Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 – Presentasi yang Membungkam Satu Gedung
Pagi itu udara terasa berbeda. Lebih sejuk, lebih hening, lebih… penuh harapan.
Zahwa berdiri di depan cermin kecil kontrakannya, mengatur jilbab syar’i warna cream lembut yang ia padukan dengan gamis pastel berpotongan anggun. Ia tidak berlebihan, tapi aura ketegasannya, ketenangannya, dan kecantikannya memancar tanpa diminta.
“Bismillah… semoga Allah mudahkan,” ucapnya lirih.
Pukul 09.00 tepat, mobil kantor Daniel berhenti di depan kontrakan. Sopirnya turun dengan sopan membantu mengangkut box makanan, peralatan plating, dan materi presentasi.
“Bu Zahwa ya? Saya sudah diarahkan Pak Daniel,” kata sopir itu.
Zahwa mengangguk, sedikit gugup.
Ini pertama kalinya ia akan presentasi di kantor besar, bukan sekadar kirim makanan.
---
Gedung Daniel – Lantai 15, Ruang Pertemuan Eksekutif.
Begitu pintu lift terbuka, Zahwa terpaku.
Ruangannya luas, lantai marble putih, ornamen kayu modern, dan logo perusahaan Daniel terpampang kokoh di dinding.
Beberapa karyawan mulai berdatangan, membawa laptop, map, dan catatan.
Bisik-bisik kecil mulai terdengar.
“Siapa itu?”
“Cantik banget sumpah, kayak influencer tapi kalem gitu.”
“Karyawan baru divisi mana?”
“Bukan, kayaknya klien.”
Zahwa menunduk sopan. Ia bukan tipe yang suka perhatian.
Lalu suara langkah tegas terdengar. Daniel muncul, vest hitam, kemeja putih, wajah serius tapi menenangkan.
“Zahwa, you’re here,” ucap Daniel dengan senyum yang hanya muncul ketika ia berbicara pada Zahwa.
Kerumunan karyawan langsung melirik-lirik.
Senyum Daniel adalah hal langka.
“Asisten Daniel, Arvino, langsung menyusun makanan di meja panjang. “Bu, platingnya nanti saya bantu ya,” katanya ramah.
Semua tertata cantik.
Semua siap.
---
Ruang Presentasi Penuh
Tak lama, seluruh divisi mulai memenuhi ruangan. Bahkan beberapa pimpinan tingkat atas ikut hadir.
Namun Zahwa tidak menyangka seseorang yang masuk terakhir,
Pak Bram.
Atasan langsung Farhan.
Pak Bram berjalan sambil bicara dengan HRD, sebelum pandangannya jatuh ke arah Zahwa.
Ia menatap lama.
Sangat lama.
Alisnya terangkat.
Pikirannya berputar.
Tunggu… ini… Zahwa?
Istrinya Farhan… atau… mirip banget?
Namun detik berikutnya, Pak Bram langsung menggeleng pelan.
Tidak mungkin.
Istri Farhan yang ia lihat dulu… ah, terlalu berbeda.
Zahwa yang ia lihat sekarang punya aura mahal, dewasa, rapi, elegan, penampilan yang biasanya hanya dimiliki kalangan profesional kelas menengah atas.
“Bukan… bukan dia. Istri Farhan itu jauh lebih sederhana,” gumamnya sambil duduk.
Zahwa tentu tidak melihat itu. Ia sedang fokus menenangkan napasnya.
Daniel memberi kode lembut.
“Siap ya? Ambil waktu sesukamu.”
Zahwa mengangguk dan melangkah maju.
---
Presentasi Dimulai
Zahwa berdiri tegak, tangannya gemetar sedikit, tapi suaranya stabil.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Ruangan langsung hening.
Beberapa orang kaget Zahwa menyapa dengan penuh percaya diri.
“Saya Zahwa. Hari ini saya akan memperkenalkan konsep dua lini makanan Tradisional Kampung dan Premium, yang dikembangkan khusus berdasarkan permintaan Pak Daniel.”
Ia melangkah ke depan layar dengan remote kecil.
Slide pertama muncul: foto makanan, layout elegan, branding bersih.
Daniel menatap, dan hatinya meleleh.
Ia tak menyangka Zahwa bisa menyusun presentasi seprofesional itu.
Zahwa melanjutkan:
Menu Tradisional Kampung
“Aroma masa kecil. Resep rumahan tanpa pengawet. Cita rasa autentik yang dirindukan para pekerja perantauan.”
Ia menampilkan foto:
— Ayam ungkep
— Urap sayur
— Bakwan jagung renyah
— Sambal tomat matang
Ia jelaskan bumbu, konsep, keunggulan, dan target pasarnya.
Kepala divisi marketing mengangguk kagum.
HRD berbisik, “Ini potensial dijual ke karyawan, loh.”
Menu Premium
“Konsep ini ditujukan untuk pasar modern, kantor, dan klien profesional yang ingin makanan ringkas namun tetap elegan.”
Foto muncul lagi:
— Dori creamy lemon butter
— Mini quiche
— Pastel premium
— Risol smoked beef
Plating-nya indah.
Estetik.
Fotografi berkelas.
Tidak ada yang percaya Zahwa mengerjakannya di kontrakan kecil.
Zahwa lalu membuka box makanan asli, memperlihatkan aroma yang langsung memenuhi ruangan.
Semua terpana.
---
Reaksi Ruang Meeting,
Marketing: “Ini presentasi catering paling rapi yang pernah saya lihat.”
Divisi procurement: “Packaging-nya berkelas sekali, Bu. Bukan UMKM rasa-UMKM.”
Finance: “Bu, ini bisa jadi kerja sama rutin bulanan kalau kualitas stabil.”
Pak Bram, atasan Farhan tercengang.
Semakin lama dilihat… semakin ia bingung.
Mirip… tapi masa iya istri Farhan bisa sebagus ini penampilannya?
Ia menunduk, menggeleng lagi.
“Tidak mungkin… Farhan itu…”
Ia tidak melanjutkan.
Sementara itu, Daniel tidak banyak bicara.
Ia hanya memperhatikan Zahwa seperti seseorang yang melihat sunrise setelah malam panjang.
Mata Daniel berbinar.
Dan itu membuat beberapa staf mulai berbisik-bisik.
“Pak Daniel tersenyum…”
“Ke cewek itu?”
“Gila, jarang banget.”
“Siapa sih wanita itu…”
---
Akhir Presentasi
Zahwa menutup dengan kalimat sederhana:
“Terima kasih atas waktunya. Jika ada masukan atau penyesuaian, saya sangat terbuka.”
Tepuk tangan langsung pecah.
Menggema.
Tulus.
Bahkan Pak Bram ikut tepuk tangan paling keras.
Daniel mendekat, menunduk sedikit, suaranya rendah tapi jelas.
“Ini… luar biasa, Zahwa.”
Zahwa tersenyum malu, menunduk.
Ia tidak mau terlihat terlalu percaya diri.
“Saya hanya mencoba yang terbaik, Pak.”
Daniel menatapnya beberapa detik lebih lama dari seharusnya.
Dia bukan hanya mencoba, pikirnya.
Dia menghancurkan standar ruangan ini.
---
Ketika para staf mulai membubarkan diri, Pak Bram masih menatap Zahwa dari jauh, mencoba menyambung puzzle yang tidak pas.
Ia mendekati Arvino, asisten Daniel.
“Vin, itu siapa?”
Arvino tersenyum tipis.
“Klien pribadi Pak Daniel, Pak.”
Pak Bram mengangguk… tapi hatinya tidak tenang.
Ada sesuatu yang tidak beres.
Ada sesuatu yang terasa familiar.
Tapi ia tidak tahu bahwa perempuan yang memukau satu ruangan itu…
Adalah perempuan yang suaminya sendiri lupa cara memperlakukan dengan layak.