NovelToon NovelToon
Gendis, Cinta Diambang Batas

Gendis, Cinta Diambang Batas

Status: tamat
Genre:Dosen / Nikahmuda / Beda Usia / Romansa / Tamat
Popularitas:170.9k
Nilai: 4.8
Nama Author: Re_Putri

Waktu memberi batasan pada dunia yang tidak sempurna. Dan waktulah yang terkadang menjawab setelah keegoisan seseorang mengecohkan sebuah kenyataan yang sebenarnya.

Ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan membuat Gendis Ayunda menerima keputusan untuk menikahi Bramasta Dewangga.

Pernikahan mereka yang terjalin tanpa rasa cinta itu harus terkoyak dengan kedatangan wanita yang ternyata sudah menempati hati Bram sejak lama. Seruni adalah sosok yang dicintai Bram sejak dulu. Bahkan wanita itulah yang membuatnya bersemangat untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Pilihan antara hubungan pernikahan atau cinta itu menjadi pertarungan hebat bagi Bram.

Memilih cinta yang terus berkobar dalam hatinya atau memilih sebuah hubungan yang harus dia pertanggung jawabkan pada Tuhan yang akan menjadi pilihannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Re_Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Numpang

Sepulangnya Deska, Gendis dan Bram melanjutkan makan siang meskipun waktunya sudah telat jika dikatakan makan siang.

"Aku tidak ingin kita satu kamar, Mas." protes yang sama diucapkan Gendis pada Bram.

"Sementara saja!" tegas Bram.

"Tapi, aku nggak mau berbagi kamar!" Gendis masih ngotot.

"Ya, sudah itu jadi kamar kamu. Mas yang numpang ke kamu." Bram kalau sudah memutuskan sesuatu memang sulit untuk di protes.

Lelaki yang kini menyandarkan tubuhnya di kepala kursi memang menganggap semua tidak masalah. Apalagi tidak mudah mencari rumah baru yang cocok dengannya dan Gendis.

"Kita suami- istri, tidak berdosa kita dalam satu ruangan. Kedua, bukankan selama ini Mas tidak pernah macam-macam, Ndis."

"Mas tahu batasan! Jadi kamu tidak perlu khawatir!" lanjut Bram, hingga Gendis tak punya kesempatan untuk menjawabnya.

Gendis hanya terdiam memikirkan kembali posisinya. Pernikahan mereka memang sah, tapi di hati Bram masih ada nama wanita lain. Jadi jika Bram mempunyai batasan sendiri, sudah seharusnya dia juga membuat batasan sendiri. Batasan agar perasaannya tidak berkembang lebih jauh.

"Setelah ini kamu istirahat saja! Kita masih harus membereskan banyak barang milik kamu." titah Bram membuat Gendis mengangguk faham.

Seperti itulah Bram yang sebenarnya. Lelaki tegas dengan banyak hal yang sudah dia rancang begitu matang, kecuali perjodohannya.

Di mata Gendis Bram memang sosok yang pintar dengan banyak jalan keluar yang memang tidak pernah salah. Lelaki yang cukup terlatih dalam menyikapi banyak hal hingga Gendis percaya jika Bram memang pantas menjadi sandarannya.

Sudah beberapa jam, Bram tidak melihat seliut tubuh Gendis berkeliaran. Sejak Salat Magrib bersama, Gendis belum keluar kamar sama sekali. Bahkan, Bram sudah menghabiskan beberapa jam untuk membaca buku dan memeriksa kembali rangkaian gambar sebuah mesin yang menjadi proyeknya bersama beberapa mahasiswanya.

Lelaki yang masih nampak segar itu memutuskan untuk mencari keberadaan Gendis di kamarnya. Kamar yang kesepakatannya milik Gendis dan dirinya hanya menumpang saja.

Bram kembali tersenyum. Teman hidup memang memberi pengaruh dengan pola pikir seseorang. Contohnya dirinya, saat bersama Gendis dan saat bersama Seruni dia seperti menjadi sosok yang berbeda.

Bram merasa dirinya dan Seruni berada dalan satu dunia, satu misi dan karakter yang tidak jauh beda. Mereka sama-sama menyukai dunia pendidikan dengan gaya hidup yang lebih intelek. Serta, hubungannya dengan Seruni terkesan lebih dewasa.

Sedangkan bersama Gendis, dirinya berubah menjadi sosok yang terkadang memang konyol hanya untuk mengimbangi gadis manja yang masih ke kanak-kanakan itu. Hidupnya hanya berkutat pada sesuatu yang kelihatan sepele saja.

Bram membuka pintu kamarnya berlahan. Karena menuruti Gendis, statusnya di kamarnya sendiri sudah berubah. Dia hanya menumpang hingga beberapa kali Gendis sudah menegaskan itu.

Kamar dengan interior dan nuansa maskulin itu telihat sepi. Bram mengedarkan pandangannya hingga menemukan sosok bertubuh mungil meringkuk di sofa.

Sejenak, Bram menatap wajah Gendis. Berkali-kali dia menatap wajah yang sedang tertidur pulas itu. Bram bisa merasakan jika gadis di depanya itu terlihat sangat lelah.

"Maafkan semua sikap, Mas, yang terlalu keras, Ndis. Tapi, seperti itulah hidup." gumam Bram dengan menyibakkan rambut poni yang menutup sebagian wajah ayu Gendis.

Bram mendudukkan tubuhnya di karpet yang ada di bawah sofa, dimana Gendis sedang tertidur.

Lelaki yang merasa sedikit lelah itu menselonjorkan kaki panjangnya, dia akan menunggu Gendis untuk beberapa menit lagi sebelum membangunkannya untuk makan malam.

Tapi, suara ponsel Gendis sedari tadi terus berbunyi membuat tangan berotot itu meraih

benda pipih yang ada di meja kecil di dekatnya.

"Teman cowok." gerutu Bram sedikit kesal saat membaca nama Abiyan.

Sejenak dia memperhatika foto cowok itu. Dalam hati, Bram memang memuji jika tampilan foto profile teman istrinya cukup keren.

'Gendis, aku pulang untuk menemui kamu di rumah. Tapi, ternyata rumahmu kosong'

'Kamu dimana? Sudah beberapa kali aku menghubungimu, tapi ponselmu juga tidak aktif. Bisakah kita bertemu? '

Bram sengaja membaca pesan yang dikirim oleh nama 'Kak Bian'. Itu pun karema rasa penasaran Bram setelah melihat beberapa kali panggilan tak terjawab.

Ingin sekali dia langsung menghapus pesan itu, tapi otaknya kemudian berfikir ulang jika dia tak ada hak untuk mengulik terlalu dalam privasi istrinya.

"Gendis jangan buat,Mas, khawatir dengan pergaulanmu. Mas juga harus menjaga pergaulanmu, agar kamu tidak masuk dalam perangkap lelaki hidung belang." gumam Bram yang sudah tidak tahan ingin menghapus pesan dari Abiyan tapi dia memilih untuk meletakkan kembali benda pipih itu.

Tiba-tiba saja, Bram merasa banyak pikiran. Lelaki itu terdiam sejenak dalam lamunan dengan meletakkan kepala di sofa.

Lelaki yang sedang menahan rasa gelisah itu memutuskan menunggu Gendis bangun hingga gerimis diluar sana mereda.

Gendis mengerjapkan mata, tangannya merasa menyentuh sesuatu. Tangan kecil itu sudah menyampir di bahu kekar Bram. Lelaki yang telah tertidur dengan kepala bertumpu pada sofa di mana dia tertidur.

"Mas Bram, bangun!" Dengan hati hati, Gendis membangunkan Bram yang tidur dengan posisi duduk di atas karpet.

Dengkuran halus dari nafas berat Bram membuat gendis mengerti jika Bram pasti sedang merasa sangat lelah.

"Mas Bram, bangun, Mas." Gendis kembali membangunkan Bram dengan lembut.

"Mas... " panggil Gendis dengan menggoyangkan tubuh atletis itu dengan pelan.

"Sebentar, sayang. Mas numpang kamar sebentar." jawab Bram masih dengan mata terpejam dan setengah sadar.

Gendis hanya mencebikkan bibir, masih setengah sadar pun, dia merasa Bram selalu mengejeknya. Panggilan 'Sayang' yang disematkan oleh Bram untuk dirinya hanya semacam ejekan atau candaan.

"Mau kemana, Ndis? " tanya Bram lagi. Lelaki itu membuka matanya setelah merasakan pergerakan dari Gendis yang akan menurunkan kakinya.

"Kita belum makan malam. Aku akan menyiapkan makan malam." jawab Gendis dengan menatap jam yang menunjukkan pukul delapan malam.

"Kita pesan saja." jawab Bram dengan memijit pangkal hidungnya dengan keras untuk menghilangkam rasa ngantuk.

Gendis sebenarnya ingin sekali keluar tapi gerimis belum juga reda. Gadis bermata indah itu menatap terus keluar jendela karena ingin sekali dia keluar untuk mengetahui suasana kota yang banyak dikunjungi wisatawan ini.

"Masih gerimis. Besok saja kita keluar." jawab Bram yang sudah mengerti keinginan Gendis.

"Tolong mas buatin kopi, ya! Biar mas pesen makanan dulu... " lanjut Bram.

Gendis pun beranjak menuju ke dapur diikuti Bram yang membuntut di belakangnya. Gendis merasa sedikit lega karena Bram memilih untuk pesan makanan, jadi malam ini dia tidak terlalu ribet.

###

"Bagaimana dengan Bram? Kapan kalian memutuskan untuk menikah?" tanya Pak Alwy menuntut Seruni untuk meneruskan hidup ke jenjang selanjutnya.

Malam ini Seruni pulang, dia menceritakan banyak hal tentang hubungannya dengan Bram. Sejak Bram menjadi dosen dan terlihat sudah mapan, Pak Alwy akhirnya merestui hubungan putrinya dengan Bram.

Padahal dulu, saat Bram masih SMA pak Alwy lah yang menentang hubungan mereka. Bahkan, beliau pernah mengirim orang untuk memperingatkan Bram agar menjauh dari Seruni.

"Tinggal menunggu waktu saja, Pa. Mas Bram sedang fokus dengan sebuah proyek mesin yang dipesan sebuah pabrik dan sepertinya Mas Bram tertarik dengan posisi Dekan." cerita Seruni dengan begitu bangga atas pencapaian Bram.

Pak Alwy hanya mengangguk. Beliau sudah tidak keberatan jika Seruni bersama Bram. Meskipun, Bram tidak sekaya pengusaha-pengusaha dan dirinya, tapi Bram sudah cukup mapan dengan karakternya yang begitu kuat. membuat lelaki berkaca mata tebal itu sangat respect pada Bramasra Dewangga untuk menjaga putrinya.

1
Asrian Efendi Pohan
huh.. kaburrrr
Asrian Efendi Pohan
Hhhhh, pegal hatiku baca novel ini 😩
Oyah Karlinaa
bagus suka suka pokonya😘💪
gah ara
😢😢😢😢😢😢😢😢😢😭😭😭😢
gah ara
suka....part ini...kena mental kamu bram
gah ara
gendis ih.... aama kek aku..ketika tdk punya orang tua
gah ara
😢😢😢😢
Fitri Ummu Arsyaqila
Luar biasa
Bonot Nort
mntap
Dian Dara Yanti
❤🩷❤
Jetva
ini knapa si Bram nyaman terus ama si Seruni...ga sadar" dia...
Jetva
lebih hormat teman dr pd istri...
reti
terima kasih kak uda bikin cerita bagus 🙏🙏🙏
Rosmiati 52
Luar biasa
Rosmiati 52
ceritanya menarik...lanjut thor
Hana Roichati
Seruni peelaakor, kucing dikasih ikan ya langsung haapp
Azzam Azzam
bukan cinta semu yang membawaku kesini
Rita Susanti
cerita yg bagus kak semangat terus kak ditunggu cerita yg lainnya
Hana Roichati
😭😭😭 teganya kau bram, pshal gendis sudah mulai menyesuaikan kedewasaannya
Hana Roichati
Bram harus terus terang sama seruni klu sdh nikah biar tidak berlanjut terus selingkuhnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!