Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 Pemilik Mata
Sebagai seorang dokter, tentu saja dia merasa bersalah. Tapi apa mau dikata, kalau takdir berkehendak seperti itu.
Di lain tempat
Eriza melihat ke arah jalanan. Dia merasa seperti melihat Raya, tapi tidak mungkin. Dia hanya melihat Keanu, Virza dan Vindra yang ada di sana. Gadis itu menghela nafas berkali-kali.
"Kamu kenapa, Er?"
"Gak apa."
Raya, bagaimana keadaan kamu saat ini?
Raya tiba di hotel di waktu yang tidak terlalu lama dengan Nina.
"Ayo kita ke bandara," ucap mereka.
Tidak perlu lagi bertanya kenapa, sepertinya mereka sama-sama tahu. Meski jam penerbangan mereka masih sangat lama, tapi lebih baik menunggu di bandara daripada di sini namun selalu dihantui ketakutan, seolah Rayalah penjahatnya.
"Maafkan mommy, ya, Rean, Rion."
Kedua anak itu diam saja, bukan berarti mereka tidak tahu, kalau sejak datang ke kota ini, Raya dan Nina seperti orang yang selalu ketakutan. Dalam hati mereka berpikir, apa di tempat ini ada ayah mereka? Siapa pria itu?
Bisakah mereka bertemu dengannya. Mereka ingin memiliki ayah, tapi takut untuk mengatakannya. Mereka juga ingin seperti anak-anak yang lain. Mungkin jika mereka memiliki ayah, hidup mereka akan lebih baik. Bisa pergi berlibur setiap minggu, atau setidaknya sebulan sekali.
"Apa sebaiknya kita di sini saja sampai nanti sore? Aku jadi tidak tega dengan anak-anak," ucap Raya.
Rion sedang bersandar sambil sesekali memejamkan matanya.
"Aku rasa juga sebaiknya begitu. Kita tidak boleh egois, hanya karena masalah kita, mereka yang menjadi korban."
Keanu telah kembali ke kantornya. Dia meletakkan jasnya dan melonggarkan dasi. Hanya duduk saja yang pria tampan itu lakukan hingga menjelang sore. Bukan karena tidak ada pekerjaan, tapi karena tidak bisa konsentrasi.
Biasanya, tidak akan ada hal yang bisa menggangu konsentrasinya.
Raya dan yang lain kini sedang dalam perjalanan menuju bandara. Untung saja tadi mereka memutuskan untuk berdiam dulu di hotel, karena ternyata Rean dan Rion tertidur sangat nyenyak.
Pukul sembilan, pesawat lepas landas. langit malam yang diterangi oleh lampu-lampu kota dan kendaraan, yang semakin lama semakin terlihat kecil. Rean dan Rion terus memperhatikan keindahan malam itu.
"Apa nanti kita ke sini lagi?"
"Tidak."
Rean diam saja mendengar jawaban singkat itu. Namun dalam hati, dia ingin ke tempat ini lagi. Seperti ada magnet yang menarik dirinya. Begitu juga dengan Rion. Kedua anak itu sehati, memikirkan hal yang sama, juga merasakan hal yang sama.
Tidak ada yang pernah membahas tentang ayah mereka. Baik nama, pekerjaan, atau hal lainnya.
Keanu sedang menatap langit, lampu pesawat nampak kelap kelip di kejauhan sana. Terbang tinggi dan semakin jauh.
"Lihat apa?" tanya Vindra.
Melihat Keanu yang diam saja, Vindra ikut menatap langit.
Raya akhirnya tiba juga, menggendong Rean yang tidur, sedangkan Nina menggendong Rion.
"Akhirnya, aku bisa melihat kasur lagi," ucap Nina setelah tiba di rumah.
Rean dan Rion ditidurkan di kasur, tidak merasa terganggu sedikit pun. Raya memasak nasi, sementara Nina tidur di sebelah Rean dan Rion. Perempuan itu langsung memeriksa grup chat dan email. Apa ada tugas kuliah atau pekerjaan yang harus dilakukan.
Ya, tidak ada waktu untuk bersantai. Meskipun dia telah menang, bukan berarti dia bisa berleha-leha. Entah kenapa, sejak pertemuannya kembali dengan Keanu, perasaan Raya selalu gelisah. Dia merasa akan ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi.
Tahu rasanya dikejar-kejar oleh penjahat? Ya, rasanya seperti itu. Raya lalu membuka tugas yang diberikan oleh dosen. Beberapa makalah harus dia buat. Raya kini fokus mengerjakan tugasnya, juga membaca buku tentang hukum dan HAM.
Dua hari kemudian
Keanu, Vindra dan Virza akan pergi untuk mengurus perusahaan milik mereka bertiga. Awalnya hanya iseng-iseng saja saat masih sekolah dulu, tapi ternyata dari hobi itu, malah jadi berkembang.
"Kenapa harus bertiga? Kalian berdua saja kan bisa?" tanya Keanu.
"Anggap saja ini liburan. Oya, desain dari mahasiswi itu, katanya sudah diambil sama salah satu perusahaan," ucap Virza, antara bertanya tapi juga memberi tahu.
Keanu diam saja, tidak terlihat tertarik dengan pembicaraan ini.
"Aku dengar, katanya dia mahasiswi berprestasi di kampusnya, dan saat ini sudah bekerja di salah satu perusahaan juga sebagai karyawan freelance."
"Kenapa kamu banyak tahu?" tanya Keanu.
"Dari dosennya. Memangnya kamu tidak membaca biodatanya?"
"Gak penting."
Kini mereka tiba di bandara. Kedatangan mereka menjadi perhatian orang-orang. Wajah tampan dengan barang-barang branded. Meski hanya memakai kemeja, tapi mampu membuat kaum hawa terpesona.
Mereka memasuki jet pribadi milik Keanu. Keanu menatap langit yang cerah, jendela yang memantulkan wajahnya yang berahang tegas.
Perlahan matanya terpejam, dan mimpi itu kembali datang, dengan teriakan memilukan. Jari-jari kecil menggerayanginya tubuhnya, terasa dingin dan terlihat membiru. Lalu Keanu melihat bola mata, yang menggambarkan kesedihan dan kesaktian. Kenai belum pernah melihat wajah yang semenyedihkan itu sebelumnya.
Siapa pemilik mata itu. Mata yang indah, tapi memendam duka.
Mengapa daddy menyakiti aku? Kenapa tidak peduli apa kami? Daddy ingin membunuhku?
"Aaaa, jangan, jangan! Tidak!"
"Keanu! Keanu!"
Keanu berusaha menggapai apa saja untuk mempertahankan tubuhnya agar tidak jatuh. Dia menghirup udara banyak-banyak. Tangannya mencengkram dengan erat.
"Keanu, kamu kenapa?" tanya Vindra dengan wajah cemas.
Saat Keanu melihat Vindra, dia lalu melihat ke sekelilingnya, dan langsung terlonjak keget, seolah tubuhnya melayang, dan kembali peregangan erat.
"Kamu kenapa, sih, bersikap seolah jet ini akan jatuh?"
Vindra langsung digeplak dengan kencang oleh Virza.
"Ngomong jangan sembarangan. Bagaimana kalau ucapan kamu itu langsung terkabul?"
"Bukan salahku, salah sendiri kenapa Keanu bersikap kaya begitu? Seolah sedang terjun bebas ke jurang atau tenggelam!"
Virza meringis, karena sebenarnya apa yang dikatakan oleh Vindra itu memang benar.
"Ini, minum dulu, lalu atur pernafasan kamu."
Setelah minum, Keanu menyeka keringatnya.
"Mimpi apa, sih?"
Keanu diam saja, hanya memandang hamparan awan di luar sana. Pramugari lalu membawakan makanan dan minuman.
"Ayo makan, isi tenaga kamu."
Keanu masih diam, memikirkan mimpi itu terus.
Kenapa perempuan itu harus datang lagi? Seharusnya dia tetap pergi jauh, dan tidak pernah kembali.
Rean dan Rion sedang mengotak-atik laptop milik Nina. Kedua anak itu terlihat serius, tidak seperti anak seumurannya. Hanya ada mereka berdua saja di rumah, karena Nina dan Raya yang sibuk bekerja.
Rion lalu mengambil nasi, telur ceplok dan sayur yang sudah dibuat oleh Nina dan Raya. Tidak ada makanan yang istimewa, tapi Rean dan Rion tidak pernah mengeluh.
"Kapan kita bisa bertemu dengan ayah?"