"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir
"Ada apa tuan Daniel? " Tangan Lara masih berada di tengkuk Daniel membuat Daniel dengan terpaksa menatap wakah itu dengan lama. ia sendiri tidak mengerti kenapa tidak sanggup berpaling dari wajah wanita ini, seolah ada magnet kuat yang menarik dirinya.
Lara mengecup telinga Daniel dengan pelan membuat bulu kuduk Daniel meremang. tubuhnya seolah terasa sangat panas, angin malam yang bertiup dari jendela tidak bisa mendinginkan hawa panas di ruang kerja Daniel.
Lara tersenyum tipis, perlahan ia melepaskan tangannya dari tengkuk Daniel. memandang Daniel dengan senyum menggoda.
deru napas Daniel mulai tak beraturan.
Ia ingin menjauh, berlari keluar dari ruangan ini, tapi tubuhnya menghianatinya, seperti tak mendengar perintah otaknya.
Lara tahu itu. Dan ia memanfaatkannya.
Dengan langkah perlahan, ia kembali mendekat, gerakannya seperti tarikan magnet yang tak bisa Daniel lawan.
“Apa kamu mau kabur dariku?” bisik Lara, bibirnya membentuk senyum miring.
Daniel berusaha menunduk, menghindari tatapan itu.
“Lara… aku tidak dalam keadaan normal. Jangan lakukan ini.”
Justru itu yang membuat Lara semakin tersenyum.
Ia menunduk sedikit, menatap Daniel dari bawah tatapan yang sengaja dibuat menggoda, dan tak memberi ruang untuk Daniel berpikir jernih.
“Kamu bisa bilang ‘jangan’… tapi kenapa tubuhmu malah seperti meminta aku untuk lebih mendekat?”
Nada suaranya rendah, terdengar berbahaya.
Daniel mencengkeram lengan kursi dengan kuat berusaha mengendalikan dirinya.
Lara langsung menahan bahunya dengan satu tangan sentuhan lembut, tapi cukup kuat untuk membuat Daniel tetap berdiri kokoh di hadapannya.
“Lihatlah dirimu sekarang Tuan Dani…”
Lara memiringkan kepalanya, menatap Daniel seperti sedang menilai mangsa.
“Kamu biasanya selalu tenang. semuanya selalu berada di bawah kontrolmu. Tapi sekarang?”
Ia mendekat sangat dekat hingga wajahnya hanya berjarak beberapa centi
“Kamu bahkan tak bisa mengontrol napasmu.”
Daniel mencengkeram sandaran kursinya.
“Lara… jangan—”
“Tutup mulutmu.”
Nada Lara turun satu oktaf, suara itu mendayu dengan lembut namun tegas seperti perintah yang tidak bisa dibantah.
Ia menangkupkan dagu Daniel dengan dua jarinya, memaksanya menatap langsung ke mata miliknya.
“Kamu masih sadar, kan? Masih tahu siapa yang berdiri di depanmu?”
Daniel menelan ludah, matanya bergetar.
“Ya… aku tahu.”
“Bagus.”
Lara menurunkan tangannya ke kerah Daniel dan menariknya kasar, membuat tubuh Daniel sedikit terhuyung ke arah dirinya. dada bidangnya bersentuhan dengan dua bukit kembar milik Lara.
Daniel menghirup napas terkejut.
Daniel memejam, menahan gejolak panas yang ada di tubuhnya.
“Lara… aku benar-benar tidak bisa mengendalikan—”
Lara menyentuh bibir Daniel dengan telunjuknya, tanda untuk diam.
“Sst. Aku yang mengendalikan malam ini. Bukan kamu.”
Ia bersandar ke arah telinga Daniel, suaranya serendah bisikan namun menusuk langsung ke dalam kepala Daniel.
“Aku tahu efek obat itu.
Aku tahu kamu sedang berusaha keras menahan diri.
Dan aku ingin melihat… sampai mana kamu bisa bertahan.”
Lara kemudian berdiri tegak kembali, menatapnya dari atas, ia dominan, menguasai dari ujung rambut sampai detak jantungnya.
“Jadi mulai sekarang…”
Ia mengangkat dagu Daniel dengan satu jari.
“Kamu ikut ritme yang aku buat. Mengerti?”
Daniel menelan ludah lagi.
Matanya sudah mulai kabur
“ duduklah Tuan Daniel!”
Ia mencondongkan tubuhnya, wajahnya sangat dekat.
“Aku belum selesai menggoda kamu.”
Daniel menahan napas, tubuhnya tegang.
Lara menarik dasi Daniel perlahan, membuat wajah pria itu ikut mendekat.
“Kamu lihat?” Lara berbisik.
“Kamu bilang ingin menjauh… tapi tubuhmu tak bergerak sedikit pun. Seperti menunggu aku menyentuhmu lagi.”
Daniel memalingkan wajah, tapi Lara memegang dagunya, memaksanya menatapnya kembali.
Tatapan Lara tajam, penuh kontrol.
“Kamu tidak bisa lari dariku malam ini, Daniel.”
“Lara… tolong… jangan buat aku kehilangan kendali. aku sangat menghormati ayahmu. ”
Lara tersenyum, mendekatkan wajahnya sampai napas mereka hampir menyatu.
“Justru itu yang aku ingin lihat…”
Ia menelusuri kerah kemeja Daniel dengan jarinya, menggoda, membuat pria itu menggertakkan gigi menahan nafsu yang mulai menguasai dirinya.
“Semakin kamu mencoba menahan,” bisik Lara, “semakin aku ingin melihat batasmu.”
Daniel meremas sisi kursi, berusaha bertahan untuk tidak tergoda.
dengan sengaja Lara duduk di meja menyilangkan kakinya membuat pahanya semakin terekspos. Daniel menelan ludah dengan kasar melihat pemandangan itu, keringat mulai menetes dari pelipisnya.
"Apa kamu suka Tuan Daniel? "
Daniel menggelengkan kepalanya berusaha menyadarkan dirinya yang sudah mulai tidak bisa di kendalikan. pendingin dari AC tidak berpengaruh untuk tubuhnya. keringat menetes dari pelipis dan dadanya.
perlahan tangannya terangkat menyentuh paha milik Lara. mengusapnya dengan lembut membuat Lara mengerang. "emhh."
Lara memandang Daniel dengan sayu, ia turun dari atas meja dan duduk di pangkuan Daniel . jarak wajah keduanya sangat dekat.
Wanita itu memegang kerah bajunya, menariknya turun dengan satu gerakan cepat. Lalu tanpa memberi jeda ia menempelkan bibirnya pada bibir pria itu.
Ciuman itu langsung dalam. Tidak lembut. Tidak hati-hati. Hanya luapan emosi yang selama ini ditahan.
Daniel seketika membalas dengan beringas, seolah semua kendali yang ia jaga pecah begitu saja. Tangannya naik ke pinggang wanita itu, menariknya lebih dekat, seolah takut ia pergi.
Wanita itu tersenyum di tengah ciuman, merasakan bagaimana pria itu benar-benar kehilangan arah. Ia menggenggam rambut belakang kepala pria itu, memaksanya membalas lebih dalam lagi.
Napas mereka bertabrakan, panas dan tak teratur.
"Hari ini kamu milikku! "
Tok.. tok.. tok..
"Tuan Daniel" suara berat seorang pria terdengar di balik pintu.
Daniel yang mendengar itu sontak terkejut dan mendorong Lara dari pangkuannya membuat Lara terjatuh ke lantai.
Lara meringis merasakan nyeri di pinggangnya.
"sial! " Ia mendengus sebal rencananya gagal lagi, padahal dia sudah mempersiapkan semuanya dengan matang.
Daniel berdiri tegak, merapikan kemejanya yang terlihat kusut.
"ya." sebelum melangkah membuka pintu, ia menarik napas dengan penuh lalu menghembuskan nya dengan pelan berharap bisa menetralkan rasa gerah pada tubuhnya.