Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 17
Jam empat sore, mereka tiba di rumah. Anya sangat lega melihat Kinan begitu bahagia di samping David. Sepanjang hari di pantai, Anya menyaksikan ketulusan David pada Kinan. David memperlakukan Kinan dengan penuh kasih sayang, sedikit meredakan kekhawatiran Anya.
“Mama, Kinan mau mandi terus tidur,” kata Kinan dengan suara mengantuk.
“Baik sayang. Bibi bantu, ya?”
“Iya,” jawab Kinan.
Kinan dan Bibi menuju kamar Kinan. David meletakkan barang-barang Anya di lantai, lalu duduk di sofa, menghela napas lelah.
“Aku buatkan kopi?” tawar Anya.
“Terima kasih, Anya. Tapi aku ingin istirahat sebentar di sini. Aku sangat lelah,” jawab David.
“Baiklah, istirahatlah di kamar tamu. Mandi dulu saja, ada baju Ayahku di lemari kalau kamu mau pakai,” kata Anya.
“Oke,” jawab David.
David menuju kamar tamu. Anya membereskan barang-barangnya, lalu mandi dan berganti pakaian. Ia keluar kamar dan berpapasan dengan Bibi di depan pintu.
“Ada apa, Bi?”
“Nyonya, Bibi mau ke pasar beli bahan,” jawab Bi Inah.
“Tidak usah, Bi. Aku saja yang belanja. Bibi di rumah saja,” kata Anya.
Bibi menurut. Anya pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan untuk makan malam. Udara sore masih cukup panas, tetapi Anya merasa sedikit lebih lega; bayang-bayang rasa takut akibat pesan ancaman itu sedikit mereda.
Anya berbelanja tanpa merasakan terganggu meski ada beberapa orang yang mengungkit prilaku buruknya. Anya menuju mobilnya, memasukkan belanjaan ke bagasi. Sebuah suara menghentikannya.
"Anya."
Anya berbalik, terkejut melihat Reno. Ia hendak masuk mobil, tapi Reno lebih cepat; ia menutup pintu mobil, menghalangi Anya.
"Reno. Apa maumu?" tanya Anya, suaranya dingin, tatapannya tajam dan penuh penolakan.
Reno terdiam, menatap Anya dengan ekspresi yang sulit dibaca—campuran penyesalan, kerinduan, dan sedikit harap. Ia masih mencintai Anya, meskipun ia tahu dirinya telah menyakiti Anya. Berita tentang Anya di media membuatnya cemas, dan ia mencari kesempatan untuk bertemu. Mendengar kabar Anya berbelanja di supermarket, ia bergegas datang.
"Anya, aku sudah lihat beritanya," ucap Reno, suaranya bergetar, menunjukkan kegugupannya.
"Lalu? Mau pamer perhatian? Aku tidak butuh. Pergilah," jawab Anya, nada suaranya tegas, tatapannya tak menunjukkan sedikit pun kelembutan.
"Anya, aku percaya padamu. Kembali padaku, aku akan bantu bersihkan berita ini," bujuk Reno, mencoba meyakinkan Anya dengan nada yang lebih lembut, matanya menunjukkan sebuah harapan yang besar.
Anya tertawa sinis. "Membantuku? Bagaimana caranya? Keluargamu? Istrimu? Sudahlah. Aku tidak butuh perhatian dan bantuanmu." Ekspresinya penuh ketidakpercayaan dan rasa jijik.
Anya berusaha mendorong Reno, namun Reno menahan tangannya.
"Lepaskan aku," perintah Anya, suaranya meninggi, menunjukkan rasa kesal yang mulai memuncak.
Reno tak mengindahkannya. "Aku serius, Anya." Wajahnya menunjukkan kesungguhan, namun juga sedikit memaksa.
"Lepaskan! Urus saja urusanmu sendiri! Lepaskan aku!" Anya menarik tangannya, namun genggaman Reno kuat. Ketakutan dan amarah bercampur aduk di wajahnya. Ia terlihat sangat kesal dan ketakutan.
Saat itu juga, sebuah mobil berhenti. Arga keluar. Ia menatap Reno tajam, tatapannya dingin dan menusuk.
“Lepaskan tanganmu,” perintah Arga, suaranya datar namun tegas, bernada ancaman.
Reno mengabaikan perintah Arga, bahkan menantang balik. Amarah Arga memuncak. Tanpa basa-basi, pukulan telak mendarat di pipi Reno, membuat Reno melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan Anya. Arga masih ingin melancarkan serangan kedua, tetapi Anya menahannya.
"Arga, jangan!" Suara Anya bergetar, menahan Arga yang tampak siap kembali menyerang. Matanya memohon.
Arga, napasnya memburu, mengancam Reno dengan tatapan tajam, "Jauhi Anya. Dia kekasihku."
Reno tercengang. Ia baru menyadari pria yang baru saja memukulnya adalah figur berpengaruh di kota ini; setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah hukum. Ketakutan mulai menggerogoti dirinya.
"Anya, apakah dia alasanmu menolak ku? Kau mendapatkan pria yang lebih baik dariku?" Reno bertanya, suaranya bergetar, dipenuhi kekesalan dan sedikit rasa cemburu.
Anya menatap Reno dengan dingin, matanya memancarkan kesedihan dan amarah yang terpendam. "Ya, seperti yang kau lihat. Atau, kau mau aku memohon padamu yang sudah mengkhianati ku?" Nada suaranya tegas, tanpa sedikitpun keraguan.
Arga terbelalak. Baru saat itu ia menyadari bahwa Reno adalah mantan kekasih Anya. Kejutan dan sedikit rasa cemburu pun muncul dalam dirinya.
Keheningan menyelimuti mereka sejenak, hanya desiran angin dan suara kendaraan yang lalu lalang yang memecah kesunyian. Arga menatap Reno, kemudian melirik Anya yang masih terpaku di tempat, wajahnya masih membekas luka batin akibat pengkhianatan Reno. Ekspresi Arga bercampur aduk antara kemarahan, kekaguman terhadap kekuatan Anya, dan sedikit rasa cemburu terhadap masa lalu Anya yang tak pernah ia ketahui.
Arga mengulurkan tangannya, meraih tangan Anya. Sentuhannya lembut, namun terasa begitu melindungi. Anya menoleh, matanya bertemu dengan mata Arga yang penuh pengertian dan kasih sayang. Sebuah senyum samar muncul di bibir Anya, menunjukkan rasa syukur dan rasa aman yang kembali hadir.
“Kita pulang,” bisik Arga, suaranya lembut namun tegas.
Anya mengangguk, menarik napas panjang. Ia melirik Reno sekilas, tatapannya penuh penolakan. Tanpa sepatah kata pun, Anya membiarkan Arga menggenggam tangannya, lalu mereka berdua berjalan meninggalkan Reno yang masih terdiam di tempat, meratapi kesalahannya dan kehilangan yang tak bisa ia perbaiki. Reno tersadar, bahwa Anya telah benar-benar berlalu dari hidupnya, digantikan oleh pria yang jauh lebih kuat dan mampu melindungi Anya dari semua ancaman.
Di dalam mobil, Anya bersandar pada bahu kursi. Kelegaan yang mendalam memenuhi hatinya. Ia sengaja mengikuti alur yang ditawarkan Arga untuk menghindari Reno.
Kejadian dengan Reno menjadi pelajaran berharga, bahwa masa lalu memang tak bisa diubah, namun Arga akan berusaha dengan segala caranya untuk membuat Anya kembali padanya.
Anya melirik Reno yang masuk ke mobilnya lalu pergi secepat kilat. Arga memperhatikannya, seulas kecemburuan tergambar samar di wajahnya. Ia tampak menahan amarah.
"Terima kasih, Arga. Reno sudah pergi," ucap Anya, suaranya terdengar lega, namun juga sedikit tegang, mencoba membuka pintu mobil.
Arga segera mengunci pintu, gerakannya cepat dan tegas, menunjukkan sebuah ketegasan yang terselubung. Wajahnya menunjukkan penolakan terhadap keinginan Anya untuk pergi.
"Arga, aku mau turun." Anya berkata, suaranya sedikit meninggi, menunjukkan ketidaksukaannya pada sikap Arga.
"Aku antar kamu pulang." Arga menjawab dengan tenang, namun nada suaranya menunjukkan sebuah ketegasan yang tak terbantahkan. Matanya menatap Anya dengan intens.
"Tidak. Aku pulang sendiri. Belanjaanku ada di mobilku." Anya menolak dengan lembut namun tegas, mencoba tetap menjaga kesopanan. Ekspresinya menunjukkan keinginan kuat untuk segera pergi.
"Biar Rangga yang bawa mobilmu. Aku ada urusan denganmu." Arga tetap bersikeras, matanya menunjukkan sebuah tekad yang kuat.
Anya terkejut saat Arga baru berkata, Rangga telah membawa mobilnya pulang.
Arga menjalankan mobil. Anya tampak frustasi, ia menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang hampir meledak.
Anya teringat sesuatu. Rangga, Kinan. Anya ingin menghubungi David maupun Bibi untuk mengingatkan agar Kinan tidak boleh keluar rumah. Tapi sayang, hapenya tertinggal di rumah.
"Arga, aku tidak ingin bicara apa pun denganmu. Kita sudah selesai tiga tahun lalu. Aku tidak punya utang apa pun padamu. Aku pergi tanpa membawa barang-barang dan harta yang kamu belikan. Aku hanya membawa bajuku. Turunkan aku di sini. Aku harus pulang, aku sedang janjian dengan Bella untuk makan malam di rumah ku." Anya berkata, suaranya terdengar sedikit bergetar menahan amarah, tatapan matanya tajam dan penuh penolakan.
Namun, Arga tetap fokus mengemudi, wajahnya tanpa ekspresi, namun rahangnya mengeras. Ia tampak berpikir keras. Saat ia tiba di bandara, ia baru mendengar berita tentang Anya. Dia marah dan butuh penjelasan. Meminta Rangga mencari tahu posisi Anya, Anya berada di supermarket, Arga langsung menemui Anya. Dan terkejutnya Arga bukan hanya bertemu Anya tetapi juga pria masa lalu Anya.
Mobil berhenti mendadak.
"Arga," Anya terkesiap, suaranya terdengar kaget dan sedikit panik.
"Anya, kamu punya utang yang tertunda tiga tahun padaku. Dan sekarang, aku akan menagihnya." Arga berkata, suaranya dingin dan berat, tatapannya tajam dan menusuk, menunjukkan sebuah ancaman yang terselubung.
"Aku tidak punya utang apa pun padamu." Anya membantah, suaranya sedikit gemetar, tatapannya menunjukkan rasa takut dan penolakan.
"Video viral itu terjadi saat kamu masih istriku, kan? Kamu sudah mengkhianati ku sejak lama." Arga menyatakan, suaranya berat dan penuh emosi, matanya menunjukkan luka yang terpendam selama bertahun-tahun.
Anya terdiam, wajahnya pucat pasi, tatapannya kosong, tampak terpukul dan tak mampu berkata-kata.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁