Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Malam harinya Evan membawa Jelita berkunjung kerumah Sasongko. Saat mereka datang terlihat keadaan Sasongko tidak sedang baik. Dia duduk diruang tengah sedang dilayani minum obat oleh pelayan rumah. Tubuhnya terlihat sedikit kurus dan agak pucat.
Jelita tak mampu menahan diri, dia menghambur memeluk pria tua itu.
"Ada angin apa ini?" Tanya Sasongko sembari memeluk Jelita erat. Jelita ingin menagis rasanya, tapi sebisa mungkin dia tahan.
"Angin surga dari menantu papa tuh, dia ingin aku sedikit berbakti dengan pak tua ini," ucap Jelita sembari mengecup pipi keriput Sasongko.
"Haaa, baguslah kalau kau masih ingat dengan pak tua ini."
"Mana mungkin aku lupa, pak tua ini belum memberikan seperpun hartanya atas namaku." sungut Jelita. Sasongko kembali terbahak, harta yang paling berharga yang dia punya, kini sudah bertambah dewasa. Evan tidak mengecewakan kepercayaannya mampu merubah Jelita dalam waktu sekejab.
Canda tawa terdengar diruang keluarga, hanya ngobrol ringan saja. Tapi sudah sangat lama tidak pernah mereka lakukan. Saat belum menikah dunia Jelita hanya bermain dengan temannya diluar rumah. Tapi cerita Evan tadi siang tentang penyakit sasongko membuat Jelita sadar, dia telah membuang waktu berharganya dengan sia-sia selama ini. Saat papanya dalam keadaan sakit dan tak tau berumur panjang, dia baru meluangkan waktu. Itupun tak tau bisa berapa lama.
"Sudah malam, papa mau istrhat. Kamu juga bawa Evan istrhat, dia juga lelah seharian bekerja," ujar Sasongko pada Jelita. Dia memang terlihat lelah dan butuh istrhat, apa lagi tubuhnya masih dalam keadaan pemulihan pasca sakit.
"Biar aku antar pa," sahut Jelita sembari beranjak menghampiri Sasongko, membantunya berdiri, lalau membawanya masuk kedalam kamar. Sementara Evan mengikuti dari belakang.
"Tidur yang nyenyak," ujar Jelita sembari menyelimuti tubuh Sasongko yang sudah berbaring di kasur. Lalu men cium pipi Sasongko penuh kasi sayang. Sasongko mengangguk pelan. Lalu menatap Evan lembut.
"Evan terimakasih sudah menjaga Jelita dengan benar."
"Itu sudah kewajiban saya tuan, mejaga nona muda."
"Nona muda siapa? Aku ini istrimu!" Salak Jelita galak. Sasongko hanya bisa menggeleng kepala melihat itu. Tapi ada perasaan bahagia didalam hatinya, bahwa Evan mamapu menundukkan Jelita.
Kamar mewah ini sudah sangat lama tidak dia tinggali. Betapa Sasongko memanjakan Vero bisa terlihat dari isi kamar ini. Isi kamar ini semua branded dari prabotan sampai isi lemari.
Evan tengah berbaring diatas ranjang berbantal lengan. Sementara Vero bergelayut manja pada dada bidangnya.
"Van kalau aku bukan nona muda Sasongko apa kau masih menyukaiku?" Tanya Jelita sembari memainkan jemari kokoh Evan yang terasa kasar pada telapak tangannya.
"Itu tidak mungkin. Hanya karena ada nama Sasongko dibelakang namamu makanya aku bisa suka." Sahut Evan dengan santai. Mendengar itu Jelita menarik tubuhnya setengah berdiri, menatap Evan yang berada dibawahnya dengan mata membulat.
"Sudah kuduga kau memang hanya memandang hartaku. Aku sudah curiga saat kau lebih memilihku ketimbang Kiara yang sudah dekat denganmu begitu lama." Sungut Jelita. Tapi kata-kata ini hanya sekedar candaan. Sesungguhnya Jelita bisa merasakan ketulusan Evan padanya.
"Sudah terlambat untuk menyesal, jadi tetaplah disisiku. Jangan lari berbalik arah," bisik Evan sembari meraih tubuh Jelita jatuh kepelukannya.
Jelita tak menyahut, dia memilih menikmati sentuhan lembut bibir Evan diceruk lehernya. Hembusan napas Evan terasa begitu hangat, meremangkan bulu kuduknya.
Tapi hanya sesaat, Eva sudah melepas sentuhanya lagi.
"Pagi nanti, bantu aku membuat sarapan pagi untuk tuan. Gunakan waktumu sebaik mungkin biarkan dia merasakan perhatian dan kasih sayangmu disisa waktunya." nasehat Evan sembari membelai rambut Jelita.
"Apa papa sungguh tak punya banyak waktu Van," lirih Jelita sembari mencengkram baju Evan.
"Tidak seperti itu. Nyawa orang siapa yang tau, aku besok masih hidup atau mati juga tidak tau pasti. Alangkah baiknya memberikan yang terbaik pada orang yang kita cintai. Agar tidak menyesal dikemudian hari."
"Begitu ya?"
"Iya." sahut Evan sembari melabuhkan ciu man kekening Jelita. Aroma lembut yang meruar dari tubuh Jelita membuat hasrat kelelakiannya meronta. Evan merengkuh tubuh Jelita, mengubah posisi tubuh mungil itu dibawahnya dan mulai mencumbu dengan gerakan lembut.
Jelita memejamkan matanya erat, glenyar nikmat mulai menjalari sekujur tubuhnya. Sentuhan Evan yang begitu lembut penuh kasih sayang membuatnya terbang keawan. De sah dan rintih mulai memenuhi ruang kamar super mewah ini.
Evan melucuti pembungkus tubuh Jelita satu persatu tak tersisa, memperlihatkan tubuh mulus yang begitu benggoda untuk dikmati. Geliat dan rintihan Jelita yang begitu seksi, membuat Evan tak tahan lagi. Keringat membasahi tubuh Evan yang bergerak naik turun diatas tubuh Jelita. Berpacu melepas gairah hingga kepuncak. Mereguk kenikmatan duniawi yang tak bertepi, ingin lagi dan lagi.
Evan menci um lembut pipi Jelita yang tergolek lemas disisinya. Matanya terpejam menikmati tidurnya yang begitu nyenyak karena lelah, melayani hasrat Evan yang luar biasa bisa melakukannya berulang kali malam ini.
Pagi sekali Evan sudah membangunkan Jelita, dia sudah janji akan membuatkan Sasongko sarapan pagi.
"Sayang, bangunlah. Kita bikin sarapan pagi buat papamu." Evan mengguncang tubuh Jelita pelan. Jelita menggeliat pelan, lalu membuka matanya perlahan.
"Masih ngantuk, lagian tubuhku sakit semua. Kamu lupa semalam sudah menyiksaku," rengek Jelita manja. Evan tersenyum tipis, dengan gerakan halus dia menarik tubuh Jelita keposisi duduk.
"Ayo bangun, basuh mukamu terus bikin sarapan. Bukankah siang ini kamu gak ada kuliah. Kamu bisa tidur sepuasnya dirumah kita." bujuk Evan lagi. Dengan gerakan malas Jelita bangkit dari ranjang, berjalan juga masih sempoyongan. Beruntung Evan mengikutinya dari belakang.
Jelita berdiri didepan wastafel dengan mata terpejam, sementara air keran dibiarkan terus mengalir. Melihat itu Evan geleng-geleng kepala. Dia mengambil sikat gigi lalu mengolesinya dengan odol.
"Ini sikat gigimu," ujar Evan sembari meyodorkan sikat gigi pada Jelita. Jelita membuka matanya, kemudian mulai menggosok gigi, mencuci muka lalu mengikuti Evan kedapur menyiapkan sarapan pagi.
Sebelumnya Evan sudah bertanya pada koki, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh konsumsi mertuanya.
Setengah jam kemudian, beberapa menu sarapan pagi sudah tertata diatas meja makan.
Sasongko duduk sembari menatap hidangan dimeja makan penuh haru. Ini pertama kalinya Jelita masak untuknya.
"Ini bukan kerjaku seutuhnya, ada campur tangan Evan juga. Makanya bisa masak sebanyak ini," jelas Jelita pada Papanya dengan ekpresi malu-malu.
"Apapun itu papa sangat senang pagi ini. Ini pertama kalinya aku mencicipi jerih payah masakan putriku," sahut Sasongko dengan mata berkaca. Lelaki tegas itu hampir menangis saking bahagianya. Dia menduda sudah sangat lama, perhatian seperti ini juga sudah lama tak pernah diabrasakan lagi. Tapi pagi ini dia bisa merasakan kehangatan keluarga.
"Makanlah pa, nanti keburu dingin." Ujar Jelita sembari mengisi piring Sasongko dengan menu sarapan pagi.
Ruang makan yang biasanya hening pagi ini terasa hangat dengan canda tawa ketiganya. Evan merasa puas pagi ini, usahanya membuahkan hasil. Dia tau Sasongko begitu kesepian dalam hidupnya, dia tak memiliki siapapun selain Jelita. Sementara satu-satunya saudara kandungnya tak memiliki hubungan baik dengannya.
Sebenarnya bukan tak banyak wanita yang mengejarnya, setelah istrinya meninggal. Saat itu dia masih gagah dan sangat tampan. Dengat aset yang dia miliki apa susahnya memilih wanita jadi pendampingnya. Tapi cintanya pada almarhumah istrinya membuatnya mampu menjalani kesepian sepanjang waktu.
Sejak ikrar pernikahan dengan Jelita terucap, Evan berjanji pada dirinya sendiri akan mengisi sisa hidup tuannya dengan kasih sayang putrinya.
To be continuous