Seorang wanita modern, cerdas dan mandiri, mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang wanita dari masa lalu,seorang janda muda di Tiongkok kuno. Tanpa tahu bagaimana dan mengapa, ia harus menjalani kehidupan baru di dunia yang asing dan penuh aturan kejam, di mana seorang janda tak hanya kehilangan suami, tapi juga martabat, kebebasan, bahkan hak untuk bermimpi.
Di tengah kesendirian dan perlakuan kejam dari keluarga mendiang suami, ia tak tinggal diam. Dengan akal modern dan keberanian yang tak lazim di zaman itu, ia perlahan menentang tradisi yang mengekangnya. Tapi semakin ia menggali masa lalu wanita yang kini ia hidupi, semakin banyak rahasia gelap dan intrik yang terungkap,termasuk kebenaran tentang kematian suaminya, yang ternyata tidak sesederhana yang semua orang katakan.
Apakah ia bisa mengubah takdir yang telah digariskan untuk tubuh ini? Ataukah sejarah akan terulang kembali dengan cara yang jauh lebih berbahaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17.Mayat pelayan Hu
Beberapa bulan berlalu sejak Zi ning menetap di rumah Li mei. Hari-harinya kini dipenuhi dengan mempelajari ilmu forensik tradisional.Mulai dari membaca huruf-huruf kuno, mengenali luka pada tubuh, hingga cara menulis laporan untuk pengadilan. Setiap malam, ia membantu Li mei menyiapkan peralatan dan mendampingi saat ada panggilan pemeriksaan mayat dari pengadilan setempat.
Zi ning tampak semakin mahir, bahkan Li mei beberapa kali memujinya di depan para pejabat lokal karena ketelitian dan ketenangannya saat bekerja. Namun, di balik semua itu, Yue pelayan setianya mulai menyadari sesuatu.
Suatu sore, saat mereka berdua duduk di beranda rumah Li mei setelah seharian bekerja, Yue memberanikan diri berbicara.
“Nyonya… sudah berbulan-bulan kita di sini. Apa Anda tidak rindu pulang? Dulu Anda selalu bilang ingin kembali ke keluarga Liu dan menuntut keadilan… tapi sekarang…” Yue terdiam sejenak, menatap Zi ning yang tampak sibuk membersihkan kuas tinta. “Rasanya… Anda sudah melupakan rencana itu.”
Zi ning berhenti sejenak, menatap langit senja dengan mata kosong. “Bukan melupakan, Yue… hanya saja… di sini, aku merasa… ada hal lain yang lebih penting. Bersama Li mei, aku bisa melakukan sesuatu. Aku bisa belajar, membantu… dan mungkin menemukan tujuan hidupku yang baru.”
Yue menunduk, wajahnya tampak bimbang. “Tapi… keluarga Liu akan mengira Anda benar-benar menghilang. Apa Anda yakin… tidak ingin kembali?”
Lanjut Yue, "Dan juga anda ini wanita bangsawan, mengapa suka melakukan hal seperti itu?. "
Zi ning menarik napas dalam. "Yue, apa pernah kamu melihatku sebahagia ini?. "
"Tapi nyonya.. "
“Untuk sekarang… aku tidak bisa kembali. Jika aku kembali tanpa kekuatan apa-apa, aku hanya akan dimanfaatkan atau dibuang. Lebih baik aku bertahan di sini… sampai aku cukup kuat.”
Yue terdiam, hanya bisa menatap nyonya mudanya yang kini terlihat berbeda lebih dingin, lebih tenang, tapi juga lebih kuat dari sebelumnya.
Melihat pelayannya yang cemas, Zi ning pun mengucapkan sesuatu yang membuatnya tenang.
"Jangan khawatir, kita akan kembali. Dan beri aku waktu sedikit saja untuk belajar dan bersenang-senang. "
"Nyonya.. "
"Kenapa kamu terus panggil aku nyonya, aku ini masih gadis dan pernikahan ku itu tidak sah. Panggil aku nona!. "
"Baik nona" Jawab Yue sambil tersenyum.
Saat mereka berdua asyik mengobrol,di luar rumah terdengar suara panik dari luar gerbang rumah. Beberapa warga desa berlarian sambil berteriak.
“Cepat! Cari Nyonya Li mei! Ada mayat di pinggir sungai! Posisinya… aneh sekali!”sambil mengetuk gerbang rumah mereka.
Zi ning dan Yue saling pandang, terkejut. Zi ning segera keluar, menghampiri mereka. “Apa yang terjadi?”
Seorang warga menggeleng cepat. “Kami sudah mencari ke rumahnya yang lain dan ke pasar, tapi tidak ada. Kami tidak tahu dia di mana sejak pagi. Tolong, nona, mungkin… Anda bisa datang melihat? Kalau kita biarkan lebih lama, bisa jadi masalah dengan kepala desa.”
Zi ning menarik napas panjang. Meski merasa gugup, ia sudah cukup lama belajar dari Li mei dan yakin bisa mencoba. Ia menoleh pada Yue. “Ambilkan peralatan. Kita berangkat sekarang.”
Tak lama kemudian, Zi ning dan Yue tiba di pinggir sungai. Beberapa warga berkumpul, menatap mayat seorang pria paruh baya yang tergeletak telungkup di tepi air. Posisi tubuhnya aneh kedua lengannya terlipat ke belakang seperti patah, wajahnya sebagian terendam, dan ada bekas goresan merah di lehernya.
Warga berbisik-bisik ketakutan. “Itu… bukan kematian biasa, kan? Apa dia… dibunuh?”
“Aku dengar dia pedagang dari desa sebelah… semalam masih terlihat sehat.”
Zi ning berjongkok di samping mayat, tangannya mantap meski dalam hati ia merasa tegang. Yue membantu membuka peralatan yang biasa dipakai Li mei seperti kuas tinta, pisau kecil, dan kain penutup.
Zi ning berkata tegas, “Semua mundur. Jangan ada yang menyentuh mayat ini. Aku akan memeriksanya.”
Warga desa saling pandang. Salah satu pria bertanya ragu, “Kau… bisa? Bukannya biasanya Nyonya Li mei yang menangani?”
Zi ning menatapnya tanpa ragu. “Aku muridnya. Dan jika kalian tidak ingin bukti rusak sebelum pengadilan datang, biarkan aku bekerja.”
Suasana jadi hening, hanya suara aliran sungai yang terdengar. Zi ning mulai memeriksa mayat dengan teliti, sedangkan Yue mencatat hasil pemeriksaan di papan kayu kecil. Namun, ketika ia memutar tubuh mayat untuk memeriksa bagian dada, ia menemukan sesuatu yang aneh seperti simbol kecil tergores di pergelangan tangan korban, seolah dibuat dengan pisau tipis.
Zi ning menatap Yue dengan serius. “Ini bukan sekadar pembunuhan. Ini… pesan. Seseorang sengaja meninggalkan tanda.”
Zi ning berjongkok, jarinya perlahan menelusuri bekas goresan di pergelangan tangan korban. Ia juga memperhatikan posisi patah pada kedua lengannya dan luka samar di leher yang terlihat seperti bekas cekikan. Dengan hati-hati, ia membersihkan lumpur dari wajah korban menggunakan kain bersih, lalu berkata pada Yue.
“Tubuh ini kaku, tapi ada tanda-tanda dia berusaha melawan sebelum mati. Bekas di lehernya… bukan karena tenggelam. Dia dicekik lebih dulu, baru dibuang ke sungai.”
Warga desa yang berkumpul mulai berbisik-bisik, rasa takut jelas terlihat di wajah mereka. Tiba-tiba, seorang pria tua yang mengenal hampir semua penduduk desa menatap mayat itu lebih dekat dan berseru,
“Ini… aku kenal orang ini! Dia pelayan keluarga Hu, keluarga kaya dari Yan Shi. Namanya Han, sering aku lihat bolak-balik ke desa bawa barang.”
Kerumunan langsung gaduh.
“Pelayan keluarga Hu? Apa mungkin ini ada hubungannya dengan urusan majikannya?”
“Kalau benar begitu, siapa yang berani bunuh orang dari keluarga Hu? Bukankah mereka berpengaruh?”
Zi ning mendongak, menatap semua warga dengan tegas. “Jangan sembarangan membuat kesimpulan. Kalau ini benar pelayan keluarga Hu, maka kasusnya bisa lebih besar dari yang kita kira. Setiap bukti harus dicatat, jangan ada yang menyentuh tubuhnya atau lokasi ini sampai pejabat pengadilan datang.”
Namun, dalam hati Zi ning merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tanda di pergelangan tangan korban,simbol kecil yang seperti ukiran yang terlihat disengaja. Itu bukan sekadar pembunuhan biasa.
Yue yang berdiri di sampingnya bertanya pelan, “Nyonya… apa mungkin ini ada hubungannya dengan keluarga Hu?,atau ada yang lain yang membuat nyonya berekspresi seperti itu.”
Zi ning tidak langsung menjawab. Tatapannya hanya terfokus pada simbol itu sambil berbisik pelan, “Entah siapa yang melakukannya… tapi jelas ini bukan kejahatan acak. Seseorang mengirim pesan melalui mayat ini.”
Kerumunan warga semakin gelisah, sebagian mulai membicarakan rumor lama bahwa desa Yan Shi pernah menjadi tempat beredarnya sekte rahasia yang menggunakan tanda tertentu pada korban mereka.
Di tengah kerumunan warga yang cemas, Zi ning masih berjongkok memeriksa tubuh Han, pelayan keluarga Hu, mencatat setiap luka dan posisi mayat. Ia tidak sadar bahwa dari kejauhan, seseorang tengah mengamati setiap gerakannya.
Orang itu berdiri di balik pepohonan, mengenakan pakaian sederhana layaknya warga biasa, namun sorot matanya tajam. Ia adalah pelayan kepercayaan Tuan Muda Pertama keluarga Hu, seorang pria yang terkenal berwatak licik dan ambisius. Pelayan itu memperhatikan cara Zi ning menganalisa luka dengan teliti sesuatu yang jarang dilakukan bahkan oleh tabib biasa.
Ia menyipitkan mata. “Perempuan itu… murid Li mei. Sejak kapan dia bisa membaca tanda kematian seperti itu? Dan kenapa terlihat seperti… dia menemukan sesuatu?”
Tak ingin ketahuan, pelayan itu segera mundur perlahan, menyelinap keluar dari area sungai. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, ia menaiki kuda hitam yang menunggu di hutan pinggir desa. Dengan cepat ia melaju menuju kediaman keluarga Hu.
Di kediaman mewah keluarga Hu, suasana malam terasa tegang. Tuan Muda Pertama duduk di ruang kerja, jari-jarinya mengetuk meja kayu berukir. Saat pelayannya tiba dan membungkuk hormat, ia bertanya tanpa menoleh,
“Bagaimana? Apa benar Han sudah mati?”
Pelayan itu menjawab pelan, “Ya, Tuan Muda. Tubuhnya ditemukan di tepi sungai. Dan… ada sesuatu lagi.”
Tuan Muda mengangkat alis. “Apa?”
Pelayan itu menunduk lebih dalam. “Seorang perempuan,dia yang melakukan pemeriksaan mayat. Dia tampak menemukan sesuatu pada tubuh Han, tapi belum mengatakannya pada siapapun. Dari caranya bekerja… seolah dia tahu lebih banyak daripada yang seharusnya.”
Tuan Muda Pertama menyipitkan matanya, senyum tipis muncul di bibirnya. “Wanita itu ya? Menarik.” Ia berdiri, berjalan ke jendela, menatap kegelapan di luar. “Kalau dia tahu sesuatu… mungkin dia bisa jadi ancaman. Atau…” Ia berhenti sejenak, senyumnya melebar. “…justru bisa kita gunakan.”
“Perintahkan orang-orang kita untuk terus mengawasi dia,” lanjutnya. “Kalau perlu, dekatkan diri padanya. Aku ingin tahu sejauh mana dia berani menggali kasus ini… dan siapa yang benar-benar dia layani.”
Pelayan itu mengangguk dalam. “Baik, Tuan Muda.”
tunggu saja kamu tuan muda hu akan ada yg akan membalasnya Zi Ning😡😡😡