NovelToon NovelToon
Kanvas Hati

Kanvas Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:939
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ramadhan

Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17.

Suasana ruangan kerja Cyra yang tadinya sempat riuh kini sudah normal kembali. Semuanya termasuk Nia, Cyra dan juga bos Gilang sudah kembali bekerja di mejanya masing-masing.

Cyra pun larut dalam pekerjaannya, untungnya ada beberapa proyek iklan produk atau iklan layanan masyarakat sebagian sudah dikerjakan oleh timnya. Sisanya tinggal dia review hasilnya dan melanjutkan yang belum dikerjakan.

Saat menatap laptop dihadapannya dia baru ingat sosok suami tampannya, lupa mengecek ponselnya karena sibuk sedari tadi.

Satu notif pesan dari My Husband.

Aku sudah di rumah ya, ini langsung sibuk sama lukisan dan perangkatnya.

Ada dua lampiran file Fandy kirim setelahnya, berupa foto dan video kegiatannya saat melukis sebagai bukti. “Ini bukti validku ya istriku yang cantik.”

Cyra langsung tersenyum saat membuka dan membaca pesan suaminya itu. “Tampan sekali dia kalau sudah sibuk dengan dunianya,” gumamnya dengan mata masih memandangi foto Fandy.

“Jadi kangen banget Fandy, padahal baru beberapa jam yang lalu dia pulang,” gumamnya lagi sambil menarik napas panjang.

Lalu Cyra mengetik balasan untuk Fandy.

Jangan lupa makan dan istirahat dulu jika capek, lukisanmu bisa menunggu. Aku udah kangen kamu.

Pesan sudah terkirim, lima menit kemudian ponselnya berdering. Fandy meneleponnya dan langsung bicara saat Cyra baru menjawab. “Halo Bang.”

“Aku juga sama kangennya sepertimu istriku cantik.”

Cyra tersenyum senang suaminya berkata seperti itu. “Bang, nanti malam pulang dulu bisa gak? Ada yang mau aku ceritain.”

“Hmm... kayanya gak bisa deh. Banyak banget ini lukisan yang aku lagi kerjain.”

“Penting banget ini Bang, pulang dulu ya Please!” Entah mengapa Cyra tiba-tiba gelisah.

“Maaf banget Cyra, beneran aku gak bisa. Besok malam aku usahakan pulang deh ya,” bujuknya.

Cyra terdiam lama seolah merajuk. “Beneran Cyra, aku usahakan pulang besok malam. Boleh ya cantik,” bujuknya lagi tahu kalau istrinya mode on merajuk.

“Aku maunya malam ini, tapi karena Bang Fandy beneran lagi sibuk melukis aku berusaha ngerti. Awas aja kalau besok kamu gak pulang ke rumah Papa!” ancamnya dengan nada tinggi.

“Iya istriku, ya udah aku lanjut lagi melukis. Kamu juga lanjut lagi kerjanya yang semangat cantik.”

“Kangen kamu juga dan kecup jauh dari sini ya…muahhhh,” tambah Fandy.

Cyra tak lagi kesal dengan suaminya yang menolak maunya tadinya, senyumnya kembali terbit. 

Fandy selalu tahu cara meluluhkannya. “Iya Bang, kangen kamu pengen peluk tapi ditunda dulu sampai besok. Udah dulu ya, bye suamiku.”

“Iya tunda dulu ya, besok malam kamu bisa peluk aku sepuasnya. Bye juga istriku,” tutupnya kemudian.

Cyra kembali melanjutkan pekerjaannya. Bicara dengan suaminya tadi meski lewat ponsel, tapi membuat hatinya tenang dan tersenyum, tidak mendadak gelisah seperti tadi.

Seperti kata bijak yang dia pernah baca. “Aku suka bagaimana kau menyertai hatiku. Selalu ada senyuman yang merekah, bahkan ketika kita berjauh-jauhan.”

“Terima kasih bang Fandy sudah hadir dalam hidupku,” batinnya bersyukur.

***

Salah satu stafnya mengetuk pintu ruangannya. “Tok..tok… Mbak Cyra boleh saya masuk.”

Cyra menyahutinya. “Iya boleh, masuk aja.”

Dina pun masuk dan menemuinya. Cyra mempersilahkan stafnya itu duduk di depan mejanya. 

“Ada perlu apa Dina?” tanyanya to the point.

“Ini Mbak laporan proyek iklan produk dan iklan masyarakat yang kami sudah kerjakan sebagian, bos Gilang meminta saya melaporkannya sekarang,” jawab Dina sambil menyerahkan beberapa berkas.

Cyra membuka dan membaca sekilas berkas tersebut. “Oke aku terima, nanti kucek semuanya dulu ya. Ada lagi tidak?”

Dina menggeleng. “Sepertinya itu aja Mbak, kalau ada lagi yang menyusul nanti aku kabari via whatsapp.”

Cyra mengangguk mengerti dan spontan teringat hadiah pernikahan dari Dina juga rekannya yang lain. “Dina, makasih ya kadonya juga buat rekan-rekan yang lain tolong sampaikan ucapan terima kasihku.”

“Sama-sama Mbak, semoga suka dan langgeng terus pernikahannya. Maaf kita semua gak bisa hadir karena baru tau infonya dari bos dua hari lalu.”

“Gak apa-apa Dina, aku yang harusnya minta maaf karena memang tidak mengundang banyak orang waktu itu hanya keluarga inti aja. Harap maklum ya.”

“Iya Mbak kita maklum kok. Ada yang mau ditanyakan terkait proyek iklan sebelumnya atau yang terbaru?”

Cyra menggeleng. “Saat ini belum ada Dina, aku baru liat progresnya aja sih tadi. Misalkan nanti ada, kita berkabar aja ya.”

“Oke Mbak kalau begitu aku pamit. Sekali lagi selamat menempuh hidup baru bersama suami. Kapan-kapan kenalin ke kita suaminya ya,” ujar Dina dengan senyum.

“Makasih juga Dina, iya nanti aku kenalin dia ke kalian,” balas Cyra dengan senyum tipis.

Dina beranjak keluar dari ruangannya. Cyra memutuskan membuka berkas yang diberikan Dina tadi dan diceknya satu persatu.

Cyra terlihat sibuk dengan berkas dan pekerjaannya. Tak terasa waktu berlalu, jam makan siang pun tiba. Nia mengetuk pintu dan masuk ke ruangannya.

“Woy pengantin baru kerja mulu, lunch dulu yuk!” ajak Nia.

Cyra menatap ke arah Nia. “Hehehe…maklum aja, namanya juga baru kerja lagi setelah hampir semingguan aku off,” jawab Cyra santai.

“Mau makan dimana kita? Kantin atau ke mal deket kantor?” tanya Cyra sambil menutup laptopnya dan mengambil dompet dalam tasnya.

“Mal aja yuk! Banyak yang pengen aku tanyain ke kamu,” jawabnya yakin.

“Dih kepo bener Bu Nia ini, pengen tanya apaan memangnya?” tanyanya sambil berjalan berdua menuju lift.

“Ada deh, nanti aja pas kita di sana,” jawab Nia singkat.

Tidak lama kemudian, keduanya sampai di mal terdekat dari kantor. Mereka memilih makan di Bakmi GM untuk mengisi perutnya.

“Nia sini kita foto dulu yuk!” ajak Cyra lalu berfoto berdua sambil tersenyum manis dengan ponselnya.

“Pasti mau laporan ke suami ya,” tebaknya.

Cyra mengangguk. “Iyalah pastinya, bukti kalau aku gak lupa makan.” Pesan disertai foto tadi segera dia kirim ke Fandy.

Ponselnya berbunyi, balasan cepat dari suaminya. “Selamat makan istriku, makan yang banyak biar kenyang.”

Cyra spontan tersenyum saat membacanya. “Iya suamiku, makan sesuai porsi aja ya. Tidak sanggup kalau makan banyak,” balasnya.

“Iya gak papa cantik, yang penting makan. Sayang kamu selalu.”

Cyra tertawa pelan membaca balasan Fandy. Nia penasaran melihat Cyra tertawa, lalu ikut melihat ponselnya. “So sweet banget ya suamimu,” katanya seolah iri.

Cyra mengangguk dengan senyum yang masih tersemat di wajahnya. “Iya dia selalu punya cara bikin aku senyum dan hatiku senang,” ucapnya seakan bahagia.

“Aku ingat yang mau kutanyakan ke kamu Cyra.”

“Apa yang mau kamu tanyain?”

“Kalian berdua kan sangat bertolak belakang, baik dari kepribadian, latar belakang bahkan profesi. Gimana menyikapinya?”

“Terus kalian masih tinggal di rumahmu atau di rumahnya, atau jangan-jangan sudah di apartemen ya?” tambah Nia lagi.

“Satu-satu dong Bu tanyanya, kamu kaya wartawan aja deh lama-lama,” keluh Cyra sambil memesan bakmi untuk keduanya.

“Seperti yang kubilang tadi, Fandy selalu punya cara sendiri untuk buatku senang, tenang dan nyaman meski banyak perbedaan di antara kami tapi dia berusaha untuk mengerti dan mengalah padaku.”

“Sementara ini masih di rumahku, setelah aku siap mungkin kami akan tinggal di rumahnya,” ujar Cyra menatap Nia.

“Kok masih mungkin? Kamu belum yakin tinggal di rumahnya?”

“Karena belum tau dan merasakannya saat di rumahnya jadi kujawab saja mungkin. Bukannya takdir seorang istri mengikuti suaminya kemanapun dia tinggal, kan?” tanya Cyra balik.

“Iya sih memang begitu yang kutau. Tapi sampai saat ini kamu bahagia menikah dengan pelukis jalanan itu, kan?”

Cyra mengangguk yakin, “Aku bahagia dan bersyukur mengenal dan menikah dengannya.”

“Aku juga yakin, cinta akan hadir di antara kami. Mengikis segala keraguan dan perbedaan yang seperti kamu bilang tadi.”

“Aku jadi iri padamu Cyra, ingin mendapatkan pasangan seperti Fandy dan menikah secepatnya.”

Cyra tertawa pelan. “Kalau sama persis seperti Fandy kayanya gak ada deh, mungkin pribadi atau wajahnya ada. Kuyakin kamu akan segera bertemu lelaki yang tepat Nia.”

“Cariin dong Cyra, kali aja Fandy punya teman atau kolega gitu.”

Cyra tertawa ngakak. “Hahaha… kamu pikir dia mak comblang. Udah banyakin doa dan usaha sendiri dulu agar cepat dapat jodohnya. Pasti nanti ada deh.”

Nia ikutan tertawa. “Hehehe… lewat Fandy itu juga salah satu usaha tau,” katanya sambil meraih jus melonnya dari pelayan.

“Kita ngomongin Fandy mulu dari tadi, aku jadi makin kangen tau sama dia.”

“Ciee… jadi kangen banget suaminya,” ledek Nia yang membuat Cyra tersipu malu.

1
Syahril Salman
semangat lanjut kakak 💪😍
Syahril Salman: sama2 kak😍
total 2 replies
Mericy Setyaningrum
Romantis ceritanya ya Kak
Lia Ramadhan 😇😘: makasih banget kak untuk supportnya🙏🤗
total 3 replies
Syahril Salman
jadi tambah bagus kak covernya 😍👍
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Syahril Salman
Ceritanya bagus, simple dan mudah dimengerti. Saya suka karakter Fandy yang berkomitmen, padahal belum mengenal Cyra lebih jauh tetapi berani memutuskan akan menikahinya.
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak untuk ulasan positifnya🙏
total 1 replies
Syahril Salman
lanjutkan kk ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!