NovelToon NovelToon
Ibu Susu Anak Sang Menteri

Ibu Susu Anak Sang Menteri

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

“Papa bukan koruptor, Dewa!” suara Elsa pecah, matanya sembab, tubuhnya masih terkulai lemah di ranjang rumah sakit. “Kau tahu sendiri, Papa tak pernah hidup berlebihan. Semua ini jebakan, aku yakin.” Dewa berdiri di sisi ranjang, jas mahalnya kontras dengan wajah dingin yang nyaris tanpa ekspresi. “Elsa, media sudah memberitakan. Bukti aliran dana itu ada. Aku tidak bisa membela sesuatu yang jelas-jelas mencoreng nama keluarga.” “Jadi kau lebih percaya berita daripada aku?” Elsa menatapnya tak percaya. “Aku baru melahirkan anakmu, Dewa! Anak kita! Bagaimana bisa kau memilih pergi di saat seperti ini?” Dewa menarik napas panjang, suaranya datar, seperti sudah bulat dengan keputusannya. “Aku sudah menandatangani surat cerai. Dan Lily… aku akan membawanya bersamaku. Julia akan membantuku merawatnya.” Air mata Elsa langsung pecah. “Julia? Sahabatku sendiri?” Suaranya bergetar, penuh luka. “Kau… kalian… tega sekali.” Dewa tidak menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, seolah ada sedikit rasa bersalah, lalu melangkah pergi. Suara pintu menutup menjadi tanda perpisahan yang paling menyakitkan. Elsa menjerit, mencoba bangkit, tapi jahitan di perutnya membuatnya tersungkur. Tangannya terulur, seakan masih bisa menggenggam bayinya yang sudah dibawa pergi. “Lily… jangan bawa anakku!” Namun dunia tetap saja kejam. Tidak ada yang berbalik. Tidak ada yang mendengar. Hanya isakannya yang menggema, memenuhi ruangan sunyi yang baru saja ia isi dengan kehidupan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecurigaan Julia…

Pagi itu cahaya matahari menyusup lembut lewat kisi jendela besar di lantai dua. Udara masih segar, suara burung gereja bersahutan di taman belakang. Aroma kopi hitam memenuhi ruang keluarga, berpadu dengan harum roti panggang yang baru keluar dari toaster.

Adam berdiri di dekat tangga, jas sudah rapi di tubuhnya, dasi terikat sempurna. Ia tampak siap berangkat ke kantor, tapi pandangannya sempat berhenti pada sosok Elsa yang berdiri di dapur, sedang merapikan botol susu Noah. Wajah perempuan itu masih tampak pucat, namun sedikit lebih tenang dibanding malam-malam sebelumnya.

Ketika menyadari Adam berdiri di sana, Elsa buru-buru menegakkan badan, menunduk sopan.

“Selamat pagi, Pak.”

Adam mengangguk ringan. “Pagi.”

Ada jeda hening beberapa detik. Elsa tampak ragu, namun akhirnya memberanikan diri melangkah mendekat. Suaranya pelan tapi tulus.

“Pak… saya ingin mengucapkan terima kasih. Untuk semalam. Kalau bukan karena Bapak, mungkin saya tidak akan bisa menahan diri.”

Adam berhenti memeriksa jam tangannya. Ia menatap Elsa sebentar, lalu berkata datar tapi tegas, “Perbuatan Julia tidak bisa dimaafkan. Saya tidak akan diam. Saya akan kumpulkan bukti kekerasan itu sebanyak mungkin. Hak asuh Lily harus diambil alih.”

Mata Elsa melebar. Air bening tiba-tiba memenuhi pelupuknya. “Bapak… sungguh akan membantu saya?”

“Saya tidak bantu kamu,” ujar Adam pelan tapi mantap. “Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang manusia waras ketika melihat ketidakadilan.”

Elsa menunduk. Bibirnya bergetar menahan isak. “Saya tidak akan bisa tenang, Pak, kalau Lily tetap diasuh Bu Julia. Saya takut… saya takut anak saya disakiti lagi.”

Adam menghela napas panjang. Ia melepas dasinya sebentar, seperti mencari jeda dari pikirannya yang penuh. “Saya tahu. Karena itu saya akan cari cara supaya kamu bisa segera bertemu Lily. Sekaligus, saya ingin mengumpulkan keterangan dari para pengasuh di rumah Dewa. Mereka bisa jadi kunci pengalihan hak asuh Lily ke tanganmu.”

Elsa mendongak, matanya masih basah. “Bapak mau menemui mereka?”

“Saya sudah punya rencana,” ucap Adam singkat, lalu menatap jam tangannya lagi. “Tapi kamu harus siap. Ini tidak mudah.”

Elsa menatapnya lama. Ada rasa terima kasih yang tidak bisa diucapkan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Tiga hari kemudian.

Sore menjelang malam, rumah Adam tampak lebih sibuk dari biasanya. Pelayan berlalu-lalang di ruang makan yang sudah ditata elegan. Taplak putih, lilin tinggi, dan bunga mawar segar dalam vas kristal di tengah meja. Aroma sup jamur dan daging panggang menyebar lembut di udara.

Sandra berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya. “Kamu yakin mau undang mereka malam ini? Apa ini tidak terlalu berbahaya?” tanyanya, sedikit ragu.

Adam yang sedang menyesap kopi menjawab datar, “Kita hanya membalas undangan makan malam di rumah mereka, kan? Tidak ada yang aneh.”

Sandra menatap suaminya lama. Ia tahu, kalau Adam bilang “tidak ada yang aneh”, pasti justru ada sesuatu di baliknya. Tapi ia memilih tidak banyak bertanya.

Jam menunjukkan pukul tujuh lewat lima ketika bel rumah berbunyi. Pelayan segera membuka pintu, memperlihatkan pasangan Dewa dan Julia yang datang dengan dandanan sempurna.

“Selamat malam!” seru Julia ramah, senyumnya manis tapi matanya seperti menilai tiap sudut rumah.

Sandra menyambut dengan hangat, memeluknya sebentar. “Akhirnya bisa balasan ya. Waktu itu kami dijamu dengan sangat baik di rumah kalian.”

Dewa menyalami Adam dengan tawa lebar. “Saya senang sekali diundang. Oh iya, kami bawa Lily juga. Agar Noah ada teman.”

“Baik,” jawab Adam tenang. “Kamar Noah bisa dipakai kalau Lily butuh tempat istirahat. Di sana hangat dan tenang.”

Julia sempat ingin menolak, tapi Dewa cepat menyetujui. “Terima kasih, Pak. Kebetulan dua pengasuhnya ikut juga. Mereka bisa jagain Lily.”

“Silakan,” jawab Adam. “Kamarnya tepat di depan sana.”

Ia mengarahkan pelayan untuk memandu dua pengasuh menuju kamar Noah yang tak jauh dari situ. Tidak ada satu pun yang tahu, di kamar itu Elsa sudah menunggu sejak sepuluh menit lalu, jantungnya berdegup kencang, telapak tangannya dingin.

******

Kamar Noah temaram. Hanya lampu kecil berbentuk bulan di sudut ruangan yang menyala lembut, agar tak mengganggu tidur anak semata wayang Adam itu. Di dalamnya tercium wangi bayi dan bedak lembut. Elsa berdiri di dekat jendela, menatap keluar. Begitu pintu terbuka, dua pengasuh masuk membawa Lily kecil dalam gendongan.

“Bu Elsa…” bisik salah satu pengasuh, tersenyum haru.

Begitu melihat putrinya, air mata Elsa langsung pecah. Ia bergegas mendekat, menerima Lily dari tangan pengasuh, lalu mendekapnya erat. Tubuhnya bergetar. Ia menciumi ubun-ubun bayi itu berulang kali, air matanya menetes di pipi Lily yang hangat.

“Lily… ini Mama, Nak,” bisiknya. “Kita bertemu lagi…”

Pengasuh saling pandang. Mereka menunduk hormat, memberi ruang. Elsa duduk di tepi sofa, masih menggendong Lily. Waktu seakan berhenti di antara detak jam dinding dan helaan napas kecil bayinya.

Sementara itu, di ruang makan, percakapan berlangsung ringan di atas meja makan penuh hidangan.

Dewa tampak ceria, berbicara tentang proyek politik dan rencana kampanye. Julia tersenyum anggun, sesekali menimpali dengan komentar yang membuatnya terdengar seperti istri yang bijak. Sandra menanggapinya secukupnya, meski dari tadi matanya tak tenang. Ia tahu rencana Adam terlalu berisiko.

Adam sendiri tampak tenang. Ia mendengarkan sambil memainkan sendok di tangan, tatapannya sesekali berpindah ke arah lorong menuju kamar Noah.

Namun dibalik basa basinya, ada satu hal yang mengganggu pikiran Julia. Saat kedua pengasuh Lily masuk ke kamar Noah tadi, Dari celah pintu kamar Noah yang tidak tertutup rapat, ia melihat sesuatu: bayangan seseorang berdiri di samping ranjang bayi. Ia hampir tidak yakin, tapi perban putih di tangan orang itu membuat darahnya berdesir. Rambutnya, bentuk tubuhnya, bahkan pembawaannya yang anggun mengingatkannya pada seseorang, meski wajahnya tak terlihat jelas karena tertutupi masker.

Tangannya menegang di atas meja. Tidak mungkin… Elsa?

Julia cepat mengalihkan pandangan, berusaha tersenyum. “Maaf, sepertinya saya harus ke toilet sebentar,” katanya lembut.

Sandra menatap Adam sekilas, panik, tapi Adam tetap kalem. “Silakan, lorong ke kanan,” jawabnya.

Julia berjalan perlahan di lorong itu. Lampu dinding menyorot kulitnya yang pucat. Langkahnya makin cepat. Begitu sampai di depan kamar Noah, ia berhenti. Dari balik pintu, terdengar suara lembut, lirih, nyaris seperti bisikan doa, dan tangisan kecil bayi. Julia menempelkan telinganya.

Suara itu.

Ia kenal betul suara itu.

Nada, intonasi, bahkan cara orang itu menyebut “Lily”… Julia tak akan pernah salah. Itu Elsa.

Jantungnya berdebar kencang. Ia menatap gagang pintu dan dengan tangan gemetar, mulai memutarnya perlahan.

Namun sebelum sempat membuka, suara berat terdengar tepat di belakangnya.

“Saya pastikan itu bukan toilet, Bu Julia. Itu kamar anak saya, Noah.”

Julia membeku. Bahunya menegang. Perlahan ia berbalik, dan mendapati Adam berdiri hanya dua langkah darinya, tegak, menatap dengan tatapan tajam yang membuat darahnya mengalir lebih cepat. Adam memang curiga pada Julia yang tampak terburu-buru dan tak tenang.

“Saya… saya hanya ingin melihat keadaan Lily,” kata Julia cepat, senyumnya kaku.

Adam menatapnya dingin. “Apa Ibu ragu dengan keamanan rumah seorang menteri? Atau merasa lebih berhak mengatur apa yang boleh dan tidak boleh di rumah ini?”

Julia menelan ludah, jantungnya berdetak panik. “Bukan begitu, Pak Adam, saya hanya… “

“Saya heran,” potong Adam, suaranya tenang tapi menekan. “Saya tidak menyangka istri seorang politikus seperti Pak Dewa ternyata tidak tahu sopan santun. Masuk ke kamar orang lain tanpa izin, di rumah pejabat pula. Cukup berani.”

Pipi Julia memanas. “Saya tidak bermaksud lancang…”

“Sudah jelas tindakan anda seperti ini.” Adam menatapnya lekat, lalu menurunkan nada suaranya sedikit. “Saya sarankan Ibu kembali ke meja makan. Sebelum saya panggil pengawal untuk memastikan tamu saya tidak tersesat lagi.”

Saat itu Dewa muncul di ujung lorong, wajahnya bingung. “Sayang? Ada apa ini?”

Julia langsung berbalik ke arahnya. “Aku cuma salah jalan, Mas. Aku pikir itu toilet.”

Adam menoleh pada Dewa, wajahnya tenang tapi matanya tajam. “Tidak apa-apa, Dewa. Hanya sedikit salah paham. Tapi lain kali, beri tahu istrimu di mana batas ruang pribadi kami.”

Dewa segera minta maaf. “Maaf, Pak Adam. Julia tidak bermaksud… “

Sandra yang sejak tadi berdiri cemas di ujung lorong segera maju, tersenyum menengahi. “Sudah, sudah. Namanya juga rumah besar, mudah salah arah. Yuk, kita makan lagi, dessert sudah disiapkan.”

Julia terpaksa tersenyum, tapi sorot matanya masih curiga. Ia menoleh sekali lagi ke arah pintu kamar Noah, tapi Adam berdiri di depannya, menutup pandangan.

“Silakan duluan, Bu Julia,” katanya datar.

Julia menelan ludah, lalu berbalik. Sandra menggiring mereka kembali ke meja makan, berusaha mencairkan suasana.

Sementara itu, di dalam kamar Noah, Elsa dan dua pengasuh tegang. Mereka mendengar jelas suara Adam dan Julia dari luar pintu. Elsa memeluk Lily lebih erat, matanya menatap cemas ke arah gagang pintu.

Suara langkah mendekat. Lalu hening. Lalu suara Adam yang terdengar tajam menegur. Setelah itu, langkah-langkah menjauh.

Pengasuh menatap Elsa lega. “Sepertinya aman, Bu.”

Elsa menunduk, mencium lagi kening Lily dengan mata berair. “Terima kasih, Tuhan…” bisiknya.

Ia menatap bayinya lama, mencoba menenangkan napasnya yang gemetar. Di luar sana, dunia penuh kepura-puraan dan bahaya menunggu. Tapi untuk malam ini, hanya untuk malam ini, ia bisa merasakan lagi hangatnya memeluk anak yang selama ini direnggut darinya.

Di ruang makan, Adam meneguk wine pelan, menatap tamunya dengan wajah datar, tapi di balik itu, pikirannya bekerja cepat. Ia tahu malam ini belum berakhir. Ini baru permulaan.

(Bersambung)…

1
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
deg degan😅
Eridha Dewi
elsa tidak JD orang ketiga Khan thor
yuni ati
Lanjut kak,,Penasaran
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️🥰🥰🥰🥰
Lily and Rose: Terima kasih atas supportnya Kak 🥰
total 1 replies
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
Lily and Rose: Terima kasih Kak 🥰🥰🥰🥰
total 1 replies
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Popo Hanipo
luar biasa bagus
Lily and Rose: Terima kasih Kak 🥰🥰🥰
total 1 replies
Popo Hanipo
novel sebagus ini kenapa like dan komen sedikit ya ,,tetap semangat elsa
Lily and Rose: Iya Kak… huhuhu… bantu ramein terus ya Kak 🥰
total 1 replies
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
semoga hati Adam tergerak membantu Ayah Elsa mencari keadilan 👍👍
tetap semangat berkarya kak ❤️❤️🥰🥰
Lily and Rose: Terima kasih Kak 🥰
total 1 replies
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
, makasih kak udah update 🙏🙏❤️❤️
tetap semangat 👍👍
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾: selalu AQ tunggu kelanjutannya 👍👍❤️❤️🥰🥰
total 2 replies
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
Adam ada something dgn Elsa
kagum🤭🤭
Herlina Susanty
lanjut thor smgt💪💪
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
lanjut kak💪💪💪💪❤️❤️❤️
yuni ati
Menarik/Good/
chiara azmi fauziah
ceritanya bagus thor aku mampir
Popo Hanipo
kalo laki2 benar2 cinta nggak bakal begini ,,curiga mereka berdua sudah selingkuh di awal , dan konspirasi penjebakan pasti ada andil si panjul
chiara azmi fauziah: ya kak udah di seting sm lakinya tuh makanya tega
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!