Kevin cuma anak SMA biasa nggak hits, nggak viral, hidup ya gitu-gitu aja. Sampai satu fakta random bikin dia kaget setengah mati. Cindy cewek sejuta fans yang dielu-elukan satu sekolah... ternyata tetangga sebelah kamarnya. Lah, seriusan?
Cindy, cewek berkulit cerah, bermata karamel, berparas cantik dengan senyum semanis buah mangga, bukan heran sekali liat bisa bikin kebawa mimpi!
Dan Kevin, cowo sederhana, dengan muka pas-pasan yang justru dipandang oleh sang malaikat?!
Gimana kisah duo bucin yang dipenuhi momen manis dan asem ini selanjutnya!? daripada penasaran, mending langsung gaskan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Proposal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam Yang Istimewa
Sekitar satu jam kemudian, aroma sedap mulai memenuhi ruang makan kecil Kevin. Cindy dengan cekatan mengatur berbagai hidangan di atas meja.
"Karena ini pertama kalinya masak di sini," ujar Cindy sambil menata piring, "aku bikin yang simpel dulu. Besok kalau udah tahu peralatannya lebih lengkap, bisa masak yang lebih variatif."
Kevin hanya bisa melongo melihat berbagai hidangan yang tersaji. "Aku cuma bilang makasih ya udah mau masakin," gumamnya takjub.
Meski Cindy bilang ini menu sederhana, tapi penyajiannya begitu sempurna. Ada ikan kakap kukus dengan irisan lemon, tumis sayuran warna-warni, telur dadar Jepang yang menggoda, plus beberapa hidangan pendamping lain. Semuanya terlihat begitu menggugah selera.
Sebenarnya Kevin bukan tipe yang pilih-pilih makanan. Tapi sebagai pencinta masakan Jepang, melihat hidangan di depannya bikin air liurnya nyaris menetes.
"Keren banget..." pujinya spontan.
Cindy tersenyum kecil. "Makasih. Ayo dimakan sebelum dingin."
Mereka berdua kemudian duduk berhadapan di meja makan kecil Kevin yang biasanya hanya dipakai sendirian. Jarak antara mereka begitu dekat sampai Kevin bisa mencium aroma shampoo Cindy yang wangi.
Ada sesuatu yang tak tergambarkan tentang gadis secantik Cindy duduk di hadapannya siap makan malam bersama. Tapi begitu makanan mulai disantap, semua pikiran itu lenyap digantikan kekaguman pada keahlian memasak Cindy.
"Selamat makan," ucap Kevin sebelum mencicipi sup miso.
Begitu kuahnya menyentuh lidah, rasanya langsung membanjiri mulutnya. Berbeda dengan sup miso instan yang biasa dia makan, rasa kaldu ikan dan miso buatan Cindy begitu harmonis. Tidak terlalu kuat, tapi cukup untuk membangkitkan selera.
Pertama kali terasa agak ringan, mungkin karena Cindy mendesainnya untuk dinikmati bersama hidangan lain. Tapi setelah beberapa teguk, rasa umaminya semakin terasa. Pas banget untuk membuka makan malam.
"Enak banget!" puji Kevin tulus.
Cindy yang sedang meniup nasinya berhenti sejenak. "Makasih," jawabnya sambil menunduk, tapi Kevin bisa melihat ujung telinganya memerah.
Melihat reaksi itu, Kevin jadi malu dan langsung mencoba hidangan lain. Ikan kukusnya luar biasa lembut, dagingnya masih juicy sempurna. Biasanya kalau dipanaskan ulang pasti jadi kering, tapi ini masih lembab dan gurih.
Lalu ada telur dadar Jepang yang bikin matanya berbinar. Warnanya kuning keemasan sempurna. Begitu digigit, teksturnya lembut dengan rasa kaldu ikan yang pas. Ada sentuhan manis madu yang samar, menambah kedalaman rasa.
"Yang ini..." Kevin mengunyah perlahan, menikmati setiap gigitan. "Ini telur dadar terenak yang pernah aku makan."
Cindy tersipu malu. "Kamu berlebihan."
"Nggak kok! Beneran enak." Kevin mengambil potongan lagi. "Teksturnya pas, rasanya balanced. Lebih enak dari..."
Dia berhenti tiba-tiba, tapi Cindy langsung menangkap maksudnya. "Lebih enak dari masakan ibumu?" ujarnya sambil menyeringit.
Kevin menggaruk pipinya yang memanas. "Aku nggak bilang gitu..."
"Tapi kamu mikir gitu kan?" Cindy tertawa kecil. "Gapapa kok. Aku tahu masakanku enak."
Sikap percaya diri itu membuat Kevin tersenyum. Memang benar, keahlian memasak Cindy bukan hasil instan. Dibutuhkan latihan dan pengetahuan untuk bisa menghasilkan rasa seimbang seperti ini. Ibunya mungkin lebih berpengalaman, tapi selera Cindy benar-benar di level berbeda.
"Pokoknya aku beruntung banget bisa makan masakan kamu setiap hari," ujar Kevin sambil menyendok nasi.
Cindy mengangkat alis. "Hanya saat kita berdua nggak ada acara lain, ingat."
"Iya sih, tapi..." Kevin tiba-tiba ragu. "Kamu nggak keberatan masak untuk cowok yang... kamu nggak suka?"
Cindy menatapnya tajam. "Kamu hidup nggak sehat. Aku suka masak, dan seneng liat orang menikmati masakanku." Dia jeda sejenak. "Kalau kamu masih ragu, aku bisa berhenti kok masakin kamu."
"Jangan!" Kevin bereaksi cepat, membuat Cindy terkikik. "Maksudku... tolong lanjutkan. Aku benar-benar menghargai ini."
Bayangan harus kembali makan lauk pauk instan setiap hari membuat Kevin merinding. Setelah merasakan masakan Cindy, lidahnya sudah dimanjakan. Tidak ada jalan kembali.
Cindy menggeleng sambil tersenyum kecut. "Ini buat kamu," ujarnya tiba-tiba, menyodorkan semangkuk kecil acar sayur.
"Wah!" Mata Kevin berbinar. Dia menerimanya dengan antusias, tapi kemudian merasa bersalah karena sudah merepotkan Cindy begitu banyak.
Sambil menikmati gigitan terakhir, Kevin tak bisa menahan pikiran bahwa hari-hari makan malam bersama "Angel" ini akan menjadi rutinitas baru mereka. Jantungnya berdebar antara senang dan rasa bersalah yang aneh.
"Terima kasih untuk makanannya," ucapnya tulus setelah piringnya kosong tak bersisa.
Cindy mengangguk puas melihat makanan habis. "Sama-sama. Besok aku bikin yang lain ya."
Mendengar janji itu, Kevin tersenyum lebar. Entah mengapa, apartemennya yang biasanya sepi tiba-tiba terasa begitu hangat dan hidup.