Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Di sebuah tempat yang tampak seperti tempat pembuangan barang rongsok itu terlihat Danu dan beberapa temannya duduk merokok di depan bus tua yang sudah usang itu. Mendengar suara motor Nadia membuat mereka menoleh kearah jalan setapak dari tanah liat itu, Danu berdiri dari tempat duduknya sambil membuang ludah dengan kasar keatas tanah.
"Siapa yang bernama Danu?" Tanya Nadia melepas helm di kepalanya.
Total ada tujuh anak lelaki sesuai Ardi dan Arda disana, mereka menoleh kearah Danu yang berjalan beberapa langkah didepan ke lima anak lainnya sambil menatap Nadia dengan tangan berada di pinggang.
"Aku yang bernama Danu, ada urusan apa kau mencari ku? Kau Kakaknya Ardi ya?" Tanya Danu sedikit menyipitkan matanya menatap Nadia yang melangkah mendekatinya dengan tenang.
Dibelakang Danu mulai terdengar suara bisik-bisik, tampaknya kelima anak remaja itu sudah mengenal Nadia, terlihat saat mereka menundukkan kepala mereka dan mundur beberapa langkah dari Danu.
"Kau rupanya!" Ucap Nadia menatap malas pada Danu.
"Hai adik-adik, bisakah kalian membelakangi kami?" Tanya Nadia pada teman-temannya Danu.
Danu menoleh, sekilas ia melihat kelima temannya berjalan menjauh darinya hingga menghadap kearah mobil rongsok itu. Ia mengepal kedua tangannya dengan marah lalu mencibir pada Nadia yang siap mengambil ancang-ancang, namun sebelum gadis itu benar-benar memukulnya, Nadia dengan santai memakaikan plastik pada helmnya sambil mengajak Danu berbicara.
"Jadi, Danu, kenapa kau mulai Ardi dan Arda? Apa mereka yang mengganggumu lebih dulu?" Tanya Nadia yang tak ingin gegabah mengambil keputusan.
"Tidak, mereka anak baik, bahkan terlalu baik untuk anak seusia kami, tapi apa kamu tahu, jalang..... karena mereka baik semua orang jadi menyukai mereka, termasuk Kiara!" Jawab Danu dengan berani.
"Owhhh karena terlalu baik, lalu siapa Kiara itu?" Tanya Dania untuk kedua kalinya.
"Kiara? Dia anak dari sekolah menengah atas khusus perempuan, seharusnya kami sudah pacaran hari ini, tapi karena Ardi, dia menolak ku. Kurasa Ardi pantas menerima hukuman karena sudah berani mengganggu hubunganku dengan Kiara!"
Nadia mengangguk kepala, meski kini ia sudah diselimuti oleh rasa marah yang meluap-luap, ia tetap ingin tahu alasan kenapa kedua adiknya terbaring dirumah sakit saat ini.
"Lalu bagaimana dengan Arda dan Andre? Apa Kiara juga menyukai kedua anak itu?" Tanya Nadia dan ini merupakan pertanyaan ketiganya.
Lagi-lagi Danu mencibirkan bibirnya membuat Nadia memejamkan matanya sesaat untuk menarik nafas lebih dalam untuk mengontrol emosinya.
"Mereka? Mereka hanya alat pemuas kekesalan ku saja, kalau mereka tidak menggangguku maka aku tak akan mengganggu mereka, salahkan mereka yang terlalu ikut campur kedalam urusanku!" Jawab Danu sambil tertawa kecil.
"Aduhhhhh, kenapa Danu ini bodoh sekali!"
"Kuharap bibirnya baik-baik saja setelah ini!"
"Biarkan saja, kalau dia yang salah sebaiknya kita jangan ikut campur!" Satu persatu anak remaja dibelakang sana saling mengutarakan isi hati mereka sambil mendengarkan percakapan dibelakang sana.
"Biar ku luruskan masalah ini ya, Danu!" Nadia kembali membuka pembicaraan.
"Pertama, kau menyukai Kiara tapi Kiara tidak menyukaimu karena dia menyukai Ardi. Kedua, kamu mengajak Kiara berpacaran tapi Kiara menolakmu karena alasan dia menyukai Ardi. Ketiga, kau mengganggu dan memukul Ardi. Keempat, saat kamu memukul Ardi, Arda dan Andre datang dan mengganggu mu. Kelima, kamu emosi dan melampiaskan kemarahan mu pada Ardi dan Andre!"
Danu bertepuk tangan dan dengan bangganya mengacak rambutnya seolah ia akan terlihat jauh lebih tampan karena itu.
"Aaahkkk, akhirnya ada yang juga mengerti maksudku, aku senang kau mengerti isi pikiranku!" Ucapnya pada Nadia.
"Ahahah!" Balas Nadia tertawa masam.
"Tapi sayangnya aku tidak yang tidak senang denganmu. Dan... ohhhhh aku lupa, kau menyebutku jalang tadi, bagaimana ini? Haruskah kuberi kau pelajaran? Ahkk bukan..... bukan.... haruskan aku melakukan hal kelima itu kepadamu? Sepertinya aku juga harus menyalurkan emosiku, bagaimana menurutmu?"
Danu melangkahkan kakinya menjauhi Nadia yang mengangkat helm yang sudah terbungkus dengan plastik kresek itu.
"Danu, kemari lah Nak, aku hanya bersilaturahmi denganmu, jangan takutttttt"
"Apa yang mau kau lakukan? Jauhkan benda kotor itu dariku!" Ucap Danu menunjuk benda ditangan Nadia dengan matanya yang memerah karena ketakutan.
Bhhuugggg
"AAAAAA"
Brakkkkk
"Mama........ "
Bhugggg bhugggg bhugggg
Brukkkkk
Tubuh Danu terlempar keluar dari area itu, kelima anak remaja didepan mobil rongsok tersebut menutup mulut saat melihat Danu terkapar diatas tanah didepan mereka dengan bibirnya yang terluka dan wajah lebam.
Nadia membuka kantong plastik pembungkus helmnya, dengan rapi melipatnya dan memasukkannya kedalam kantong tasnya.
"Adik-adik, dengarkan Kakak ya. Danu mengalami kecelakaan saat dia pulang bermain hingga kakinya patah, ini kecelakaan tunggal dan kalian adalah saksinya. Apa kalian mengerti?"
"Iya, Kak. Kami mengerti!"
"Kalau begitu tuliskan nama, usia, tempat tempat tinggal dan nomor telepon kalian disini!" Titah Nadia lagi sambil menyodorkan ponselnya pada kelima anak itu.
Mereka hanya menurut sedangkan Danu mencoba berdiri sambil memegangi bibirnya yang terasa sakit.
"Apa maksudmu? Aku tidak kecelakaan, kakiku baik-baik saja!" Bentak Danu meneriaki Nadia.
Nadia tersenyum menunggu kelima anak di depannya selesai menulis nama, alamat rumah dan nomor telepon mereka disana. Setelah menerima ponselnya kembali, Nadia mengeluarkan beberapa permen dari dalam sakunya lalu membaginya pada kelima anak itu.
"Satu lagi ya adik-adikkkkk, Danu kehilangan giginya dalam insiden kecelakaan itu!" Ucap Nadia yang hanya direspon oleh anggukan kecil oleh kelima remaja tersebut, mereka bergegas pergi dari sana, meninggalkan Danu yang berkeringat dingin.
Nadia meletakkan helmnya diatas motornya lalu menaiki motor milik Danu, dinyalakannya mesin motornya itu lalu menekan habis gasnya, dengan sigap ia mengejar Danu yang mulai berlari tak tentu arah, namun sekuat apapun ia berlari, Nadia akan tetap menangkapnya.
Brukkkk
Nadia menabrak tumpukan sampah yang berada tepat disamping Danu yang duduk meringkuk ketakutan, gadis bernama Nadia itu tertawa pelan lalu turun dari atas motor.
"Kamu pikir aku akan benar-benar menabrak mu? Jangan bodoh, hukuman mu lebih dari pada itu!" Ujar Nadia menarik kerah baju Danu.
"Maaa... maafkan aku.... maafkan aku.... "
"Tentu, aku akan memaafkan mu, dengan satu syarat, bukan.... dengan dua syarat!"
Danu duduk bersimpuh diatas tanah berpasir itu sembari menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dihadapan Nadia sambil meminta maaf. Tak ingin membuang-buang waktu, gadis itu meraih sebuah potongan kayu ditumpukan sampah itu lalu menyerahkannya pada Danu.
"Pukul kakimu kepalamu dengan kayu ini masing-masing sebanyak sepuluh kali, pukul yang kuat ya!" Titah Nadia melempar kayu itu pada Danu sementara ia membuka jok motor Danu, memutar penutup tangki bahan bakar minyak didalam sana lalu dengan sengaja menjatuhkan motor itu di hadapan Danu.
"Kalau kamu tidak mau, kita bisa menyudahinya dengan membakar motor ini, tapi ingat.... kau juga akan ikut terbakar bersamanya!" Ucap Nadia sambil menyalakan korek api yang ia dapatkan dari motor Danu sebelum ia menumpahkan minyak dari kendaraan roda dua itu.
"Danu? Kau memilih rencana nomor satu atau rencana nomor dua?"
Danu tak mampu berucap, ia hanya dapat meraih kayu dihadapannya dan bersiap untuk melukai dirinya sendiri.
"Apa kau akan melepaskan ku kalau aku memukul kepala dan kakiku sebanyak dua puluh kali?" Tanya Danu gemetar ketakutan dijawab anggukan oleh Nadia.
"Baik.... baiklah!" Ucap Danu menelan kasar ludahnya.
Bhuggg
"Satu!"
Bhuggg
"Dua!"
Bhuggg
Bhuggg bhugggg
Nadia terus menghitung setiap pukulan yang dilakukan Danu pada dirinya sendiri sebanyak dua puluh kali, tanpa belas kasihan Nadia terus menatap tajam pada Danu yang pada akhirnya pingsan tak sadarkan diri dihadapannya.
"Kau juga mengatakan kalau kedua adikku adalah anak dari keluarga miskin, bukan?" Tanya Nadia menginjak kaki Danu yang telah terluka.
"Kami tidak miskin, kami tidak juga kaya. Tapi apakah ada peraturan kalau kalian.... anak dari keluarga kaya bisa menganiaya anak dari keluarga miskin? Tidak..... ada peraturan seperti itu Danu. Kamu mungkin berfikir kalau uang keluargamu bisa menutup mulut orang-orang yang melihatmu melakukan kejahatan dengan uang orangtuamu, tapi untuk menutup amarah didalam hati keluarga korban, uang tak ada gunanya. Ini baru permulaan, jika adikku mati, maka kau juga akan mati!" Bisik Nadia tepat ditelinga Danu.
Selang beberapa jam kemudian Nadia membawa motor Danu kearah jalan masuk menuju tempat sampah terbengkalai itu, ia menyembunyikan motor tersebut dibalik semak belukar yang menjulang tinggi dan tumbuh subur itu, kemudian ia kembali mengambil motornya serta membawa Danu dibelakangnya, ia akhirnya mengangkat Danu keatas motor yang semula ia sembunyikan itu dan mendorongnya kearah pembatasan jalan sambil berlari kuat.
Brukkkk
Bunyi motor itu, Danu dan kendaraannya benar-benar meluncur melewati pembatas jalan. Nadia melambaikan tangannya pada Danu yang tersangkut di batang pohon lalu bergegas pergi sambil memastikan kalau tidak ada seorangpun yang menyaksikan hal tersebut.