berenda tanpa lengan, lalu ditambah dengan cardigan tebal biru muda. Dia mempersiapkannya karena Angkasa, karena motornya lebih tepatnya. Terakhir dia naik motor tinggi itu dengan rok sekolah yang panjang dia kepayahan sendiri. Tapi ternyata pakai celana jeans pun sama susahnya.

Setelah menunggu tak lama, giliran mereka tiba. Selesai berkeliling mini kastil itu, mereka mengantre wahana lain. Rosa tersenyum saat seekor kelinci mendatanginya dan memakan wortel dari tangannya. Kelinci putih itu sudah sangat bersahabat dengan manusia, mungkin karena setiap hari bertemu dan berinteraksi dengan manusia.

Mereka juga mencoba mainan lainnya. Ada roller coaster mini, ayunan, jalan-jalan di track mengelilingi taman bunga. Rosa melirik antrian bianglala dan dia langsung menggeleng. sepertinya butuh waktu seharian kalau mereka masuk ke antrian sekarang.

“Kamu mau naik itu?” tunjuk Angkasa.

Rosa menggeleng lagi, “Antriannya lebih banyak dari wahana lain, Kak Asa. Kita bisa seharian di sana kalau mau naik itu. Yang lain aja,” jawabnya.

Saat Rosa bicara yang lain saja, ia pikir Angkasa akan membawanya ke salah satu istana boneka. Tapi Rosa salah, mereka sudah sampai ke tempat seluncuran pelangi.

“Ini yang lagi terkenal, Sa, gue pengen coba. Tapi kalau sendiri datangnya rasanya ngenes juga,” kata Angkasa sambil menatap Rosa yang tak percaya mau saja ditarik ke bagian itu.

“Aku gak naik deh, Kak,” tolaknya saat tiba giliran mereka. Rosa melihatnya dengan ngeri. “Aku takut, gak berani,” katanya lagi.

Tangan Angkasa menggenggam tangan Rosa, “Percaya deh, ini seru. Lo boleh ngambek lagi seminggu kalau ini gak seru,” katanya meyakinkan.

Rosa menepuk pelan lengan Angkasa sambil tersenyum kaku.

Angkasa tertawa.

Dengan berat hati, Rosa melangkah. Dia hanya bisa pasrah mengikuti instruksi dari petugas perosotan itu. Setelah duduk di ban besar yang akan membawanya meluncur. Matanya menatap Angkasa di sebelahnya. Tangan Angkasa kembali terulur.

“Pegang aja kalau takut,” katanya sambil tersenyum.

Tanpa sadar dia menyambut uluran tangan cowok itu. Kemudian tiba-tiba saja dia merasa berputar. Matanya menangkap kilatan warna-warni yang berubah-ubah. Dengan empasan angin di wajahnya. Dan jantungnya yang terasa ikut jatuh. Rosa berteriak. Teriakan lepas yang baru sekali ini dikeluarkannya.

Kemudian secepat dia meluncur, ban yang menopang tubuhnya langsung menabrak tumpukan bantal dan bola-bola warna-warni.

Rosa tertawa.

Benar-benar tawa lepas tanpa beban.

Untuk pertama kalinya sejak dia datang ke Bandung, Rosa merasa sesak yang menghimpit dadanya terlepas. Dia bisa bernapas dengan lega. Debaran jantungnya bukan berdentum karena sesak, tapi berdegup dengan ringan. Seakan beban berat di hatinya terlepas bersamaan dengan tubuhnya yang menabrak tumpukan bola-bola.

Angkasa hanya terpaku melihat tawa itu. Cantik. Matanya yang menghilang jadi garis. Deretan giginya yang tak pernah terlihat karena selalu menutup rapat bibirnya. Kilauan bahagia yang tak pernah terpancar sebelumnya. Membuat cowok itu terpaku.

Rosa membuka mata. Tatapannya langsung mengunci cowok yang menjulang di depannya. Senyumnya masih terkembang, “Kak Asa,” panggilnya dengan lantang, “ini seruu!” teriaknya.

Mata Angkasa sungguh tak bisa berpaling dari kilauan yang terpancar dari mata gadis di hadapannya itu. Dia takjub. Senyumnya ikut terkembang, tangannya segera terulur untuk membantu Rosa bangun.

Tanpa ragu, Rosa menerima uluran tangan Angkasa. Dia bangkit sambil masih tertawa. “Kita boleh main sekali lagi?” tanyanya antusias.

Angkasa mengangguk mengiyakan. Dia tidak bisa berkata tidak pada wajah cantik di hadapannya itu. Masih menggenggam tangan ramping Rosa, mereka berjalan kembali ke atas.

Dan meluncur sekali lagi.

Rosa menolak saat Angkasa kembali menawarinya untuk naik ketiga kalinya.

“Cukup, Kak, ini menyenangkan banget,” komentarnya.

Mereka kemudian berjalan ke arah kafetaria. Setelah berjalan kesana-kemari akhirnya lapar juga.

Rosa baru sadar tadi pagi dia hanya makan roti dan susu yang dibuat sendiri. Dia sama sekali tidak menyentuh cookies yang terhidang juga di sana. Tapi saat Rosa sudah mau pergi, Rama segera menghampirinya dan memberikan bekal cookies itu.

Jadi sambil berjalan di jalan penuh bunga tadi, mereka menghabiskan dua cookies berukuran besar buatan Rama. Angkasa bilang untuk ukuran buatan cowok, cookies itu enak. Tapi untuk Rosa yang tidak bisa membuat apa-apa, cookies itu luar biasa. Rosa bahkan sedikit menyesal karena kemarin meninggalkan cookies hangat begitu saja di dalam oven.

Dan siang ini, keduanya kelaparan setelah bersenang-senang. Rosa baru akan menggeser kursi saat Angkasa mendahuluinya, mempersilakan Rosa duduk. Dia diam sebentar menatap Angkasa, tapi mata itu menguncinya dengan lembut.

Rosa segera duduk.

Menutupi wajahnya yang merah karena malu, Rosa memalingkan pandangan ke arah danau buatan di pinggir kafetaria. Mereka hanya tinggal menunggu pesanan datang setelah memilih menu dan membayarnya lebih dulu.

Rosa ingin membayar makanan mereka tapi Angkasa bilang itu tanggung jawabnya karena dia yang ngajak.

Rosa mendebatnya karena Angkasa sudah membayar tiket masuk dan tiket wahana bermain.

Tapi Angkasa bilang itu memang sudah tugasnya cowok yang ngajak. Jadilah Rosa membiarkannya kembali ditraktir cowok ini.

“Seru kan?” tanya Angkasa memecah keheningan canggung diantara mereka.

Rosa membalikan muka, kembali menatap Angkasa yang duduk di hadapannya. Dia mengangguk, “Seru banget, Kak, aku gak nyangka seseru itu karena keliatannya serem,” jawabnya dengan tulus.

Mata Angkasa masih menatap lurus, “Gak seseram keliatannya kan?” tanyanya lagi.

Rosa tertawa kecil, “Iya,” dia mengakui.

“Jadi lo gak akan ngambek seminggu lagi kan?” tanya Angkasa lagi.

Rosa tertawa mendengarnya. Dia menatap Angkasa lalu menggeleng masih dengan senyum

yang ada di bibirnya.

-o0o-

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!