NovelToon NovelToon
Permintaan Takdir

Permintaan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Elf / Roh Supernatural
Popularitas:588
Nilai: 5
Nama Author: lulanan astraya

Karena tidak sengaja terluka oleh barang berbahaya dari seorang pelanggan gila. Hisa harus berakhir dengan penyakit aneh yang sekian detik menghancurkan bagian tubuhnya.

racunnya terlalu kuat membuatnya harus mencari beberapa bahan ramuan yang langka atau bahkan sudah menjadi legenda hanya untuk sekedar sembuh.

tapi...kejadian berbahaya yang tidak dia inginkan terjadi satu demi satu, mengejarnya sekuat tenaga seolah mencegahnya untuk hidup.

"Dewi keberuntungan, dimanakah engkau? aku sangat lelah hingga raga ku tidak sanggup lagi untuk hidup!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulanan astraya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

surat untuk ayah ku

Sebagian pagi itu dilalui dengan perdebatan panjang mereka berdua.

Saat ini ketika matahari telah berada tempat di atas kepala, Hisa yang telah segar kembali dari sakit kepalanya duduk di meja kasir dan tengah memperbaiki tongkat sihir milik pelanggan, walau tempatnya menjual barang antik dan beberapa senjata sihir tapi kebanyakan pelanggan meminta hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan tokonya. Kadang meminta mencari hewan yang hilang, kadang meminta bantuan untuk membasmi Dabael yang tiba-tiba muncul atau bahkan kadang menyuruhnya membuat kue dan menjualnya kembali.

Dia tidak tahu mengapa pekerjaannya sebagai penjaga toko barang antik malah menjadi pekerja multifungsi.

Entah karena rumor bahwa elf adalah ras pembasmi dabael dan paling di takuti oleh bangsa iblis atau mereka adalah penyihir hebat tiada tanding membuat pemikiran banyak penduduk kerajaan Uxu atau bahkan seluruh benua selatan selalu mencari ras elf untuk dijadikan tim party-nya.

Tapi, tidak semua elf itu mau menjadi seorang yang serba bisa dan selalu di andalkan.

Mereka memang kuat, punya umur panjang dan memiliki beberapa keistimewaan. Tapi bukan berarti mereka ingin di manfaatkan dan dijadikan senjata berjalan.

Menjadi elf itu tidak mudah, mereka seringkali harus kehilangan teman dan pasangan mereka karena perbedaan usia atau di diskriminasi karena energi spiritual mereka yang banyak.

Seringkali tanpa diketahui masyarakat umum, elf adalah bahan percobaan dan penelitian terbanyak yang digunakan para penyihir manusia untuk di teliti dibanding ras lain. Mereka seringkali menculik yang lemah atau anak-anak untuk di siksa.

Manusia adalah makhluk yang mereka benci namun juga mereka cintai, ingin sekali memeranginya hingga musnah tapi bangsa elf tidak terlalu suka perang dan sangat acuh tidak acuh membuat mereka hanya diam melihat sesama mereka mati di ranjang percobaan.

Hisa menatap lama tongkat sihir yang dia perbaiki, mata energinya berupa batu sihir tingkat rendah kecil berwarna merah. Tongkat ini biasanya di berikan pada anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sedikit energi spiritual.

Dia pernah bertanya pada ayahnya mengapa elf tidak menggunakan tongkat sihir tapi malah menggunakan senjata tajam yang mirip pendekar atau ahli pedang. Ayahnya hanya menggeleng dan mengatakan tidak tahu.

"apa yang kau lihat? Jika sudah beres segera berikan...bukankah kau tidak melihat gadis itu melihat mu dengan tatapan tidak sabar."

Hisa segera mendongak dan bertemu dengan tatapan seorang gadis yang terlihat canggung, dia mengangkat tangannya seperti akan menepuknya tapi ragu, mungkin agar dia sadar dari lamunan.

Jika Caramel tidak tiba-tiba berceletuk dia rasa dirinya tidak akan sadar sampai sore.

Dia segera memberikan tongkat itu sambil tersenyum, tapi dibalas dengan cemberut sebelum gadis itu pergi tanpa berterima kasih.

"huuh...susahnya mencari uang," ujarnya dengan lelah.

Caramel mencibir. "apa yang lelah, kau hanya melamun dan duduk santai di kursi bahkan bukan berlari marathon."

Hisa segera melempar bola kertas pada Caramel.

Setelah itu dia menghembuskan napas sebelum dengan tiba-tiba mengeluarkan sebuah kertas dan pena bulu.

Dia menulis beberapa baris kalimat di kertas itu dan menggulung kertasnya lalu mengeluarkan sihir pembuat burung pengantar surat.

Hisa meletakkannya didalam kotak yang terdapat di punggung burung lalu berbisik pada burung palsu itu.

"berikan pada tuan Bartla Zyum di pulau Hanze, kota bunga kembar."

Siang hari di langit biru cerah, hembusan angin membawa beberapa daun yang gugur ke udara. Mereka menari sebelum jatuh kembali. Seekor burung coklat berekor emas terbang tinggi dengan siulan lembut, mengepakkan sayapnya dengan lebar bersama angin yang membelai bulunya.

* * * *

Pulau Hanze, Kota Bunga kembar.

"HOSSH!"

"HAAA!!"

seruan menggelegar yang mendominasi seakan memekakkan telinga namun seruan ini membangkitkan beberapa jiwa membara yang berkeringat.

Ribuan elf dengan beberapa divisi tengah berlatih, yang berisik dari divisi bersenjata tombak. Mereka melakukan gerakan bela diri secara seragam dengan menghunus tombak-tombak tajam itu hingga siapapun akan merasa terintimidasi oleh mereka.

Dari pemegang busur menusuk target secara akurat. Satu, dua atau bahkan lima, setiap anak panah menembus jauh kedalam boneka jerami yang tengah bergerak setiap detiknya dengan kecepatan di atas rata-rata mata dapat melihat.

Dari divisi pedang, mereka bertarung berdampingan. Luka sayatan yang segera sembuh tidak menjadi hambatan mereka untuk bisa mengalahkan lawan. Asal lawan main mereka tidak mati, mereka bisa melakukan apapun bahkan jika darah mereka terkuras.

Dari divisi penyihir, mereka berada jauh dari lingkungan itu sebab serangan mereka bisa di luar kendali jika tidak didalam penghalang kuat. Lingkungan latihan mereka, entah hangus, retak atau bahkan hilang dan tandus dikarenakan cakupan sihir penyerang yang terus-menerus di pasok.

Ah, kecuali para alchemist dan dokter, mereka cukup damai kecuali sesekali ledakan hebat karena obat yang gagal.

Bartla berdiri di atas panggung bersama kelima tetua dari klan Zyum, memandangi dengan tajam para elf muda dari divisi senjata dingin yang berlatih. Namun, tidak seperti kelima tetua yang sibuk memandangi bibit muda yang tengah berada di masa puncaknya. Bartla menatap kosong kedepan.

Tatapannya memiliki sedikit kesedihan dan kerinduan.

Dia merindukan putranya.

Dia melamun sangat lama sebelum di kejutkan oleh tepukan ringan dari pundaknya.

Bartla menoleh dan matanya menangkap sosok cantik seorang wanita elf dengan rambut pirang panjang yang di kepang dan mata hijau zambrud.

"Lea...ada apa?"

Wanita itu tersenyum dan bertanya dengan nada lembut.

"kau yang ada apa? Merindukan putra mu lagi? Jika kau merindukannya seharusnya kau pergi ke ibu kota atau mengirimkan surat. Tapi kau tidak, kau hanya sesekali mengerutkan kening dan mengeluh lalu menatap kosong kekejauhan. Putra mu tidak bisa menangkap kesedihan mu." tidak lupa dia mengejeknya di akhir kalimat.

Bartla tahu itu, tapi dia sedikit malu jika mengirim surat atau menemui putranya, dia takut putranya akan marah dan menganggapnya merepotkan.

Lea memutar matanya saat pikiran Bartla terungkap jelas pada wajahnya yang tidak berubah ratusan tahun itu. Dia menatap elf yang hanya berbeda satu tahun didepannya ini.

Bartla itu tampan dengan rambut berwarna coklat terang dan mata biru tua. 78 tahun yang lalu dia menikah dengan seorang manusia dan mendapatkan anak yang sangat tampan namun juga cantik tapi harus berakhir berpisah dengan sang anak karena kecintaan anaknya pada dunia diluar pulau Hanze.

Sampai bertahun-tahun berlalu, jika Hisa tidak mengirimkan surat terlebih dahulh, dia merasa Bartla bahkan tidak akan ingat untuk membalas.

Lea menghela nafas lalu berkata dengan nada serius.

"Sudahlah, dibandingkan memikirkan putra mu yang jauhnya puluhan mil lebih baik kau pikirkan cara bagaimana menutup retakan di bagian barat pulau...pasukan penyihir yang baru di kirim beberapa bulan yang lalu hampir musnah oleh wujud asli Dabael jika mereka tidak membawa tongkat sihir tingkat tinggi untuk membuat penghalang."

"Elang bulan suci yang mengikuti membawa kabar bahwa kabut yang keluar dari retakan berwarna merah dengan konsentrasi energi jahat tertinggi sepanjang retakan. Dalam jarak puluhan meter, setiap individu yang mendekati retakan itu akan menghilang tanpa jejak. Bahkan sepotong tulang tidak mereka sisakan."

Kemudian Lea mendongak dimana langit biru yang indah dan cera segera jatuh kepenglihatannya.

"elang itu berkata Tempat itu tampak seperti neraka, melahap apapun yang di lewati kabut. Menurut mu...mengapa selama ribuan tahun, kabut itu tidak pernah hilang bahkan setelah dunia iblis di hancurkan dan di segel menjauh dari dunia tengah? Pembalasan? Atau....bumi ini sudah lelah?"

Suasana di sekeliling mereka tegang dan suram kecuali teriakan penyemangat para prajurit yang berlatih di bawah.

Beberapa penatua yang tersisa juga mendengar ucapan Lea, wajah mereka tanpa ekspresi tapi masing-masing perasaan mereka turun kebawah hingga bisa membuat depresi.

Semua makhluk dibumi tahu musuh utama mereka itu apa, tapi selama ribuan tahun tempat-tempat yang menjadi kemunculan awal mereka telah jauh dari jangkauan ras manusia yang lemah dan telah dijaga ketat oleh elf, naga, dwarf serta manusia abadi yang kekuatannya di luar batas nalar.

Yang jauh hanya akan menganggap Dabael bukan lagi ancaman kecuali ancaman peperangan untuk perebutan wilayah dan kekuasaan yang sering terjadi.

Tapi mereka tidak tahu bahwa ada beberapa ras yang sejak kecil tidak pernah melihat matahari telah menderita di wilayah perbatasan dan jurang maut hanya agar kabut gelap yang belum terbentuk tidak mendekati wilayah damai para penduduk.

Hidup itu sulit.

Kecuali bagi mereka yang menikmati dan bisa melewatinya dengan baik.

Bartla melirik Lea yang mengangkat pembicaraan berat bahkan di hari yang cerah begini. Kemudian dia menendang tumit Lea yang membuat wanita cantik itu melompat.

"ada apa dengan mu?!" tanya Lea dengan garang.

"wanita tua, jika ingin membahas masalah penting jangan ketika aku sedang memikirkan putra ku....membuat ku ingin sekali memukul mu."

Bartla menjawab dengan nada datar dan hanya pergi dari panggung tinggi dengan wajah polos.

Seketika itu pula Lea meneriakkan makian dan umpatan, nampak seperti anak kecil tantrum.

Para tetua di panggung menghela nafas secara bersamaan, kedua elf tua itu yang bahkan umurnya lebih tua dari mereka malah bertingkah lebih kekanak-kanakan.

Seorang pria mendekati Lea.

"Nona Lea, lebih baik kau jangan terus-menerus mengganggu Tuan Bartla. Akhir-akhir ini dia cukup sibuk karena harus menjaga dan mengisi kembali batu kehidupan." ucapnya

Lea meliriknya dan mendengus. Pria itu menganggap dengusan itu sebagai tanda setuju sebelum pergi dengan puas dan bahagia karena telah mengutarakan pendapatnya.

Disisi lain, Bartla yang telah pergi jauh mendekati kediamannya lalu duduk di kursi yang di atasnya terdapat pohon wisteria.

Warna ungu dan putih memenuhi setiap sudut tiang dan tembok, menjadikannya tempat terindah untuk bersantai.

Bartla menghela nafas, dia mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan tapi di kejutkan oleh seekor burung coklat berekor emas yang bertengger setelah dia mengangkat tangan.

Ini adalah burung sihir pengantar suray yang diciptakan dari mantera sihir.

Apakah putranya mengirim surat lagi?

Bartla segera tersenyum lebar, membuat penampilan dinginnya meleleh karena kehangatan dan kelembutan.

Dia menyentuh punggung burung itu dan mengeluarkan gulungan kertas didalamnya.

'ayah, aku sangat merindukan mu. Apakah kau sehat disana? Jangan terlalu banyak minum alkohol atau aku akan menyita semua minuman favorit mu.

Aku juga ingin mengirimkan kabar baik dan kabar buruk. Aku akan pulang dan menemui mu, lalu kabar buruknya adalah, saat ini aku sedang sakit. Aku ingin kau memberitahu alchemist Gin sesuatu. Apakah dabael yang berbentuk seperti lendir hijau dapat menyebabkan seseorang sakit? Sakit aneh yang bahkan tidak bisa di obati dokter manusia. Lalu diskusikan juga kepada para tetua bahwa aku menemukan sebuah wadah yang tidak berbau, dapat menyegel energi gelap agar tidak keluar bahkan tidak dapat dideteksi yang bisa membuat dabael tingkat rendah menyerang ku, seorang penyihir tingkat tiga. Aku tidak bisa memberitahu banyak disini tapi aku akan menceritakan detailnya ketika aku sudah sampai di pulau Hanze.'

Surat itu berakhir disana setelah Bartla membukanya. Senyuman lebar karena menerima surat dari putra tercinta nya Hisa seketika menghilang. Digantikan dengan ekspresi serius yang seketika wajahnya dingin serta suram hingga membuat pelayan yang berlalu lalang menundukkan kepala ketakutan.

Anaknya sakit!

Anaknya yang telah dia manjakan ditelapak tangannya menjadi berlian mewah bahkan tidak pernah di pukuli sakit oleh makhluk sialan itu.

Wajah Bartla seketika muram, dia segera berlari kembali menuju ruang pertemuan untuk para tetua sambil memanggil mereka dan alchemist Gin menggunakan jimat komunikasi.

Dia harus membahas ini hingga tuntas untuk anak kesayangannya.

1
Potato Brainless
semangat up Thor, mampir juga di Beyond the Abstract/Determined//Joyful/
Daisy
Empati kuat!
barbiquiu2011
Bahasanya halus banget!
Washi
Jalan ceritanya mantap!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!