Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Malam itu, dua orang pria di penuhi perasaan gelisah. Memikirkan satu wanita, yang mengusik pikirannya.
Rumie di dalam kamar, berbaring di tempat tidur. Pikirannya melayang jauh ke arah Xaviera.
"Senyumnya, caranya berbicara. Kenapa dia sebodoh itu? Apakah hanya denganku dia seperti itu?" Kalimat itu, membawa Rumie merasakan kantuk, tanpa harus minum obat tidur seperti biasa, untuk mengatasi insomnia nya selama ini.
"Ini hanya karena kopi itu, kan? Bukan karena aku menyukainya?" Pertanyaan itu membawanya tertidur pulas.
Sementara, di ruang kerja. Satu lampu menyala di atas kepalanya. Pria yang jatuh cinta untuk kedua kalinya, pada seorang wanita.
Dengan langkah perlahan, Jones keluar dari ruang kerja. Dia mengeluarkan kunci cadangan kamar Xaviera, dari saku kemejanya.
Pintu terbuka, melihat wanita yang tidur dengan lelap dan terlihat polos. Membuat Jones, tersenyum.
Suara dengkuran Xaviera, membuat Jones sesaat menahan tawa. Dia membelai rambut Xaviera dengan lembut, tanpa ketahuan.
"Selamat tidur, sayang." Satu kecupan, mendarat di kening Xaviera.
Tubuh Xaviera tiba-tiba bergerak, merespon. Namun, matanya masih terpejam. Jones segera pergi melangkah, dengan langkah yang tenang keluar dari kamar Xaviera.
Esok harinya, Xaviera terbangun dengan tubuh yang segar. Kenyataannya, rasa was-was semalaman takut jika Jones masuk kedalam kamarnya tidak terbukti.
“Nona, Tuan sudah menunggu di ruang makan,” suara ketukan pintu diiringi suara pelayan terdengar dari luar.
“Iya,” sahut Xaviera, kemudian ke toilet untuk mandi.
Satu jam kemudian, dengan penampilan yang cantik dan harum, Xaviera keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ruang makan.
Terlihat, Jones sedang menikmati secangkir teh. Melihat kedatangan Xaviera, membuatnya bangkit dan berjalan mendekat ke arah wanita yang ia cintai.
“Tidurmu nyenyak?” tanya Jones, memeluk Xaviera dari belakang. Merasakan aroma harum dan kelembutan yang bercampur di setiap inci tubuh Xaviera.
“Begitulah,” jawab Xaviera. Lalu, menarik tangan Jones untuk melepaskan diri. Kemudian, duduk dan menuang secangkir teh untuknya.
“Apa yang ingin kau lakukan hari ini?” Jones mengikuti langkah Xaviera, melingkarkan kedua tangannya ke leher Xaviera dari belakang.
“Aku akan ke toko perhiasan, mengurus pekerjaanku hari ini. Sudah lama, aku tidak kesana melihat laporan penjualan,” jawab Xaviera.
“Jika butuh apapun, katakan padaku. Atau kau ingin membuka toko baru? Aku akan mencarikan tempat yang cocok.” Jones sedikit membungkuk, menaruh dagunya di pundak kanan Xaviera.
“Tidak, aku bisa sendiri,” jawab Xaviera, sedikit menoleh, “kau tak ingin duduk, para pelayan melihat kita?”
Jones menoleh kanan kiri, memperhatikan dua pelayan yang berdiri tidak jauh dari mereka.
“Kau hanya bilang, kita tidak boleh romantis di depan publik. Bukan di depan pelayan rumah,” balas Jones, mencium pipi kanan Xaviera sebelum kembali duduk di kursi.
“Hari ini aku tidak pulang, aku harus menjenguk istriku di rumah sakit. Meskipun dia belum sadar, setidaknya dia tahu aku masih mengunjunginya,” ucap Jones.
“Baguslah, itu terlihat seperti suami setia yang sangat mencintaI istrinya,” balas Xaviera.
“Kau tidak marah, kan? Aku tidak pulang malam ini.” Jones menyentuh jari-jari Xaviera.
“Aku tahu batasanku, aku tidak mungkin cemburu dengan istrimu.” Xaviera tersenyum, namun hatinya sedikit kesal. Bukan karena Jones tak pulang malam ini, tapi karena kehadirannya sebagai wanita simpanan, di tengah kehidupan pernikahan orang lain. Kedudukannya adalah sebagai wanita pengganti untuk meluapkan rasa cinta seorang suami yang tidak bisa didapatkan dari istrinya.
“Tuan, mobil sudah siap.” Seorang sopir datang mendekat, membuat Jones bangkit dari tempat duduknya.
“Aku pergi dulu, jika ada masalah atau butuh apapun, hubungi asisten atau pelayan.” Jones mencium kening Xaviera dengan lembut, sebelum meninggalkan ruang makan.
Sikap Jones yang lembut dan hangat, membuat Xaviera selalu berdebar. Cinta yang tulus dan hangat dari pria yang tidak akan bisa ia miliki seutuhnya dan menjadikan dia istri sebenarnya, perlahan menyayat hati Xaviera.
“Rumie, kau lihat. Aku tengah merasakan sumpahmu,” gumam Xaviera.
Air mata yang hampir jatuh di pelupuk mata, ditahan sekuat hati. Xaviera mengangkat kepalanya menatap langit, menahan kesedihan. Karena jika sekali dia menangis, maka akan membuatnya goyah.
Sementara, Rumie memulai harinya dengan bekerja di AIXZ, berkenalan dengan tim barunya untuk mengembangkan inovasi teknologi terbaru AI yang telah Jones rancang sebelumnya. Mereka memiliki target satu bulan untuk menyelesaikan desain baru sebelum Rumie kembali ke Amerika.
Liburan yang tak pernah ada pada kenyataanya. Rumie tidak tahu menikmati waktu selain bekerja. Tapi itu sebelumnya, saat ini… ada yang ingin dia lakukan, menanti jam kerja selesai seperti manusia normal lainnya.
Setelah pekerjaannya selesai, entah ini karena keinginan atau salah mobilnya. Tiba-tiba dia berada di depan gedung, dimana galeri lukisan Xaviera tersembunyi.
Dia mengeluarkan kunci dari sakunya, dan membuka pintu. Hanya ada dia, tidak terlihat Xaviera disana.
Dengan langkah perlahan dan tenang, Rumie memasuki ruangan yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan indah.
Rumie menikmati setiap detail goresan cat yang saling terhubung, seakan ada nyawa tersembunyi di balik setiap karya seni.
Dia menyentuh salah satu lukisan dan teringat sesuatu.
“Apa aku yang melukisnya?” Ia bertanya pada dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa memang dialah yang menciptakan karya-karya indah itu, namun ingatannya telah hilang.
Suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya, membuatnya menoleh.
“Ini memang semua milikmu, karyamu dan hidupmu,” ucap Xaviera. Kedatangannya tiba-tiba membuat Rumie sedikit terkejut.
“Aku?” Rumie masih tidak percaya.
Xaviera mendekat, kemudian memegang tangan kanan Rumie yang bertumpuk dengan tangannya. Menyentuh goresan chat di salah satu lukisan.
“Kau tahu, aku mengumpulkannya dari semua orang yang telah membelinya. Aku menghabiskan banyak uang hanya untuk menemukan jiwamu. Ketika aku tidak bisa menemukanmu, lukisan ini yang membuatku bisa bertahan untuk tetap menunggumu,” ucap Xaviera.
Menyentuh tangan Xaviera, membuat Rumie semakin gelisah dengan perasaan nya. Dia segera menarik tangannya, menutup rasa canggungnya rapat-rapat.
“Kau tahu aku akan datang?” tanya Rumie, langkahnya berjalan ke sisi lukisan lainnya.
“Hatiku yang tahu, hatiku tahu dimana harus berlari dan menarik separuh jiwanya,” jawab Xaviera.
Rumie menoleh dan mengernyit, “ Astaga, apa kau seorang novelis? Kata-katamu membuatku ingin membaca.”
Xaviera tersenyum, kemudian dia pergi keruangan lain untuk membuatkan kopi kesukaan Rumie, selagi Rumie mencari ingatannya melewati lukisan.
Setelah, mengamati semua lukisan. Rumie berjalan mendekat ke arah Xaviera.
Xaviera menyodorkan secangkir kopi, milik Rumie.
“Seperti apa aku dulu?” tanya Rumie, penasaran dengan masa lalunya.
Xaviera menarik tangan Rumie, untuk duduk di sebelahnya.
“Kau itu sangat pintar. Pintar dalam semua hal. Bahkan saat kita SMA, kau selalu banyak memenangkan perhargaan, semua perhatian guru dan para gadis selalu tertuju padamu. Menyebalkan sekali,” jelas Xaviera.
“Lalu, kau seperti apa?” tanya Rumie, wajahnya sedikit mendekat ke arah wajah Xaviera.
“Aku? Aku hanya seorang gadis cantik dan selalu mengejarmu,” ucap Xaviera, menaruh kedua tangannya dibawah dagu sambil matanya berkedip-kedip. Membuat Rumie, menahan senyum.
“Aku yakin kau pasti gadis bodoh saat sekolah?” ujar Rumie.
Xaviera cemberut, namun tidak membantah.
“Dalam banyak hal, aku mungkin tidak terlalu pintar,” balas Xaviera dengan senyum manisnya. “Tapi yang jelas, aku selalu bisa mencuri hatimu.”
Rumie tersenyum lembut, terpesona oleh keindahan senyum Xaviera yang bagaikan setetes embun di tengah gurun, membawa kebahagiaan dalam hidupnya.
Waktu seakan berhenti, dan hanya ada mereka berdua, terikat dalam benang-benang cinta yang tak terlihat.