NovelToon NovelToon
Bayangan Si Cupu Tampan

Bayangan Si Cupu Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Taufik

Di balik kacamata tebal, kemeja kusut, dan sepatu bolongnya, Raka Arya Pratama terlihat seperti mahasiswa paling cupu di kampus. Ia dijauhi, dibully, bahkan jadi bahan lelucon setiap hari di Universitas Nasional Jakarta. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada yang peduli pada dirinya.

Tapi tak ada yang tahu, Raka bukanlah mahasiswa biasa.

Di balik penampilan lusuh itu tersembunyi wajah tampan, otak jenius, dan identitas rahasia: anggota Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adrian

Sore menjelang petang.

Langit Jakarta mulai temaram saat pesawat Raka mendarat kembali di ibukota. Perjalanan singkat dari kota asalnya selesai, dan kini ia kembali pada ritme kehidupannya yang penuh rahasia. Mobil hitam miliknya melaju pelan di tengah padatnya lalu lintas sore hari. Setibanya di apartemen elitnya, Raka segera naik ke lantai atas dan melepas sejenak lelah perjalanan.

Namun pikirannya tak pernah benar-benar istirahat.

Ia berdiri menatap jendela kaca besar yang langsung menghadap gemerlap kota. Bayangan gedung kampus negeri yang megah muncul di pikirannya. Sudah beberapa minggu ia menyusup sebagai mahasiswa semester empat di sana—tampilannya polos, agak cupu, dan mengendarai Vespa tua—semua demi menyembunyikan siapa dirinya sebenarnya.

Namun hingga kini, penyamarannya belum membuahkan hasil.

Dan malam ini, Raka memutuskan untuk melangkah lebih jauh.

Bukan lagi menyelidiki dari balik meja kelas atau ruang perpustakaan.

Kali ini, ia akan masuk langsung ke sarang.

Targetnya: Dr. Adrian Maulana, dosen muda bergelar doktor dari luar negeri, lulusan kampus elit Eropa. Usianya baru sekitar tiga puluhan, ramah, cerdas, dan populer di kalangan mahasiswa. Tapi dari luar yang terlihat terlalu sempurna itu, justru Raka mencium kejanggalan. Terlalu bersih. Terlalu teratur. Terlalu... normal.

Padahal, Dr. Adrian adalah satu-satunya dosen yang memiliki akses penuh ke data riset laboratorium lama—tempat di mana beberapa mahasiswa sempat hilang secara misterius lima tahun lalu.

Raka bersiap cepat. Setelan hitam, masker tipis, sepatu ringan tanpa suara, dan tas kecil berisi chip pengintai canggih hasil modifikasinya sendiri. Ukurannya sekecil biji beras, bisa menempel ke jalur data atau listrik, dan mengalirkan informasi langsung ke sistem server pribadi miliknya.

Malam pun tiba sepenuhnya saat Raka sudah berada di sebuah area perumahan mewah di kawasan Cipete. Di sanalah rumah Dr. Adrian berada—modern, minimalis, dengan pagar tinggi dan lampu-lampu sensor otomatis.

Tapi semua itu tak berarti apa-apa bagi Raka.

Ia bergerak senyap, menembus lorong gelap di antara pagar belakang, memanfaatkan titik buta kamera pengawas. Ia menyusup masuk seperti bayangan. Tak ada suara. Tak ada alarm yang menyala.

Di dalam rumah, cahaya remang menyala di ruang kerja. Tapi penghuni rumah sedang di lantai dua.

Raka tak membuang waktu.

Dengan kelincahan dan kecepatan yang sudah terlatih bertahun-tahun, ia menyelipkan chip kecil itu ke:

Belakang router WiFi,

Dalam soket colokan listrik utama,

Di sisi dalam proyektor ruang kerja,

Dan satu lagi di dalam AC sentral yang terhubung ke semua ruangan.

Namun chip itu bukan sekadar alat sadap biasa. Ia menanamkan jejak chi miliknya sendiri ke dalam sistem mikro itu—menjadikannya seperti "mata ketiga" yang bisa membaca anomali energi, bukan cuma data digital. Kombinasi ilmu modern dan intuisi spiritual.

Sebelum pergi, Raka sempat melihat tumpukan berkas riset di atas meja. Satu map terbuka separuh. Judulnya mencurigakan: “Neural Code Extraction - Project Sample 8B”. Tapi ia tak punya cukup waktu untuk menyalinnya malam itu. Ia harus kembali lain waktu.

Raka keluar kembali dengan jalur yang sama, menghilang dalam kegelapan malam.

Hanya dalam dua puluh menit, rumah itu sudah dipenuhi titik pengawasan rahasia.

Dan Dr. Adrian tak akan tahu... bahwa setiap geraknya, setiap jejak komunikasinya, sudah mulai diamati.

Pagi itu cerah.

Mentari Jakarta baru saja naik, menyinari jalanan ibukota yang mulai ramai. Dari tempat parkir apartemen kecilnya, seorang pemuda berperawakan biasa keluar sambil menuntun Vespa tuanya yang baru saja diperbaiki. Suara mesinnya kasar, knalpotnya sedikit batuk-batuk, namun cukup stabil untuk menempuh perjalanan ke kampus.

Raka duduk dengan santai, mengenakan jaket polos pudar dan tas selempang kain, penampilannya tak berbeda dari mahasiswa kebanyakan—bahkan cenderung dianggap "ketinggalan zaman". Tapi di balik semua itu, pikirannya terus bekerja, menyusun potongan demi potongan dari teka-teki besar yang belum sepenuhnya terkuak.

Ia tiba di kampus seperti biasa—menyelinap ke antara kerumunan mahasiswa lain tanpa menarik perhatian. Namun pagi ini terasa berbeda.

Bisik-bisik terdengar dari berbagai sudut.

> "Eh, itu tuh yang kemarin bareng Cheviolla..."

"Kok bisa sih? Bukannya dia anak cupu?"

"Jangan-jangan anak pejabat nyamar..."

"Gila, bisa-bisanya tuh cewek nungguin dia di gerbang."

Raka tidak menggubris. Wajahnya tetap datar, langkahnya santai seperti biasa, seakan tak mendengar apapun.

Namun suara-suara itu tidak semuanya positif. Justru semakin banyak yang mencemooh—terutama dari para mahasiswa pemilik mobil mewah, para pengendara Cheviolla yang merasa “berada di atas”.

> "Cupu kayak gitu mana pantas deketin Cheviolla."

"Paling juga cari sensasi, sok misterius."

"Mentang-mentang ditawari bareng, langsung GR."

Bahkan ada yang sengaja menertawakan vespa tua Raka saat ia memarkirnya. Tapi Raka hanya tersenyum tipis. Ia sudah terlalu sering menghadapi yang lebih tajam dari cemoohan.

Misi besarnya belum selesai.

Selama belum menemukan siapa dalang sebenarnya di balik hilangnya beberapa mahasiswa dan misteri riset kampus ini, ia harus tetap menjadi "Raka si cupu". Seorang mahasiswa semester empat yang tampak biasa, tenggelam dalam lautan orang-orang muda.

Hari ini ia hanya ikut satu mata kuliah. Sisanya ia gunakan untuk berkeliling, menyelidiki kembali lorong-lorong lama, dan mencatat siapa saja yang mendekat ke area laboratorium bawah yang sudah lama dikunci. Namun pikirannya tetap waspada… terutama setelah semalam ia berhasil menanamkan chip ke rumah sang dosen muda misterius itu.

Di dalam kelas, suasana masih ramai.

Mahasiswa-mahasiswa duduk menyebar, ada yang bercanda, ada yang membuka laptop, ada pula yang sekadar membuka catatan lama sambil mengobrol setengah serius. Raka masuk nyaris tanpa suara, melangkah santai ke bangku baris tengah seperti biasanya.

Namun begitu ia duduk, beberapa pasang mata langsung menoleh.

> "Eh, si anak vespa datang."

"Wah, sekarang sudah naik kasta, pulang bareng Cheviolla."

"Hahaha, mungkin abis ini dapet beasiswa cinta, ya?"

Beberapa suara ditahan setengah berbisik, namun sengaja dibuat cukup keras agar Raka mendengarnya. Bahkan ada yang sengaja melemparkan bungkus permen kosong ke arah mejanya, lalu tertawa-tawa kecil.

Raka hanya menatapnya datar. Tangannya membuka buku catatan, mencatat sesuatu seolah tak terjadi apa-apa.

> "Cie cie... jago juga ya si cupu ini. Kena pesona mobil sport kali ya..."

"Iya, coba nanti kita sumbangin helm full-face buat dia. Biar cocok ama Cheviolla."

Suasana makin hangat dalam makna yang tak menyenangkan.

Salah satu mahasiswa laki-laki yang cukup dikenal karena gayanya yang flamboyan dan "berani bicara blak-blakan", sengaja berjalan melewati Raka dan berhenti sambil menepuk pundaknya.

> “Bro, ajarin dong cara dapetin cewek mahal kayak Cheviolla. Atau... kamu punya ilmu pelet?”

Gelak tawa terdengar di sudut-sudut kelas.

Namun Raka tetap tenang.

Ia menoleh pelan, tersenyum tipis. “Aku sih gak bisa ngajarin... Tapi kalau kamu nekat nempel ke orang yang salah, bisa-bisa malah hilang jejak. Kayak yang kemarin itu.”

Seketika suara tawa mereda. Beberapa orang saling berpandangan, mendadak teringat gosip tentang mahasiswa yang mendadak cuti kuliah tanpa jejak, tak lama setelah ikut kegiatan riset luar kampus.

Raka kembali menunduk, mencatat sesuatu di kertasnya.

1
Suyono Suratman
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!