Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3.
“Kok bisa hilang ya. Padahal yakin benar tadi sudah aku taruh di dalam kulkas.” Gumam Widowati masih mencari cari botol botol Asi di dalam kulkas.
Dia buka rak paling bawah di dalam kulkas itu. Hanya ada sayur sayuran dan buah pemberian Retno. Tetap tidak ada botol botol Asi yang dia cari.
Widowati menutup pintu kulkas itu sambil menoleh noleh ke meja kecil yang ada di ruang itu. Menoleh ke karpet yang terhampar di ruang tamu. Tidak ada set meja kursi di ruang tamu kecil itu. Hanya terhampar karpet kecil itu pun karena dapat hibah barang bekas milik Retno.
“Apa iya ada pencuri Asi. Tapi pintu aku kunci saat aku mandi tadi.” Gumam Widowati lalu melangkah menuju ke kamarnya.
“Aku pompakan lagi saja, kasihan Mbak yang sudah datang menunggu.” Gumam Widowati lalu kembali memompa pa yu da ra nya.
Di saat Widowati baru saja selesai memompa Asi dan menaruh asi itu ke dalam kantong. Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu rumah dan suara Bu Edi yang memanggil manggil nya.
“Mbak Wiwid... Ini Mbak Erni tergesa gesa mau pulang, sudah ditelpon katanya anaknya di rumah menangis.”
“Dia mau mengambil ASI, tapi kalau Mbak Wiwid mau dolan ke rumah ku ya silakan.” Suara Bu Edi lagi dari balik pintu rumah kontrakan.
“Iya Bu, maaf sudah lama menunggu.” Ucap Widowati sambil bangkit berdiri dan membawa satu kantung Asi.
Widowati cepat cepat melangkah keluar dari kamar dan terus membuka pintu rumah. Tampak sosok Bu Edi dan seorang perempuan muda yang kurus tubuhnya.
“Maaf ya Mbak, Cuma ini. Tadi sudah ada dua botol, saya taruh kulkas tapi kok tidak ada ya. Padahal saya tidak lupa naruh.” Ucap Widowati sambil mengulurkan satu kantung Asi pada perempuan kurus itu.
Bu Edi dan perempuan muda kurus itu, tampak kaget mendengar botol botol Asi milik Widowati hilang. Dan bersamaan dengan itu bulu kuduk keduanya meremang
Di dusun itu, berita tentang bayi bayi gaib yang sering terdengar menangis sudah tersebar.
Bu Edi dan perempuan muda kurus itu saling pandang. Tampak perempuan muda kurus itu takut takut menerima kantung Asi yang sudah dia pegang.
“Bu, gimana ini, saya takut ada yang marah.” Gumam lirih perempuan kurus itu. Dia takut didatangi bayi bayi gaib dan bapaknya karena membawa Asi dari pinggir sungai.
“Tak apa Mbak, bawa saja. Nanti malam pasti keluar banyak lagi Asi saya. Mbak makan sayur sayuran dan kacang kacangan agar Asi keluar banyak Mbak.” Ucap Widowati sambil tersenyum.
Widowati belum mendapat cerita dari Retno tentang bayi bayi gaib yang sering terdengar suara tangisnya oleh beberapa warga.
“Iya Mbak Erni dibawa saja. Taruh di kulkas dulu kalau kamu takut. Kalau hilang ya sudah kalau tidak hilang baru diberikan pada anak kamu.” Ucap Bu Edi sambil menoleh ke arah perempuan kurus yang bernama Erni itu.
“Iya Bu, kalau begitu saya langsung pulang ya. Terima kasih Mbak Wiwid.” Ucap Erni segera menjabat tangan Widowati, dan tergopoh gopoh pergi dari rumah kontrakan Widowati.
Widowati mengernyitkan keningnya menatap Erni yang terlihat sangat ketakutan.
“Takut apa dia Bu? Siapa yang marah?” tanya Widowati pada Bu Edi yang masih berdiri di depan pintu.
“Mbak Wiwid kan sudah mendapat cerita dari Bu Retno kalau sungai ini angker. Mbak Erni takut pada penunggu sungai ini Mbak. Takut kalau diikuti dan direbut asi yang dia bawa tadi. Atau kalau diminumkan ke anaknya anaknya malah jadi sakit.” Ucap Bu Edi lirih dan bulu kuduknya berdiri.
Widowati yang mendengar ucapan Bu Edi pun meremang bulu kuduknya.. hingga tangan Widowati gemetar sambil memegang dua lengan Bu Edi yang berdiri di depannya.
“Bu, penunggu sungai itu doyan asi?” tanya lirih Widowati bagai tidak ingin ada yang mendengarnya selain Bu Edi.
“Cerita nya panjang Mbak Wiwid. Yang penting Mbak Wiwid sembahyang minta perlindungan pada Allah. Jujur saya juga sering mendapat gangguan dari makhluk makhluk gaib Mbak. Kadang barang barang saya juga hilang tapi nanti ketemu lagi. Hanya disembunyikan saja Mbak..”
“Mungkin mereka iseng, untuk menunjukkan eksistensi mereka. Mereka itu memang ada Mbak. Percaya atau tidak percaya..” ucap Bu Edi lagi dengan nada serius.
“Iya Bu, saya juga percaya mereka itu juga ada di alam semesta ini.” Ucap lirih Widowati dengan kedua mata yang berkaca kaca. Dia berusaha untuk menguatkan hati agar berani.
Tidak lama kemudian terdengar suara adzan berkumandang. Hari pun sudah mulai remang remang. Matahari sudah sembunyi di perpaduan. Lokasi sungai yang masih rimbun oleh dahan dahan pohon yang besar besar. Membuat tempat itu semakin lebih gelap dari lokasi lainnya pada waktu yang sama.
“Sudah adzan, saya pulang ya Mbak mau sembahyang dan menyalakan lampu. Tolong lampu depan rumah dinyalakan ya Mbak, agar terang.”
“Iya Bu, terima kasih.” Ucap Widowati yang segera menekan saklar lampu depan.
Setelah Bu Edi pulang, Widowati segera menutup pintu rumah. Dia pun menyalakan lampu lampu di dalam rumah. Termasuk juga lampu di belakang rumah. Pak Sigit suami Retno sudah membelikan bolam bolam lampu dengan watt besar. Agar rumah pinggir sungai itu terang benderang.
Setelah melakukan wudu, Widowati pun segera melangkah menuju ke kamar untuk sembahyang..
Akan tetapi di saat Widowati masuk ke dalam kamar dan menyalakan lampu kamar. Kedua mata Widowati melebar dan jantung berdetak sangat keras.
Mulut Widowati pun langsung spontan berteriak..
“BU EDDIIIIIIII...” teriak Widowati sangat keras. Bayi nya saat ini Bu Edi lah orang yang pertama kali bisa menolong dirinya.
Kedua mata Widowati melihat ada dua bayi berada di atas tempat tidur kecilnya. Dua bayi yang terbungkus oleh daun pisang dari dada hingga paha nya. Kedua tangan dan kaki kaki mungil itu bergerak gerak. Hingga daun pisang pembungkus tubuhnya ada robek.
“Anak siapa itu?” ucap lirih Widowati dengan perasaan yang sangat campur aduk. Antara takut, kasihan juga haru.
Kedua mata Widowati kini memerah menatap bayi bayi yang tampak lucu itu. Dia terharu dan merasa kasihan karena bayi bayi itu hanya terbungkus oleh daun pisang.
“Kasihan kenapa hanya dibungkus daun pisang anak anak ini.” Gumam Widowati di dalam hati pelan pelan dia melangkah mendekati bayi bayi itu. Apa lagi dua bayi itu menatap dirinya bagai ingin disentuh dan dipeluk oleh Widowati.
Air bening mulai meleleh dari kedua ujung mata Widowati, saat melihat bibir Bibir mungil itu tersenyum pada Widowati yang semakin mendekat.
“Siapa yang menaruh bayi bayi ini? Apa dia lewat dari pintu belakang ya? Apa dia muncul dari kebun belakang atau dari sungai.” Gumam Widowati di dalam hati.
Di belakang rumah kontrakan itu memang ada kebun tanaman keras yang sangat luas. Bahkan seluruh blok komplek yang ditempati oleh Widowati berbatasan dengan kebun tanaman keras.
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh