" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hujan deras sepuluh tahun lalu
Hari itu hujan turun deras, petir juga menyambar beberapa kali.
Mega yang sedang dirumah sendiri itu tentu saja takut, apalagi lampu tiba tiba mati.
" Mega sedang dirumah sendirian Wira?!" kata asri pada putranya yang sedang menyalakan lilin untuk penerangan.
" memangnya Kakung dan uti kemana?" tanya Wira memberikan lilin yang sudah menyala itu pada ibunya.
" Kakung dan uti ke malang, berangkat setelah magrib tadi,"
" lalu buk Parni?"
" buk Parni sepertinya ikut Wira, karena buk Parni juga ada kepentingan di kota, kalau tidak salah sekalian menjenguk anak anaknya," jelas ibunya,
" berarti dari tadi Mega sendirian?" Wira bangkit dari duduknya,
" iya, kau Temanilah Wira, sampai Kakung dan uti datang, takutnya lampu matinya sampai malam..
Dia pasti ketakutan sendirian,"
mendengar ucapan ibunya, Wira segera mengambil payung,
" bawalah senter dan beberapa lilin, untuk berjaga jaga, takutnya tidak ada persediaan lilin disana?" ibunya memberikan beberapa lilin dan sebuah senter.
Wira menerimanya, dan segera berangkat, menembus hujan dengan payungnya.
Wira memasuki halaman yang gelap gulita itu, tidak lupa dengan senternya untuk menerangi jalannya.
" Mega?!" panggil Wira sembari mengetuk pintu rumah Kakung.
" Mega! Buka pintunya! Ini aku?!" panggil Wira lebih keras.
Sementara kilat menyambar di langit.
Jangankan Mega, Wira saja sedikit bergidik dengan situasi ini.
Hujan lebat, lampu mati, belum lagi kilat dan petirnya.
Tidak lama pintu itu terbuka,
terlihat wajah Mega yang tegang,
" kenapa tidak bilang kalau sendirian dari tadi?" tuntut Wira,
" aku baik baik saja mas, sampai akhirnya lampunya mati.." jawab Mega lirih, terlihat gadis itu takut.
" ayo masuk!" ajak Wira, dan keduanya masuk ke dalam rumah.
Rupanya Mega sudah menyalakan beberapa lilin,
" baguslah, kukira tidak ada lilin," ujar Wira,
" aku mencarinya, di kamar buk Parni.." jawab Mega.
" kau sudah makan?" tanya Wira tiba tiba khawatir kalau gadis itu belum makan.
" Sudah, tadi setelah magrib.."
" kalau belum makan kuambilkan Dirumah,"
" sudah, buk Parni masak sebelum berangkat..".
Wira menatap sekeliling ruangan, rumah besar ini masih begitu gelap meski sudah di beri beberapa lilin.
" Ini sudah malam, tidurlah.. Kau besok sekolah.." kata Wira duduk disamping Mega,
Mega menggeleng, meski dengan cahaya yang redup, Wira dapat melihat jelas keresahan gadis itu.
" kenapa? Aku tidak akan kemana mana, akan kutemani sampai Kakung pulang,"
tapi Mega masih tetap menggeleng,
" mas kan tau, aku tidak bisa tidur dalam keadaan gelap," ujar Mega pelan.
" aku lupa.." kata Wira, benar.. sejak kecil Mega terbiasa tidur dengan lampu menyala,
gadis ini takut sekali pada gelap.
Wira menghela nafas pelan,
" tapi ini sudah malam, cobalah tidur dengan penerangan lilin..",
" aku tidak mau tidur, aku takut memejamkan mata mas?"
" terus bagaimana? Mau tidak tidur? besok sekolah Mega.."
" tunggu lampu menyala saja,"
" masalahnya kita tidak tau kapan lampu menyala.." Wira lagi lagi menghela nafas panjang.
Lama keduanya duduk di sofa besar itu berdua, sofa tengah, tempat Kakung dan uti biasanya menonton TV.
Namun sejam lebih berlalu, hujan di luar juga bukannya semakin reda, malah semakin deras.
" Pindahlah ke kamar, dan cobalah tidur.." kata Wira,
" tidak, aku takut.." Mega menolak,
" tidak ada apapun Mega, aku disini.. Menjagamu.." Wira membelai kepala Mega dengan lembut, ingin meyakinkan gadis itu kalau ia tidak akan beranjak kemana mana dan akan tetap disini menunggunya.
" tidak, gelap.. Kalau ada petir menyambar bagaimana?"
" petir menyambar kan diluar?"
" tapi tetap saja, mana bisa aku tidur mas? Pokoknya tidak mau, sudah gelap, banyak petir..?!" Mega benar benar tidak mau pergi ke kamarnya.
" Ya sudah, tidurlah disini saja kalau begitu," Wira menyediakan bantal,
Tapi bukannya tidur di bantal, Mega malah tidur di pangkuan Wira.
" Kau ini memang.." gumam Wira sembari mencubit hidung mega.
" bantal itu lebih empuk dari pada pahaku Mega.."
" tidak, kalau aku tidur di bantal, aku tidak akan tau kalau mas pergi?"
" hei.. Memangnya aku mau kemana??"
" entahlah, pokoknya Mega mau tidur begini saja."
Wira hanya bisa tersenyum mendengar itu,
" ya sudah.. tidurlah," kata Wira sembari membelai lembut wajah Mega.
Beberapa menit berlalu, mata Mega sudah terpejam, namun Wira tidak tau gadis itu benar benar tertidur atau tidak, karena gerak tubuhnya terlihat begitu resah.
Wira menatap wajah gadis itu dalam keremangan cahaya lilin.
Mega yang terpejam itu tiba tiba membuka matanya,
Saat itulah tatapan keduanya beradu.
Ada arus yang berbeda, arus yang membawa keduanya larut ke dalam situasi yang ganjil dan pekat.
Arus yang membuat Wira begitu ingin menyentuh Mega.
Entah apa yang terjadi, tanpa disadari tangan Wira menyentuh lembut bibir Mega,
setelah bibir tangan itu beralih ke rambut Mega.
Ada dorongan yang kuat dalam dirinya untuk merengkuh Mega yang sedang berada di pangkuannya.
Di dekatkan wajahnya pada Mega, lalu di ciumnya bibir gadis itu, dengan hati hati dan selembut mungkin.
Sungguh di luar dugaan, Mega menyambut ciuman Wira.
Tangan gadis itu terangkat, dan melingkar di leher Wira.
mendapat sambutan yang begitu mesra tentu saja Wira kehilangan akal sehatnya.
hasrat mendorong pemuda berusia dua puluh tahun itu untuk bersikap lebih berani.
Apalagi tidak ada penolakan sedikitpun dari Mega.
Wira menatap wajah cantik yang terkena bias cahaya lilin itu,
Ia sudah tidak berdaya, hatinya sudah ia serahkan sejak dulu pada Mega.
Dan ia pun sudah berjanji hanya akan menjadi suami dari gadis yang berada di hadapannya itu.
Mega pun demikian, ia sudah mengucapkan janjinya untuk menjadi istri Wira.
Melihat tatapan Wira, Mega menjatuhkan dirinya di dada Wira.
Seluruh tubuhnya rasanya sudah lemas, ciuman Wira bahkan masih membekas di bibirnya.
Dengan gerakan pelan tapi pasti, Wira mengangkat tubuh Mega yang sedang berada di atas pangkuannya.
laki laki itu membawa Mega ke dalam kamarnya.
Kamar yang hanya ada satu penerangan lilin didalamnya.
Di rebahkan nya tubuh Mega di atas tempat tidur.
Bukannya mendorong wira, Mega malah menarik Wira agar terus disampingnya, seakan tidak mau di tinggalkan.
Malam itu hujan masih deras, suasana pun masih remang dan gelap.
cahaya lilin yang memantul dari kaca rias Mega menjadi saksi,
bahwa Wira dan Mega telah menjadi satu malam ini.
Kasih sayang yang sudah lama Wira rasakan pada Mega, kini ia lampiaskan semuanya.
Ia tunjukkan sehabis habisnya agar Mega tau bahwa dirinya adalah segalanya bagi Wira.
Suara genting yang bertabrakan dengan air hujan Masih terdengar begitu keras.
Wira bangun dari tempat tidur Mega,
Sementara Mega yang kelelahan tampak tidak bergerak, sepertinya mega tertidur pulas.
Tentu saja, ini sudah sangat larut,
lilin di kamar Mega bahkan sudah pendek dan cahayanya mulai redup.
Wira duduk di samping tempat tidur, menatap Mega dengan tekun, bahkan membelai dan mencium rambut gadis itu, sepert tidak ada habisnya rasa sayangnya pada Mega.
Tapi rasa bersalah tiba tiba tumbuh,
gadis yang ia jaga baik baik sedari kecil itu,
kini bukanlah 'gadis' lagi.
Wira telah merenggutnya,
" Aku sungguh akan menikahimu, aku akan bertanggung jawab pada apa yang sudah kulakukan terhadapmu..
Mega,
Aku bukanlah seseorang yang hebat,
tapi aku akan berusaha yang terbaik demi bisa bersatu denganmu di masa depan.." ucap Wira lirih, namun rupanya ucapan itu terdengar oleh Mega,
Perempuan itu tiba tiba membuka matanya, dengan mata berkaca kaca perempuan itu menatap Wira,
" maafkan aku Mega.. aku bersalah.." ucap Wira sayu,
Mega tidak menjawab,
akan tetapi gadis itu bangkit, ia lagi lagi menjatuhkan dirinya di dada Wira.
" kau sudah janji ya? Kau sudah janji bahwa tidak akan ada perempuan lain selain aku di hidupmu mas.." suara Mega lirih, dengan wajah yang ia sembunyikan di dada Wira.
" Iya, aku berjanji, aku milikmu Mega.." Wira memeluk Mega, pelukan yang erat.
msh ada hati dn perasaan sedih lihat anknya bersimpuh.. menyelamatkan dirinya. 🙄
mbk Ayu the best ❤❤❤