Praya Asteria, gadis Muda berumur 22 tahun yang rela menjadi istri kedua karena cinta, Asteria dinikahi pria tampan berwibawa berumur 37 tahun, pria itu menikahi Asteria hanya untuk memuaskan nafsunya saja di karenakan istri tercinta yang sedang sakit dan tidak bisa melayani sebagai seorang istri yang seutuhnya, Praya mencintai dengan tulus suaminya tapi tidak dengan suaminya yang bernama bara, karena sejak awal bara menikahi Praya hanya untuk di jadikan teman tidurnya saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisha.Gw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
wanita malang
Bara tarik satu kaki Praya Dengan kasar.
"sakit mas!" jerit Praya, ia tidak berbohong, Bara sungguh kasar memperlakukannya. Bara sentuh bagian luka di lutut Praya.
"akh, sakit"
"Kalau nggak mau sakit jangan bertingkah" bentak Bara. Kotak obat di atas meja ia buka, hanya ada obat merah di sana, tidak papa, yang penting lukanya di obati dulu. Praya menahan perih saat obat tetes itu mengenai kulitnya yang terbuka. dengan mulutnya sendiri, bara meniup untuk mengurangi rasa perihnya, Praya mengulum bibirnya dengan terus memperhatikan Bara, Praya cepat-cepat membuang wajahnya ke arah lain saat bara mengangkat wajahnya Yang membuat pandangan mereka bertemu.
"Kenapa nggak pulang?" Suara Pria itu terdengar serak. Praya diam dengan terus membuang wajahnya.
"Kamu marah sama saya karena tadi pagi saya bentak?" Praya tetap diam.
"di telpon nggak di angkat, Saya pulang ke rumah nggak ada orang, kamu mau celaka, perempuan nggak baik pulang malam"
"apa peduli, mas"
"Saya suami kamu" Praya Menyunggingkan senyum, Praya tarik lagi kakinya.
"mas pulang aja, malam ini aku nggak bisa melayani mas, aku lagi halangan" Bara menatap datar Praya, pria itu berdiri berjalan menuju kompor Praya.
"mas mau ngapain, mas lapar? mau aku masakin sesuatu?"
"Mi kayanya enak deh" Praya singkap selimutnya, ai dekati bara di sana.
"banyak Banget mi nya, kamu mau usus buntu makan mi setiap hari" ucap Bara dengan memandangi dan memilih-milih mie yang tersusun rapi didalam rak
"Nggak selalu di makan, mas. kalau pengen aja, mas mau yang mana"
"Rasa soto aja"
"ya udah, mas sana dulu, biar aku yang masak"
"saya bantu "
...
Dua mangkuk mi dengan rasa berbeda sudah tersaji di depan mata, Praya duduk di hadapan bara setelah mengambil air minum untuk mereka. wajah wanita itu terus tertekuk.
"Muka kamu itu masam, dari tadi di tekuk aja" akhirnya Bara mengeluarkan kalimat yang tertahan di kerongkongannya, Praya hanya mengangkat matanya sesaat kemudian kembali acuh.
"saya harus apa agar kamu berhenti marah" nada suara pria itu berubah lembut, namun tetap saja Praya tidak menggubris Nya.
"Praya"
"mau jalan-jalan nggak ..." bara melirik jendela
" tuh... mumpung hujannya Sudah reda" lanjut Bara, Praya yang terus menunduk akhirnya menyunggingkan senyum.
"mau mas, kita jalan-jalan ke alun-alun, ya" Praya begitu antusias, benar-benar seperti anak kecil yang dijanjikan sesuatu oleh orang tuanya.
"Hem, habiskan dulu mie nya, baru kita jalan-jalan" Praya Mengangguk antusias.
masalah tadi pagi seketika hilang semuanya, Praya berdandan cantik malam ini, perlakuan kasar bara saat di kantor terhempas begitu saja dari ingatannya.
"ayo mas, aku sudah siap" ucap Praya pelan dengan menarik ujung baju bagian belakang Bara, Bara masukkan ponselnya kembali kedalam saku jasnya.
"ayo berangkat, aku sudah siap" Praya menatap penuh harap pada suaminya.
"kita perginya lain kali aja, ya. Dista menelpon saya, katanya dia sulit tidur, saya harus pulang" bahu Praya merosot, senyum yang tadi mengembang hilang sudah, memang apa sih yang bisa ja harapkan dari Bara. pria itu kembali membuatnya kecewa.
Praya Hanya mengangguk, tas kecil di bahu Praya lempar ke sembarang arah, itu untuk mengekspresikan kekesalannya, Bara tau Praya marah, ia tidak membujuk lagi, Bara justru keluar dan meninggalkan Praya Tanpa mengucap maaf.
Praya berdiri setelah Bara keluar dari rumahnya, pintu rumah ia banting cukup keras. setelahnya Praya kembali menidurkan diri di kasur tipisnya. dengan cepat Praya menghapus air matanya yang lancang keluar.
"jangan menangis Praya, kamu nggak boleh jadi cengeng gini" Praya bermonolog.
sesampainya di rumah, Bara langsung menemui istirnya di dalam kamar, wanita itu sudah duduk menunggunya sejak tadi, bara hampiri wanita itu dan mencium keningnya, Dista meraih tangan Bara untuk di cium.
"maaf ya mas, gara-gara aku kamu harus meninggalkan pekerjaan kamu" Bara menyunggingkan senyum, ia usap-usap punggung sang istri dengan lembut, senyumannya tidak luntur.
"nggak papa sayang, kamu jauh lebih penting di bandingkan apapun" Dista tersentuh dengan ucapan Bara, bukan kali ini Bara mengucapakan kalimat itu, sudah sering sebenernya, tapi Dista selalu saya tersentuh setiap kali bara mengucapakan Kalimat yang sama.
"aku bersih-bersih dulu, ya. setelah itu kita tidur" Dista Mengangguk, ia lepaskan pelukannya.
"kenapa akhir-akhir ini aku sering memimpikan nya, apa dia baik-baik saja di sana" monolog Dista, ia mengenadah untuk mencegah air matanya untuk tidak tumpah.
"dek, Kaka kangen kamu, sayang. maafkan kakak ya, belum bisa menemukan kamu, ya tuhan, Hamba mohon jagalah adik hamba di manapun ia berada, lindungi adik hamba dari berbagai macam mara bahaya"
....
di atas tempat tidur mewahnya, Dista tidur membelakangi bara, pria itu memeluknya erat.
"mas"
"em, kenapa sayang?"
"akhir-akhir ini aku sering mimpiin Praya" bara membuka matanya, iya benar, nama istri keduanya sama dengan nama adik iparnya yang hilang 20 tahun yang lalu, nama adik Dista adalah Praya Asteria, sedangkan Praya istri hanya Praya saja.
"Apa dia juga nyariin kamu juga, ya? apa adik ku lagi sedih di sana, mas?" bara mengeratkan pelukannya.
"Mas, aku kangen Praya"
"sayang, jangan kaya gitu, kamu bisa sakit lagi, udah ya" Bara membalik tubuh sang istri untuk menghadapnya.
"insyaallah, kita akan di pertemukan di waktu yang tepat dengan Praya "
perasaan bersalah itu akan terus menghantui hidup Dista, sampai ia berhasil menemukan di mana adiknya yang hilang 20 tahun yang lalu
....
di rumah kecil sepetak, seorang wanita muda duduk dengan melipat kedua kaki di depan dada, tatapannya kosong, wanita muda yang hidupnya selalu di hiasi dengan kesepian, sejak kecil tidak pernah ia rasakan kasih sayang kedua orangtuanya, setelah memutuskan menikah dengan pria yang lebih tua pun kembali ia tidak merasakan hadirnya.
satu tetes air mata kepedihan turun di saat termenung, ingin sekali ia merasakan hidup bahagia seperti wanita muda pada umumnya, merasakan sosok orang tua, saudara dan pasangan.
berbeda dengan Praya, sosok wanita Malang lainnya pun merasakan hal yang serupa, tubuhnya membiru setiap kali ia pulang tidak membawa sepeserpun uang.
ayu harus menerima pukulan cacian makian dari sang ibu. terkadang ayu berpikir apakah ia bukan anak kandung mereka, kenapa mereka begitu tega memperlakukan ayu layaknya binatang.