Entah kesalahan apa yang Malea lakukan, sehingga dia harus menerima konsekuensi dari ibunya. Sebuah pernikahan paksa, jodoh yang sang ayah wariskan, justru membawanya masuk dalam takdir yang belum pernah ia bayangkan.
Dia, di paksa menikah dengan seorang pengemis terminal. Tapi tak di sangka, suatu malam Malea mendapati sebuah fakta bahwa suaminya ternyata??
Tak sampai di situ, dalam pernikahannya, Malea harus menghadapi sekelumit permasalahan yang benar-benar menguras kesabaran serta emosionalnya.
Akankah dia bisa bertahan atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Sehari setelah acara Reuni, foto serta video kejadian yang memperlihatkan wajahku langsung berseliweran di grup whatsap. Kebanyakan dari anggota grup tidak merespon unggahan Nelly, mereka diam dan hanya Velisa beserta dua pengikutnya saja yang membahasnya. Ada satu teman laki-laki, dia membalas untuk jangan melakukan itu pada sesama teman, dan Belinda adalah satu-satunya teman yang membelaku di grup itu.
Selanjutnya aku tak tahu lagi apa yang mereka bahas di group, sebab aku memilih left group.
Tapi selang sekitar dua jam, Belinda mengatakan bahwa Nelly sudah menghapus pesan, video, dan foto yang ia kirim sendiri di group whatsap tersebut.
Tak hanya di whatsap, di facebook pun aku membaca story Velisa yang mengatakan untuk tidak lagi memposting ataupun membahas kejadian saat di hotel Suaka Alam. Dia juga melontarkan permintaan maaf padaku
Entah apa yang membuatnya melakukan itu, yang pasti ada banyak kecaman dari warga net terhadap dirinya. Mungkin saja dia tertekan karena banyaknya hujatan yang dia dapatkan di kolom komentarnya atau memang ada seseorang yang sudah memperingatkan nya, mengingat Velisa sebelumnya tak pernah takut ataupun peduli jika dirinya di hujat banyak orang.
Ah apapun itu, aku tak peduli. Mulai saat ini aku tidak akan berhubungan dengan siapapun yang tidak menghargai orang tak punya.
Benar kata Arga, ternyata tidak ada teman yang tulus. Mereka baik pada kita karena status kita adalah orang kaya dan memiliki banyak uang. Tapi setelah kita tidak punya apa-apa, mereka akan menjauh sebab kita sudah tidak bisa lagi di manfaatkan.
Sudahlah, lebih baik aku menikmati apa yang ada saat ini. Dari pada sudah tidak memiliki kepercayaan diri untuk bergaya, aku memilih mencari kesibukan di dalam rumah. Seperti berkebun dan mempercantik halaman rumah dengan tanaman hias macam bunga-bunga.
"Tumben, jam segini sudah pulang?" Tanyaku pada Arga. Ini baru pukul dua siang, tentu saja aku heran.
"Sudah tidak ada kerjaan" Jawabnya, lalu menyodorkan uang satu lembar lima puluh ribuan, dan dua puluh ribuan.
"Maaf, aku hanya dapat segitu"
"Nggak apa-apa" Responku ikhlas, tapi nada bicaraku masih terdengar ketus. "Semua bumbu dapur masih ada, aku bisa masak pare hasil metik kemarin, untuk lauknya nanti kamu bisa ambilkan ikan di kolam"
Dia tersenyum, namun hanya sesaat.
Saat dia hendak memasuki kamar, aku memanggilnya yang membuatnya urung melangkahkan kaki.
"Ada apa?" Sahutnya lembut.
"Setiap orang, pasti ingin maju kan?" Kataku hati-hati. "Aku berencana pinjam uang ke ibu buat renovasi kamar. Aku mau ada kamar mandi di dalam kamar, satu persatu aku ingin tempat tinggal yang lebih layak. Nggak perlu bagus, yang penting fasilitas lengkap dan nyaman, gimana? Apa kamu setuju?"
Dia tak langsung merespon, tampak berfikir beberapa saat, sebelum kemudian menyahut.
"Aku setuju kita renovasi rumah sedikit demi sedikit, tapi aku nggak setuju kalau uangnya pinjam ke ibu"
"Tapi kalau kita nggak pinjam, kita harus nunggu punya uang dulu, kan? Sedangkan aku ingin buru-buru merenovasinya. Butuh waktu lama buat ngumpulin uang itu"
"Ayolah, ini pinjam ke ibu bukan ke orang lain" Lanjutku ketika Arga hanya diam.
"Aku akan pinjam ke bosku, nanti bayarnya bisa nyicil setiap bulan"
"Oh, my God! kalau bisa ke ibu, kenapa harus ke bosmu, ke ibu kan bisa santai balikinnya"
"Kalau pinjam ke ibu lebih baik nggak usah renovasi"
Dia langsung ke kamar usai mengatakan itu. Aku sendiri mencebik kesal melihat sikapnya.
Aku heran, dia sangat tegas dan keputusannya benar-benar tidak bisa di ganggu gugat, seakan-akan dialah sang penguasa.
"Gimana? Mau setuju dengan keputusanku, atau kita nggak usah renovasi rumah" Ucapnya tiba-tiba.
Dengan terpaksa akupun menyetujuinya. Dari pada seperti ini, aku selalu ketakutan jika tengah malam harus pergi ke kamar mandi sendiri, sebab aku tak berani meminta Arga menemaniku.
"Terserah kamu saja, yang penting aku mau kamar mandi di dalam kamar"
"Okay, besok aku coba minta pinjaman ke bosku"
"Kalau bosmu nggak memberimu pinjaman gimana?"
"Ya sudah nggak perlu renovasi"
"Nggak bisa" Sergahku cepat.
"Kalau bosmu nggak kasih pinjaman, aku nggak peduli kamu mau setuju atau nggak, aku akan tetap pinjam ke ibu"
"Ibu kan punya toko bangunan, aku bisa ambil bahan bangunan dari sana secukupnya, bayarnya bisa nyicil juga. Kalau belum ada uang ibu nggak nggak mungkin nagih" Imbuhku tegas.
Alih-alih meresponku, dia malah hanya menggelengkan kepala, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Menarik napas panjang, aku baru tahu kalau Arga tak begitu buruk. Maksudku dia semakin terlihat tampan.
Entah aku yang baru menyadarinya, atau dia memang sudah tampan sejak dulu.
masih pengen di peyuk2 kan sama Arga
hormon bumil tuh Dede utunya masih pengen di manja2 sama ayah nya,,
kebat kebit ga tuh hati kmau
Ayo thor lanjut lagi yg byk ya...penanasaran bgt kelanjutannya...
kenapa ga jujur aja seh.
tapi Lea takut ngomongnya,takut ga di akui sama mas arga
ayo Lea jujur aja aaah bikin gemes deeh