Gisella Arumi tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Leonard Alfaro kakak iparnya sendiri setelah ia menyebabkan Maya saudaranya koma karena kecelakaan mobil. Gisella yang mengendarai mobil di hari naas itu terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol.
"Kau harus bertanggung jawab atas kelalaian mu, Ella. Kamu menyebabkan kakak mu koma seperti sekarang. Kau harus menikah dengan Leonard. Mama tidak mau Leo sampai menikahi perempuan lain untuk merawat Noah", tegas Meyda mamanya berapi-api sambil menunjuk wajah Gisella.
Bak tersambar petir di siang bolong, Gisella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan bertanggung jawab mengurus keponakan ku tanpa harus menikah dengan Leonard. Bahkan aku tidak mengenalnya–"
Plakk!
Tamparan keras Rudi sang ayah mbuat Ella terkejut. Gadis itu mengusap wajahnya yang terasa perih. Matanya pun memerah.
"Kenapa papa menampar ku?"
"Karena kau anak tidak tahu di untung. Kau pembangkang tidak seperti Maya. Kau sudah menyebabkan kakak mu koma!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEMAKAMAN RUDI
Keesokan harinya...
Langit mendung menyelimuti ibu kota, mengiringi kepergian Rudi Affandi ayah Gisella.
Siang hari seakan sudah senja. Ella di dampingi Leonard serta seluruh kerabat dan rekan-rekan keluarga mereka menghantarkan kepergian Rudi ke peristirahatan terakhir nya.
Langit yang biasanya di sinari cahaya matahari itu, tiba-tiba mendung tertutup awan hitam.
Wajah-wajah tampak berduka dari semua yang hadir. Gaun hitam dan kerudung hitam membalut tubuh Ella dan kepalanya. Gadis itu tidak dapat menutupi rasa sedih. Ia sangat terpukul atas kepergian sang ayah.
Semalaman Ella menangis sesenggukan, walaupun Meyda dan Leo sudah menenangkan nya tapi perasaan Ella tetap saja seperti diiris-iris kepedihan.
Meyda duduk di atas kursi menatap gundukan tanah yang sudah tertimbun. Sungguh kepergian suaminya secara tiba-tiba membuat wanita itu kehilangan separuh jiwa nya. Catherine menemani Meyda, berusaha menghibur besannya itu.
Kini Ella menaburkan bunga segar di atas makam ayahnya. Tubuhnya tiba-tiba limbung seperti mau pingsan. Beruntung Leonard memegang bahu Ella.
"Sebaiknya kita duduk. Kamu semalaman tidak istirahat. Tidak mau makan juga", ujar Leo kuatir dengan kondisi Gisella yang nampak begitu pucat. Ia menuntun Ella duduk di samping Meyda.
Leo menggenggam jemari tangan Ella. "Jika kamu ingin bersandar, bersandar lah pada bahu ku. Aku tidak ingin kamu sakit Ella", ucap Leo terdengar begitu lembut dan penuh perhatian. Seperti bukan Leonard yang Gisella kenal beberapa hari ini.
"Terimakasih kak. Aku tidak apa-apa", ucap Ella mendengarkan pembacaan riwayat ayahnya.
Ella tidak tahan juga, ketika adik papanya Beni menangis saat menyebut Rudi Affandi adalah sosok kakak yang baik dan mengayomi keluarga mereka.
Akhirnya air mata Ella tumpah lagi. Kali ini ia benar-benar membutuhkan tempat untuk bersandar. Ella menangis dan menyandarkan kepalanya pada bahu Leonard.
Leo menyadari nya, ia semakin mengeratkan genggaman tangannya. Membawa tangan Ella di atas pahanya sambil mengecup lembut pucuk kepala Gisella.
*
Di kediaman keluarga Ella baru saja mengadakan doa bersama. Sebagian sudah kembali ke rumah masing-masing. Hanya ada keluarga dekat yang menginap di sana menemani Meyda.
Hari sudah semakin malam. Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas.
Leonard memutuskan malam ini menginap di rumah orang tua Ella. Kini ia menuntun Ella menaiki tangga. Sejak tadi Meyda dan Catherine menyuruh Ella istirahat, namun Ella tetap mengikuti doa bersama kerabatnya hingga selesai.
"Rebahkan tubuh mu. Istirahat lah Ella. Kamu pasti lelah", ucap Leonard membantu Ella naik ke tempat tidur di kamarnya.
Seperti anak kecil, Gisella begitu patuh pada Leonard.
"Pejamkan matamu, berusaha lah untuk tidur malam ini", ucap Leo menarik selimut menutupi sebagian tubuh Ella.
Ella mengikuti saran Leo untuk memejamkan matanya.
Di luar hujan turun deras sejak selesai dari pemakaman tadi. Tentunya udara malam terasa dingin.
"Aku akan beristirahat di kamar Maya–"
Ella kembali membuka kedua matanya. Spontan memegang tangan Leonard. Menahan laki-laki itu.
"Maukah malam ini kakak menemani ku", pinta Ella lirih nyaris tidak terdengar.
Namun Leo bisa menangkap nya. Leonard menatap intens wajah Ella yang sangat pucat dan mata bengkak karena terlalu banyak menangisi kepergian ayahnya. Di tambah memikirkan rumah dan toko yang rintis kedua orang tuanya akan di sita bank. Begitu banyak beban pikirannya hari ini. Ella membutuhkan seseorang menemani nya.
Ella tahu Leo pasti akan menolak permintaan nya. Ella mengerti. Mereka tidak sedekat itu. Namun Ella begitu merasa tenang sejak ayahnya meninggal Leonard selalu ada didekatnya. Bahkan di pemakaman laki-laki itu mengizinkan Ella bersandar padanya. Gisella begitu merasakan ketenangan yang ia butuhkan sekaligus merasa terlindungi.
Ella melepaskan pegangan tangannya. "M-aaf kan aku..
Ella membalikkan badannya. Memiringkan tubuhnya membelakangi Leonard yang masih berdiri di dekat tempat tidur.
Ella meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk lututnya. Sendirian. Ella memikirkan seandainya saat ini ada Maya, ia pasti tidak akan seperti ini. Maya yang selalu bersikap dewasa pasti akan memeluknya dengan hangat.
Seperti sekarang Ella merasakan kehangatan itu ketika tangan kokoh memeluknya erat dari belakang.
Aroma sandalwood begitu memenuhi indera penciuman Gisella. Membuatnya tenang dan damai.
Hembusan nafas terdengar begitu dekat dengannya.
"Pejamkan matamu. Aku akan menemanimu, Gisella", bisik Leonard begitu lembut dan tanpa jarak dengan Ella kini.
Ella menurutinya. Tanpa merubah posisinya yang berada di tengah-tengah tempat tidur itu.
*
*Aku tidak menyangka kamu tega sekali pada ku Ella. Leonard suami ku. Sampai kapanpun kau tidak berhak memilikinya. Kamu jahat Ella...Aku menyesal memiliki adik seperti kamu Ella. Kamu jahattt...
"Kak Mayaaa..
Seketika Ella melonjak bangun dan terduduk.
Pekikan Ella membuat Leo yang terlelap spontan bangun dan duduk juga. Menatap Ella yang terlihat sangat syok.
"Ella ada apa?", tanya Leonard sambil meraba kening gadis itu kalau-kalau ia mengalami demam, hal biasa terjadi ketika dirundung masalah beban pikiran.
Ella mengangkat wajahnya menatap Leonard. "Kak Maya marah padaku. Ia menuduh ku merebut mu dari sisinya", ucap Ella terdengar lirih. Begitu juga dengan nafasnya terdengar menderu.
Leonard mengusap lembut wajah putus asa Ella. Kini kedua tangannya telah membingkai wajah putus asa gadis itu. Keduanya begitu dekat tanpa jarak.
Leonard yang memulainya. Menyatukan bibirnya pada bibir Ella yang bergetar dan terasa begitu dingin. Ciuman itu tidak menuntut dan mengintimidasi. Tapi terasa begitu lembut.
Ella membuka mulutnya. Bukan suatu penolakan Ella. Leonard memperdalam ciumannya melumatt bibir atas dan bawah Ella bergantian.
Beberapa saat Ella hanya diam tanpa balasan, namun tidak menolak nya karena sejujurnya ciuman Leonard membuat Ella seketika melupakan permasalahan yang menghimpit dadanya.
Bahkan kini jemari tangan Leonard merambah menyusuri tubuh Gisella mengusap lembut perut rata Ella dan mendorong pelan tubuh Ella membuat gadis itu terlentang di bawah kungkungan tubuh atletisnya.
Ella membalas ciuman Leonard yang semakin bergairah. Kedua tangannya melingkar memeluk leher laki-laki itu.
Sementara jemari tangan Leonard menyelusup masuk melalui gaun tidur Ella. Perlahan mengusap paha Ella hingga atas, tanpa melepaskan pangutan bibir keduanya berciuman mesra.
Remasan di dada Ella membuat gadis itu tersadar.
"K-ak..Aku Ella bukan Maya".
Perkataan Ella seketika menyadarkan Leonard.
Keduanya bertatapan. Menghentikan cumbuan. Nafas keduanya saling berpacu cepat.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengambil kesempatan karena keadaan mu sedang dirundung kemalangan. Jangan takut pada ku, aku tidak akan menyentuh mu jika kamu tidak menginginkan nya Ella. Aku bukan pecundang yang mengambil kesempatan di saat orang itu sedang bersedih", ucap Leo menjauhkan tubuhnya dari Ella.
Laki-laki itu terlentang sambil menatap langit-langit kamar Ella.
Ella menyandarkan kepalanya pada perut datar Leonard. Memiringkan wajahnya menatap laki-laki itu sembari memainkan kancing-kancing kemeja berwarna hitam yang membalut tubuh atletis Leonard.
Tidak ada yang bicara, yang terdengar saat ini hanya helaan nafas masing-masing. Namun jemari tangan Leonard mengusap lembut wajah Ella yang memiliki kulit bersih begitu halus dan lembut.
...***...
To be continue
Tinggalkan komentar kalian ya 🙏🏻