NovelToon NovelToon
Pawang Hati, Arjuna Hukum

Pawang Hati, Arjuna Hukum

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Slice of Life
Popularitas:48.1k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

Fakultas peternakan x Fakultas Hukum

Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.

Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.

"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.

"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"

Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.

Evan mengangguk pasti.

"Hidupin joni lagi bisa?"

"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calista

Malam itu, Calista mengayuh langkahnya secepat mungkin, berharap bisa sampai sebelum bibinya kehilangan sabar. Udara malam yang dingin terasa menampar wajahnya, seakan mengingatkan pada kesalahan yang baru saja ia lakukan. Telat pulang. Lagi.

Sesampainya di bagian belakang ruko yang juga menjadi dapur besar untuk warung nasi Padang milik bibinya. Calista segera mengambil kunci pintu belakang dari saku celananya, dengan buru-buru dia memasukan anak kunci dan segera mendorong pintu kayu bercat kuning itu. Ia tertegun saat melihat lampu dapur masih menyala terang. Itu bukan pertanda baik. Dengan napas terengah-engah, ia semakin mendorong pintu kayu itu agar bisa masuk.

“Calista!"

Calista membeku saat namanya diteriakkan. Derap langkah terdengar mendekat membuat Calista memejamkan mata, tangannya meremas kuat tas punggung yang ia bawa.

"Kamu nggak lihat jam berapa ini heh? Mau jadi perempuan macam apa kamu, hah?” suara lantang bibinya langsung menyambut, menusuk gendang telinga seperti cambuk.

Wanita berambut pendek warna pirang itu berkacak pinggang menatap Calista dengan nyalang. Seolah sedang menghakimi pencuri yang baru tertangkap.

Calista menunduk, menggigit bibirnya. Ia sudah terbiasa dengan nada itu. Tapi malam ini berbeda. Bibinya berjalan mendekat dengan langkah cepat, tatapan penuh amarah membakar.

“Kamu pikir ini rumah singgah, ya? Seenaknya pulang malam! Atau jangan-jangan... kamu cari uang haram, hah?” tuduh bibinya dengan nada memerintah, sambil menunjuk wajah Calista.

“Enggak, Bibi. Aku habis—”

“Jangan banyak alasan kamu!” potong bibinya, suaranya makin nyaring.

“Perempuan mana yang pulang malam begini kalau bukan jual diri?! Dasar jalang!”

Ucapan itu menusuk seperti duri tajam ke hati Calista. Matanya mulai memanas, tapi ia menahannya. Air mata tidak akan mengubah apa pun. Bukan pertama kalinya ia mendengar hinaan itu dari bibinya, tapi tetap saja menyakitkan.

“Bibi, aku habis belajar kelompok,” jawab Calista pelan, berusaha menjaga suaranya agar tetap tenang. Dia terpaksa berbohong karena Bibinya akan semakin marah jika dia tahu Calista di ajak jalan-jalan seorang laki-laki.

“Belajar kelompok apanya?! Sama laki-laki itu, ya? Dasar perempuan enggak tahu diri! Kalau bukan karena pamanku, sudah lama kamu aku usir dari sini, muak aku lihat kamu di sini!"

Calista terdiam. Ia tahu tak ada gunanya membela diri. Bibinya memang tak pernah menyukainya, hanya bertahan karena pamannya yang selalu meminta Calista tetap tinggal, pun Calista juga harus berhemat. Setidaknya tinggal di sini tidak harus bayar uang sewa hanya bayar dengan kewarasan dan tenaga.

Wanita paruh baya itu menarik lengan Calista, membawa gadis itu pada sekumpulan sayur dan bahan masakan yang masih belum tersentuh sama sekali.

"Kerjakan cepat, jangan sampai etalase kosong! Buat dirimu berguna sedikit, jangan bikin hidupku makin susah!” bentak bibinya sebelum berlalu meninggalkan Calista yang masih berdiri mematung.

Setelah suasana hening, Calista menunduk, menatap tangan-tangannya yang mulai gemetar. Rasa lelah dari aktivitas seharian ditambah makian itu membuatnya ingin menyerah. Namun, ia menggeleng pelan, mengusir semua pikiran yang mulai berisik. Dia harus kuat, seorang Calista tidak boleh lemah, demi mimpinya demo mimpi Bapaknya.

Selama ini Calista menyimpan semua ini sendiri , dia menutup rapat celah agar orang lain tidak mengetahui hal ini. Evan tak boleh tahu soal ini. Sahabat-sahabatnya juga tak boleh tahu. Mereka tak perlu tahu bahwa gadis bawel, ceria, dan sok kuat seperti dirinya sebenarnya sedang hidup di neraka kecil setiap hari. Karena Bibinya juga tidak mau ada orang yang tahu kalau mempunyai hubungan keluarga.

Ia mendesah panjang, menghapus air mata yang akhirnya tumpah tanpa izin, Calista meletakkan tas ranselnya di lantai, ia menyeret kusi kayu kecil lalu untuk duduk. Tangannya terulur mengambil pisau kecil dan mulai mengupas kulit kentang untuk dimasak perkedel. Calista harus mengupas 5 kilo kentang, 2 kilo wortel. Membersihkan dan mengiris daging dan sekaligus memasaknya menjadi rendang. Sementara yang lain hanya ia siapkan agar besok pagi pekerja lain bisa langsung memasaknya.

Jarum jam menujukan pukul dini hari, Calista baru saja menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Ia segera mandi dan naik ke gudang kecil di lantai dua, Calista duduk di atas kasur tipis yang menjadi tempat tidurnya. Lampu temaram dari bohlam tua membuat ruangan itu terasa lebih hangat meski sebenarnya dingin menusuk. Di sebelahnya, Jono, kucing calico liar yang ia rawat diam-diam, melingkar manis sambil mengeong pelan, seakan mengerti apa yang dirasakan majikannya.

Calista membuka laptop dan mulai mengerjakan tugas kuliahnya, dia akan mengerjakan tugasnya satu jam. Semoga bisa selesai agar dia bisa cepat tidur, satu jam berlalu ia pun memutuskan untuk merebahkan diri dan melanjutkan tugasnya besok di kampus.Ia benar-benar lelah, matanya sudah sangat berat minta terpejam.

Tangan mengusap lembut kepala Jono, matanya menerawang ke langit-langit kayu yang sudah penuh sarang laba-laba.

“Jon, tahu nggak? Kadang aku mikir, kenapa sih hidup ini nggak adil banget? Aku udah coba kuat, coba sabar, tapi ya rasa lelah banget.” Suaranya bergetar, menggambarkan keletihan yang selama ini ia pendam.

Jono hanya menatapnya dengan mata bulatnya, mengeong sekali lagi sebelum menjilat tangan Calista.

“Kamu tahu nggak, Jon? Aku senang banget hari ini. Epan ngajak aku jalan-jalan ke taman,” Calista tersenyum tipis, meski matanya masih memerah akibat tangis yang belum lama tumpah.

“Padahal dia juga yang bikin kamu kehilangan temen kamu, si Joni. Tapi tetap aja, aku nggak bisa marah sama dia. Aneh, kan?”

Kucing itu meregangkan tubuhnya, lalu kembali menggulung diri, seperti sengaja memberi ruang bagi Calista untuk terus berbicara.

“Dia nggak tahu apa yang aku alami di sini, Jon. Gimana bibiku selalu ngomong kasar, nyebut aku perempuan nggak bener, cuma karena aku pulang malam habis jalan sama Evan. Aku capek, Jon. Aku capek harus pura-pura kuat setiap hari.” Calista menutup wajahnya dengan kedua tangan, menahan air mata yang ingin keluar lagi.

“Tapi kamu tahu kenapa aku nggak pernah cerita ke dia? Karena aku takut, Jon. Aku takut Bibi ngomong yang nggak-nggak sama Evan dan ngomong kasar.”

Calista menatap Jono, yang kini memandang balik dengan tenang.

"Aku juga nggak mau dia lihat aku dengan mata kasian, dia cukup kenal aku sebagai Caca yang bawel. Dia nggak perlu tahu sehancur apa aku di dalam sini.” Ia menunjuk dadanya, tempat hatinya yang terasa begitu berat.

Jono mengeong pelan, lalu menempelkan kepalanya ke tangan Calista, seolah berkata, Aku di sini, kamu nggak sendiri.

Calista tersenyum kecil, mengusap lembut kepala kucing itu lagi.Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Hatinya sedikit lebih ringan setelah curhat kepada Jono, satu-satunya ‘pendengar’ setia yang ia punya. Meski masalahnya belum selesai, setidaknya malam ini ia tahu, ia masih punya sesuatu yang berharga untuk dipertahankan. Perlahan mata Calista terpejam, membawanya ke alam mimpi.

1
mom's Vie'
ibu kos mu dah gk menerima kamu, Ca.... dah... nurut aja dulu ma Epan... jan bandel ye....
D'kurnia Sharma
jodoh yg ayahnya Evan cari ternyata Calista karena ibunya Calista udah berjasa dalam menyelamatkan nyawa ibunya Evan yg sudah mendonorkan jantungnya
Jasmine
Wahhhh keluarga bahagia 😍😍
gak nyangka kalian udh pada punya buntut wkwk kalo ngumpul makin rame makin kocakk pastinya
Happy ending yg no kaleng kaleng ini mah . terimakasih sudah menyuguhkan cerita yang super berkesan ini, love you author 😘😘
Jasmine
Wow terharuu perkenalan yg singkat yg penuh makna dan perjalanan yg sangat tidak mudah terutama buat Caca. Sukses semangat selalu kalian 🥰🥰
Fabya07
yang sabar Ca,, suatu saat kamu pasti bisa bahagia tanpa bantuan bibimu
Fabya07
duhh kasian Elisabeth sampai harus kehilangan anak pertama nya
Risty Hamzah
Aduuuuhhh bumil ngidam nya aneh banget sih
Risty Hamzah
Pengen juga dong di cintai secara ugal-ugalan 😁
mom's Vie'
si bibi memang gk punya hati... inget lo, bi.... kamu juga punya anak perempuan.... apa yg kamu ucapkan ke Calista.... bisa² justru terjadi ke anakmu...
mom's Vie'
kalah juga akhirnya badanmu, Ca....
lelah semua..... tp kamu gk mau membebani orang2 yg kamu sayangi
Risty Hamzah
Ahhh sweeet nya ibu negara dan bapak negara bikin iri aja
mom's Vie'
cari tau lagi tentang Calista dong, Evan.... masa udah gk penasaran lagi....
Risty Hamzah
Ahhhh senengnya akhirnya kalian berdua sah resmi jadi suami istri
mom's Vie'
cieee.... Epan salting.... /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Risty Hamzah
Akhirnya ya van lu ngerasa plong beban yang lo pikul sirna
Risty Hamzah
Mulia sekali keluarga nya Caca, ibunya rela mendonorkan organ tubuh nya dan bapaknya rela membantu Adiknya membangun rumah makan
mom's Vie'
astagaaaa.... gk punya hati bibi dan sepupunya..... Kasiaan kan, Calista... mana dia gk pernah ngeluh pula.....
sabar ya, Ca....
Risty Hamzah
Sungguh alur yang sangat mengejutkan
Risty Hamzah
Gk kebayang jadi Calista ngadepin bapaknya si Evan yg super tegas pasti dag dig dug tuh
mom's Vie'
berulah lagi.... berulah lagi...
di suruh menjaga, mendengarkan kalo ada suara².... malah telinga di sumpelin... gimana mau denger....
sukuriiiin.... skrg gk ada yg membela kamu, Gab... nikmati sanksi mu....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!