Dua tahun yang lalu, Suami dan Ibu mertua mengusir setelah menceraikannya.
Dena sedang hamil pada saat itu, Suami yang sedari awal pernikahan sangat membencinya dan mengganggap anak dalam kandungan Dena bukan hasil perbuatannya tanpa perasaan mengusirnya dari rumah.
Kini Dena kembali sebagai orang berbeda yang masuk dalam keluarga mantan Suaminya.
Ia akan balas dendam!
Membalaskan perasaan sakit hati yang Rafa dan keluarga berikan padanya bertubi-tubi lebih sakit dari yang ia rasakan selama pernikahan yang sungguh menyakitkan itu!
Apa rencana Dena akan berhasil? Atau dia malah terjebak sebagai 'wanita' yang dicintai Rafa setelah penampilannya berubah?
Kalau suka, berikan like, komentar, dan vote, gift ya…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OO SWEETIE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Kenapa Aku Membantunya?
POV Dena
Sudah sebulan aku bekerja di perusahaan warisanku, setiap hari terlihat baik-baik saja, tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku dan Rafa bekerja seharusnya, ada jaga jarak dan menganggap satu sama lain seperti rekan kerja. Namun, ada yang aneh yang sebenarnya kupertanyakan dari rekan kerjaku, wajahnya terlihat pucat dan lesu. Hanya saja penampilannya tidak mempengaruhi produktivitas pekerjaanya. Jadi aku cukup berpikir, kalau dia hanya memiliki masalah di rumah dan dilingkungan keluarganya saja.
Suatu malam, ketika kami ada rapat penting di luar kota, dia mengendarai mobil, kami baru selesai rapat.
"Nyonya, apa hari ini kita perlu istirahat? Saya baru memesan tiket pesawat, tapi pagi hari pukul enam baru berangkat. Apa kita perlu memesan hotel?"
Aku berpikir, ini sedikit aneh. Ada sedikit pikiran buruk saat dia selesai mengatakannya.
"Tapi kurasa tidak perlu," ucapku ragu.
"Kenapa nyonya? Bukannya itu bagus, kalau kita bermalam di hotel, nyonya bisa istirahat dengan tenang dan bisa menghemat energi untuk besok? Atau nyonya takut kalau saya akan maca-macam? Tenang nyonya, kita bukan sepasang suami istri dan saya sudah menceraikan anda beberapa tahun lalu, saya menyesal untuk kelakuan buruk selama setengah tahun pernikahan kita jadi tidak mungkin melakukan kesalahan gila itu lagi..." kata-kata penyesalan oleh Rafa yang terdengar cukup menyesal.
"Itu sudah masalalu," balasku tidak mau memperpanjang kisah dahulu yang seketika membuat darah ini berdesir dan rasa ingin marah menguasai. Sekilas kulihat wajahnya yang sedih dan sedang menyeka air mata. Penglihatan sekilas ini membuatku bertanya, apakah yang terjadi selama dua tahun ini. Apa dia berniat ingin kembali lagi padaku? Ah, tidak. Tujuanku kembali hanya untuk balas dendam. Pertama membuatnya nyaman denganku lalu dengan kejamnya, diri ini akan mencampakkannya seperti yang pernah dia lakukan!
Jangan lupa juga tentang ibu mertua yang kejam dan rekan-rekan di balik tiranya itu. Sejujurnya aku belum memikirkan tentang apa yang harus kulakukan padanya atas hasutan yang membuatku hidup penuh tekanan tiap hari selama pernikahan!
"Jadi apa keputusan nyonya?" tanyanya.
Aku melihat jam di tanganku, pukul sebelas lima puluh, waktu yang terlalu malam untuk berpikir. Lagi pun diri ini sudah sangat lelah. "Carikan hotel untuk istirahat," perintahku.
"Nyonya punya kartu untuk mengakses semua kamar di hotel seluruh negara. Kamar VVIP dan itu adalah milik nyonya."
Sedikit ada rasa keterkejutan, tapi memang aku pernah melihat bagian itu di surat waris. Dan mungkin Rafa juga sudah sering menggunakannya saat berpergian ke luar kota atau negeri. Sekarang kami ada di Batam, provinsi Kepulauan Riau, tiada teman atau kerabat untuk dijumpai setidaknya menginap. Tapi apa kini aku adalah Dena Aulia yang miskin? Rasanya tidak, aku Dena Aulia yang kaya dan berada! "Baik, mungkin mendatangi hotel lebih baik," ucapku sedikit bodoh, maklum ini perjalanan bisnisku yang pertama keluar kota.
***
Rafa memarkirkan mobil di parkiran hotel, keadaan lumayan sepi dan kami berdua perlahan turun dari mobil. Dia membukakan pintu untukku seperti seorang prajurit untuk putri istana.
Namun mataku seketika terbelalak saat melihatnya memegang kepala dan jatuh tepat di depanku.
Sigap, tangan ini menahannya agar tidak jatuh. "Rafa, Rafa… kamu kenapa? Aduh, jangan bercanda, saya jadi panik nih." aku berteriak memanggil namanya. Kutepuk-tepuk pipinya namun tidak melihat reaksi apapun.
Tubuhnya lumayan berat, tubuku yang kurus dengan sepatu hak tinggi tidak mampu menopangnya lebih lama.
Terpaksa aku memasukkannya ke dalam mobil dan menjalankan mobil ke rumah sakit terdekat.
Dengan bantuan google maps, diri ini sesampai ke rumah sakit. Kupanggil petugas dan mereka segera bertindak meski jelas aku orang baru di kota ini.
Aku menunggu hasil dari dokter ketika Rafa sedang diperiksa.
Dan sebuah pertanyaan entah darimana muncul di hatiku.
Kenapa aku membantunya?