Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diajak Pergi
Damian mengajak Naora makan bersama. Sejak tadi Damian sibuk meletakkan makanan di piring Naora sampai membuat Naora merasa risih.
"Tuan, aku bisa mengambilnya sendiri". Kata Naora pelan agar tidak menyinggung Damian.
"Tidak usah pedulikan aku. Kau makanlah. Anggap aku tidak ada". Jawab Damian tapi tangannya masih sibuk meletakkan udang yang sudah di kupas ke dalam piring Naora.
Naora menahan nafasnya. Bagaimana bisa ia tidak mempedulikan keberadaan Damian yang tepat berada di depannya. Pria itu begitu terlihat di pelupuk matanya.
Tangannya juga bergerak di hadapan Naora membuat Naora kesulitan menelan makanannya. Naora bingung apa yang sebenarnya terjadi pada pria ini. Apa kepalanya baru saja terbentur sesuatu yang menyebabkannya berubah menjadi orang lain ?
Damian terkikik geli dalam hati melihat perubahan wajah Naora. Ia tau Naora sedang kesal padanya tapi wanita itu menahannya.
"Aku ingin pergi ke suatu tempat. Apa kau mau ikut ? Mungkin saja kau merasa bosan di dalam mansion". Kata Damian yang mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri.
"Kemana ?" Tanya Naora sedikit tertarik.
"Ke desa diujung selatan London". Jawab Damian. Naora terdiam sejenak. Desa di selatan terkenal dengan gereja dan bangunan kuno. Itu juga bagian dari sejarah. Dan Naora begitu tertarik dengan yang namanya sejarah.
"Iya aku ikut". Jawab Naora dengan wajah datarnya. Lagi dan lagi Damian merasa bingung. Dari nada bicaranya Naora sepertinya tertarik, tapi wajahnya mengatakan hal lain.
Sesudah menyelesaikan makannya, Naora segera bersiap. Ia mengenakan dress berwarna emerald dibawah lutut dengan lengan panjang berbahan sutra yang sangat halus.
Rambutnya diikat sedikit ke belakang dengan japit kupu-kupu.
Ia tidak memiliki sepatu, hingga akhirnya memutuskan memakai apa saja yang ada di kamarnya. Yaitu sandal bulu yang menjadi favoritnya.
Naora keluar dari kamar dan menunggu kedatangan Damian di ruang tamu.
Tidak lama kemudian terdengar suara sepatu yang mendekat kearahnya.
Rupanya Damian yang datang. Penampilan sudah rapi dengan memakai mantel hitamnya. Di tangannya ada paperbag dan sebuah mantel lagi.
"Pakailah. Udara sangat dingin. Aku tidak mau kau sakit dan malah merepotkan ku". Kata Damian menyerahkan mantel berwarna cokelat muda itu pada Naora. Naora menerimanya. Ia tidak bertanya ini milik siapa.
"Itu masih baru. Hanya saja tidak pernah digunakan". Kata Damian dan Naora hanya mengangguk.
Damian memperhatikan kaki Naora yang hanya menggunakan sandal bulu. Lalu ia menyerahkan paperbag yang berada di tangannya.
"Ini untukmu". Katanya tanpa melihat kearah Naora. Entah mengapa sejak tadi tatapan Naora membuat nya salah tingkah. Dan ia tidak mau menunjukkan kekonyolan di depan siapa-siapa termasuk Naora.
Naora menerimanya dan membukanya. Rupanya paperbag itu berisi sebuah sepatu boot pendek dengan hak rendah.
Naora mengenakannya dan ukurannya sangat pas di kakinya.
"Terimakasih, Tuan". Kata Naora. Damian hanya berdehem kemudian ia melangkahkan kakinya lebih dulu untuk keluar dari mansion.
Di luar sudah ada Lukas yang sedang bermain ponsel sambil bersandar pada mobil.
"Tuan.." Sapa Lukas.
"Apa semua yang ku perintahkan sudah dipersiapkan ?" Tanya Damian. Tidak ada senyum seperti biasanya di wajah pria itu. Naora heran bagaimana bisa ada orang sekaku itu.
Jika dulu bersama Aldric ia sudah kenyang dengan bentakan dan cacian. Lain halnya dengan Damian yang sungguh dingin dan irit bicara.
"Semuanya sudah siap, Tuan. Kita tinggal berangkat". Jawab Lukas sambil matanya melirik kearah Naora yang berada di belakang Damian.
"Jika bicara tatap mataku. Jangan melihat hal lain. Ku colok matamu tau rasa kau". Kata Damian sedikit menggerutu.
Lalu ia berjalan kearah samping kemudi. Ia membuka pintu lebih dulu sebelum Lukas membukanya.
Lukas hanya menahan tawanya dalam hati. Tumben sekali pria dingin itu membawa seseorang untuk mengunjungi Kakaknya. Wah kejadian langka ini. Pikir Lukas.
"Mari Nona, masuklah". Kata Lukas membukakan pintu belakang untuk Naora dan Naora segera masuk kemudian mengucapkan terima kasih.
Mendengar ucapan terima kasih Naora membuat Damian semakin memasamkan wajahnya. Ia sendiri juga tidak tau kenapa. Tapi moodnya tiba-tiba memburuk melihat keakraban Lukas dan Naora.
Padahal keakraban yang Damian maksud adalah membukakan pintu mobil dan ucapan terima kasih saja. Bagi Damian itu adalah keakraban.
Sebab ia hanya ingin Naora mengucapkan terima kasih hanya padanya saja. Seperti saat ia memberi mantel dan sepatu tadi.
"Eh, Luna". Kata Naora refleks saat melihat Luna yang berjalan dari arah samping mansion.
Damian ikut menoleh kearah kucing coklat itu. Ia melihat wajah Naora dari spion tengah. Sepertinya Naora ingin membawa Luna. Pikir Damian.
"Lukas, bawa Luna kemari". Kata Damian pada Lukas sebelum pria itu membuka pintu.
Tanpa menjawab, Lukas segera berlari menghampiri Luna dan segera menggendongnya. Luna kucing yang jinak. Ia mau dengan siapa saja.
Lukas masuk dan menyerahkan Luna pada Naora. Tidak lupa Naora mengucapkan terima kasih dan lagi-lagi hal itu membuat Damian berwajah masam. Ia bahkan menolehkan wajahnya ke samping karena merasa dongkol.
Dan Lukas mengetahui hal itu. Ia melipat bibirnya agar tawanya tidak meledak dan berpura-pura tidak menyadarinya. Ia mulai menjalankan mobil meninggalkan mansion.
"Tuan Damian, terima kasih sudah mengajak Luna bersama bahkan sebelum aku memintanya. Kau sangat pengertian". Kata Naora.
Bagaikan angin segar, Damian segera menerbitkan senyum kecilnya mendengar ungkapan terima kasih dari Naora yang lumayan panjang.
Apalagi Naora juga menyebutnya pengertian. Sungguh suatu pujian yang tidak pernah Damian dengar.
"Hem". Jawab Damian dengan wajah dinginnya.
Lukas hanya melirik Bos nya yang malu-malu. 'Apa tidak bisa membalasnya dengan mengatakan sesuatu lain selain kata hem ? Dasar pria kaku'.
"Tidak usah mengumpat ku". Kata Damian melirik sebal kearah Lukas. Lukas hanya nyengir dan fokus pada kemudinya.
Damian tau jika Lukas sedang mengumpatnya hanya dengan lirikan matanya saja.
Setelah mengucapkan terima kasih pada Damian, Naora berbicara dengan Luna dengan suara yang pelan.
Sedangkan Damian dan Lukas membicarakan sesuatu yang tidak Naora mengerti dan Naora sendiri enggan mendengarkan sebab merasa bukan urusannya.
Naora merasa senang bisa keluar dari mansion. Sudah lama ia tidak menghirup udara luar. Dan semilir angin dari balik jendela membuatnya merasa mengantuk.
Perlahan matanya terpejam dengan kepalanya yang menempel pada jendela.
Damian melirik Naora yang tertidur. Mengapa wanita itu terlihat semakin cantik jika tidur.
"Kau menyukainya, Tuan ?" Tanya Lukas tidak mau basa-basi lagi.
"Menyukai apa ?" Tanya Damian pura-pura tidak mengerti padahal ia jelas mengerti akan maksud Lukas.
"Kalau memang kau tidak menyukainya maka berikan padaku saja, Tuan. Sepertinya aku tertarik padanya". Kata Lukas dengan ekspresi serius.
"Kau ingin bersaing denganku ?" Tanya Damian mengeluarkan tanduknya.
Lukas terbawa terbahak-bahak mendengar ucapan Damian. Sudah tertarik tapi tidak mau mengaku.
...
Kasih bunga kopi yang banyak dong biar othor rajin up nya****😉
sakit parah dianya yah