Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syarat untuk Alana
Ira akhirnya bebas dari penjara berkat bantuan putra dari Tuan Bara. Aravind menunjukan CCTV yang memperlihatkan sebuah bukti jika Bara lah yang menaruh kalung berlian Yuniar dalam tas Ira.
Namun, Alana melihat wajah ibunya sama sekali tak menunjukan senyum bahagia. Walaupun tak sesuai dengan ekspektasinya, senyum atau pun pelukan hangat yang dia harapkan tak ada sama sekali, tapi kebebasan ibunya lah yang jadi hal utama baginya.
Aravind pun mengantarkan Ira ke sebuah kostan elit yang jauh dengan kontrakan sebelumnya. Pria itu menyerahkan kunci kamar pada Ira, yang membuat wanita itu mengerutkan kening.
"Bagaimana dengan Alana? Dia tidak tinggal bersamaku?" Tanya Ira yang melihat Alana hendak pergi dengan putra mantan majikannya.
"Saya ingin memperkerjakan putri ibu di rumah saya, kebetulan pembantu saya di rumah pulang kampung. Rumah saya cukup jauh dari sini, jadi Alana terpaksa tinggal di rumah saya," jawab Aravind tenang dan membuat Ira mengangguk saja.
"Aku akan kirim uang untuk ibu tiap bulan. Ini kartu ATM dan juga ponsel baru untuk ibu. Setiap uang masuk, akan ada notifikasi dari m-banking. Ibu tak perlu kerja lagi," ucap Alana sambil menjelaskan penggunaan aplikasi m-banking.
Ira hanya mengangguk saja, bahkan tak ada ucapan ataupun doa saat sang putri di bawa pergi oleh putra mantan majikannya.
Alana dengan terpaksa menyetujui persyaratan yang di ajukan oleh Aravind. Menjadi ibu dari keturunannya, dan semua atas persetujuan Jeselyn, istrinya.
"Ada beberapa syarat yang harus kau penuhi selama menjalani kau mengandung anakku. Kau tidak boleh keluar rumah tanpa seizin ku dan tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain. Kontrak akan berakhir setelah kau pulih pasca melahirkan."
"Boleh aku mengajukan satu syarat?" Tanya Alana yang di balas anggukan oleh Aravind.
"Apa itu?"
"Aku ingin kita melakukannya dalam keadaan menikah. Agar anak yang ku lahirkan setidaknya bernasab pada ayahnya. Walaupun hanya menikah secara agama," pinta Alana yang kemudian di setujui Aravind. Baginya ini persoalan yang mudah, karena hanya menikah siri.
Sepanjang jalan menuju rumah yang akan di tempati Alana, keduanya hanya diam. Tak ada obrolan ataupun basa basi karena keduanya memang tidak akrab dan belum mengenal satu sama lain. Bagi Aravind, Alana sama seperti gadis lain yang hanya gila uang dan rela melakukan apapun. Sementara, Alana menganggap Aravind tak jauh beda dengan Bara karena memanfaatkan orang lain demi kekuasaannya.
Sampailah mereka di sebuah rumah satu lantai berwarna putih, di hiasi halaman yang cukup luas. Tubuh Alana menggigil, karena memikirkan apa yang akan terjadi padanya di rumah ini kedepannya.
"Apa aku bisa melakukannya, tanpa cinta? Dan, wali nikah ku pastinya harus dari pihak ayah," gumamnya dalam hati sambil memeriksa ponsel. Mencari nama pamannya di kontak.
"Bagaimana kalau kita lakukan itu minggu depan?" Ucap Aravind tiba-tiba.
"Aku mengikuti apapun katamu, tuan," balas Alana yang pasrah. Baginya keputusan menjadi madu dari Jeselyn sama saja dengan menghancurkan prinsipnya. Lepas dari jeratan Bara, namun terjatuh pada jebakan putranya.
"Kalau saja sikap ibu tak berubah padaku, mungkin aku akan menolaknya. Tapi aku tak tega membiarkannya harus mendekam di penjara karena keegoisanku," gumam Alana dalam hati.
"Kita harus bertemu dengan pamanku dulu, dia harus menjadi wali nikah agar pernikahan kita bisa sah."
•••
Pernikahan yang hanya di adakan di KUA itu hanya di hadiri paman Alana dan juga asisten dan supir Arabind sebagai saksi. Dada Alana berkecamuk saat kata sah terucap, yang artinya dia telah menjadi istri dari pria yang tak di kenalnya walau secara agama.
"Paman hanya tak menyangka jika kau memilih jalan seperti ini untuk membebaskan ibumu," ucap Wisnu, yang merupakan adik dari ayah Alana.
"Aku hanya tak ingin ibu di hukum atas kejahatan yang tak dia lakukan, walau aku harus terjebak dalam pernikahan ini. Tenang saja paman, aku akan memberimu imbalan. Maaf jika kau tak mendapat apapun dari ayahku," ucap Alana yang masih kesal pada pamannya. Mengingat cerita sang ibu yang mengatakan jika Wisnu ingin motor itu menjadi miliknya.
"Paman tidak mengerti Alana, apa maksud kamu?" Tanya Wisnu mengerutkan keningnya.
"Motor ayah, ibu menggadainya demi melunasi uang tunggakan sekolahku. Paman sangat ingin motor itu kan."
"Motor ayahmu di gadai? Demi uang sekolahmu? Alana, yang melunasi uang sekolahmu itu aku. Dan motor itu, paman sendiri sudah punya. Untuk apa aku menginginkan harta anak yatim, itu hak milikmu," jelas Wisnu yang menceritakan kebenarannya.
Dia pun menunjukan beberapa bukti transfer pada rekening sang ibu, untuk kebutuhan Alana sehari-hari selama masa sekolah. Dan berhenti mentransfer saat Alana sudah bekerja.
Gadis yang kini telah menjadi istri Aravind Putra Pradipta, mengetahui kebohongan ibunya dari sang paman jika Joko lah yang telah membiayai sekolahnya.
Selesai acara, sang paman akhirnya pulang dari KUA. Di susul oleh pengantin baru yang juga sedang dalam perjalanan pulang.
Aravind menatap gadis yang seusia dengan adiknya itu dalam balutan kebaya putih, tampak menawan dengan make up tipis di wajahnya. Rasanya ingin memuji, namun kecanggungan nampak besar di antara keduanya.
Sampailah mereka di rumah, tempat di mana kehidupan Alana sebagai istri kedua akan di mulai. Dan berakhir setelah dia berhasil memberikan seorang anak bagi Aravind dan Jeselyn.
"Aku akan mandi terlebih dahulu," ucap Aravind sambil berlalu menuju kamar mandi di dalam kamar utama.
Alana menatap wajahnya di cermin, tak menyangka jika dirinya akan memilih hidup dalam bayang-bayang rumah tangga orang lain. Walau istri pertama suaminya telah menyetujui pernikahan ini.
Bayangan wajah Revan mengusik pikiran dan hatinya, teringat saat-saat terakhir mereka bersama dan berjumpa. Alana yang tanpa berpamitan, menghilang begitu saja tanpa kabar. Hanya meninggalkan surat pengunduran diri dan salam perpisahan yang dia titipkan pada Sita.
"Ugh," Revan yang tengah memeriksa dokumen di ruangannya mendadak merasakan sakit di dadanya. Teringat pada gadis yang dia anggap adik kecil itu, bayangannya tengah menari-nari di pikirannya.
"Pak, Pak Revan," panggil seorang wanita yang sedang menyadarkan Revan dari lamunannya.
"Ah, maaf. Aku sedang teringat pada mendiang ibuku."
Pria itu pun memberikan dokumen pada sang sekretaris, lalu membuka ponsel dan memeriksa pesan dari seseorang.
"Untuk apa kau mencariku pria tua? Bukankah gundikmu lebih membutuhkanmu!"
Revan melempar ponselnya, kesal dengan pesan yang datang dari ayah kandungnya. Ayah yang sekarang hidup bersama istri dan juga anak tirinya.
"Kau mencariku setelah aku muncul di berbagai kabar berita sebagai pengusaha sukses. Dasar laki-laki tak tahu diri!"
Revan menutup wajahnya dengan kedua tangan, rasanya muak dengan kehidupan yang tak adil bagi dirinya. Penasaran, pria itu mencoba mengirim pesan pada Alana, namun tak terkirim. Bahkan nomornya pun sudah tak tersambung saat dia coba panggil. Belum sempat menjalin hubungan, namun gadis itu malah menghilang dari hidupnya.