Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpustakaan
Pov Haneul Kamandaka
"Rina, libur sekolah nanti Han ke pantai, kamu ikut ngga? Paman Han Han, ngajak" Rina tidak menjawab hanya memberi pelototan nya pada Dimas yang sedari tadi terus bicara, mencoba meluluhkan hatinya.
"Gato kalo mata melotot jawaban nya apa?" Gato berdehem
"Oh...artinya, mempertimbangkan. Nanti aku kabari kalo berangkat, minta tolong paman Han buat jemput"
"Kapan aku bilang begitu, aku ngga ikut. Ngga mau kalo ada yang belum negur aku" Rina lalu mendengus dan menatap pada buku-buku nya lagi. "Dengarkan Gat, Han, tegur teman kita. Kalian malah diam saja" dibelakang ku Dimas terus menasehati dan baru berhenti ketika guru masuk.
Lalu ketika tiba jam istirahat, Dimas masih berusaha mengajak Rina mengobrol. Merangkulnya sambil berjalan menjauh tidak peduli pada ketidaksukaan Rina. "Jangan pedulikan mereka berdua, kita akan tetap jadi teman " aku mendengus, Gato disebelah ku bangkit.
"Mau titip sesuatu?"
"Aku bisa memberitahu bila ada"
"Hanya kalian berdua disini, pengganggu yang suka menempel itu masih marah, karena itu tolong tetap waras" aku melirik arah pandangan nya, Daniza membelakangi dan terlihat sibuk dengan dunia novel nya.
"Tergantung situasi" balas ku dengan masih menatap Daniza yang tengah meneguk air, dan Gato menghela napas sebelum melangkah keluar.
Aku mengeluarkan bekal ku, memakan masakan paman. Lauk nya ayam goreng dan tumis kangkung, menyuap sampai dua tiga sendok lalu berhenti.
"Daniza...!"dia menoleh dengan kening terangkat, "Boleh minta minum?" Aku pura-pura terbatuk kecil, Daniza mengangkat botolnya lalu berdiri menghampiri mejaku.
"Terima kasih, Daniza " ucapku mengambil botol merek teh yang isinya air putih itu dari atas meja.
Aku meneguk nya dua sampai tiga kali tanpa menempelkan mulutku, tangan ku yang lain mendorong pelan botol air ku lebih dalam dikolong meja. Lalu aku meletakkan botol Daniza ke atas meja yang tersisa separuh, dan Daniza langsung mengambil nya lalu berbalik.
"Daniza, kamu ngga ke kantin?"
"Ngga "katanya tanpa menoleh terus melanjutkan langkah
"Ngga bawa bekal juga?"
"Iya "dan aku kehilangan kata-kata, hanya menatapnya yang meletakkan botol minum dikolong meja dan pandanganku mengikuti nya sampai keluar kelas.
Aku terkekeh merasa jengkel sekaligus gemas pada sikapnya. Aku menutup bekal ku dan ikut pergi menyusul Daniza yang ternyata pergi ke perpustakaan.
Diperjalanan yang lenggang aku dapat menatap punggung itu yang terus menjauh, menghilang dibalik pintu perpustakaan. Baru kali ini aku melakukan hal ini, mengikutinya sampai sejauh ini. Biasanya untuk apa, jika ku tahu dia menjaga jarak karena gugup saat didekat ku, jika ku tahu matanya terus mencari diriku maka untuk apa melangkah sampai sejauh ini. Dan hal lain yang membuat tindakan ku ini memungkinkan, itu karena Rina yang tidak didekat ku.
Ketika masuk ke perpustakaan aku disambut oleh keheningan, tidak ada orang selain seseorang yang berada dibalik rak buku. Orang-orang mungkin lebih menyukai isi perut lebih dulu daripada isi kepala, tapi satu orang disana yang hampir tidak terlihat itu malah mampir kesini. Rasanya Daniza tidak sepintar itu, untuk membuktikan kebiasaan nya buka buku.
Aku pun berjalan mendekatinya dibalik rak buku, begitu melihatku dia langsung berbalik hendak pergi dari sisi lain. Namun suara pintu tertutup dengan sangat kencang mengalihkan perhatianku. Dua orang masuk dan saling berpelukan, bercumbu dibalik pintu. Sialan memang! Aku lantas melihat lagi pada Daniza yang ternyata mematung ditempat nya, senyum miring terbit dibibir ku.
Aku mendekatinya dengan perlahan, ketika berada didekatnya, aku menutup matanya dengan telapak tanganku lalu membungkuk untuk berbisik ditelinga nya.
"Berbalik Daniza!" dia menurut, menghadap padaku. Tanganku berpindah pada pinggang nya, menariknya lagi dibalik rak buku sampai tubuhku menempel dengannya.
"Kamu terkejut? Jangan berisik Daniza " aku mengangkat dagu nya agar dia mendongak, mata kami bertemu.
"A-aapa yang mereka lakukan?"
"Ciuman"
"Aku tahu, tapi kenapa di sekolah" Daniza mendorong dada ku, melepaskan rengkuhan. Lalu berjinjit berusah Melihat adegan yang berisik itu dibalik rak buku.
Apa kamu begitu penasaran Daniza? Padahal aku bisa memberitahu rasanya langsung dengan begitu kamu tidak perlu menonton. Daniza menutup mulutnya yang sedikit terbuka ketika didepan sana lelaki itu memasukan tangannya pada rok sekolah pasangan nya, juga menutup matanya ketika seragam itu dibuka kancing nya tapi beberapa detik setelahnya mengintip lagi dari sela-sela jari.
Suara perempuan itu mengganggu kewarasanku, membuatku birahi, tapi melihat tingkah Daniza juga membuatku gemas secara bersamaan.
"Aku terjebak disini, bagaimana cara keluar?"aku malah berpikir bagaimana cara sebaliknya dengan Daniza?
"Daniza jangan sampai ketahuan, jika ngga mau diganggu setelah keluar dari sini." Aku memperingati nya sambil menahan diriku sendiri dari menerkam nya.
"Diganggu bagaimana? Aku yang datang lebih awal kesini "
"Itu anak kelas 12 yang dipanggil Koko Cina, dia diberitakan suka melakukan perundungan bila merasa terganggu kenyamanan nya. Jika ngga mau pulang dengan ban sepeda bocor, maka bersembunyi lah jangan sampai ketahuan"
Daniza menatap ku dengan tatapan tidak percaya "Kamu bisa mencobanya " aku menjatuhkan beberapa buku dan itu berhasil mengalihkan intensitas mereka
"Siapa disana?" jeda sebentar, sementara Daniza terbelalak. "Siapa pun itu, ngga akan ku beri ampun" lalu suara derap langkah terdengar mendekat.
"Ikuti aku, jika ingin selamat" aku menarik pinggang Daniza hingga tubuhku menempel dengannya, aku selipkan tanganku dileher nya dengan badan yang sedikit bungkuk , aku tempelkan ujung hidungku dirahangnya tempat memar itu meninggalkan jejak ungu gelap.
"Ini hanya pura-pura" kataku menenangkan nya, merasa dia melawan.
"Bersuara lah Daniza, seperti perempuan tadi"
"A-ku ngga bisa" Daniza terlihat gugup, "Kalau begitu maaf, untuk ini " aku memberi hisapan dan gigitan ringan dibawah rahangnya, tempat yang cukup dekat dari memar sebelumnya.
Dan itu membuatnya memekik, dia menjambak rambutku sementara tangannya yang lain mendorong dada ku. "Ternyata hanya sepasang kekasih yang tengah bermesraan " tawa dibelakang punggung ku, membuatku menghentikan aksiku.
Aku menguraikan pelukan, melepaskan Daniza sepenuhnya yang matanya kini berkaca-kaca. "Maaf mengganggu, silahkan dilanjutkan" aku menoleh pada lelaki itu yang merangkul pasangan nya
"Hanya orang-orang yang ngga tahu tempat seperti kita"dia menjelaskan pada perempuan nya yang bertanya, "Kalo bukan sudah ku patahkan lagi satu kaki lelaki itu, perempuan nya aku telanjangi" dia tertawa-tawa seraya melangkah meninggalkan ruangan perpustakaan.
Lalu tatapan ku kembali lagi pada Daniza yang mengusap-usap bekas ku tadi, matanya berkilat marah. Namun dia tidak mengatakan apapun hanya menginjak kaki ku dan menabrak lenganku dengan kuat saat melewati ku.
Napas ku terasa berat oleh keinginan ku yang ingin lebih, aku tersenyum merasa cukup sambil memandang punggung Daniza yang perlahan menjauh sambil diiringi gumaman yang tidak jelas, tapi ku rasa dia menggerutu.
sial namaku juga rina/Facepalm/