Dara anak seorang pembantu di jodohkan dengan seorang pewaris tunggal sebuah perusahaan karena sebuah rahasia yang tertulis dalam surat dari surga.
Dara telah memilih, menerima pernikahannya dengan Windu, menangkup sejumput cinta tanpa berharap balasannya.
Mampukah Dara bertahan dalam pernikahannya yang seperti neraka?
Rahasia apa yang ada di balik pernikahan ini?
Mampukah Dara bertahan dalam kesabaran?
Bisakah Windu belajar mencintai istrinya dengan benar? Benarkah ada pelangi setelah hujan?
Ikuti kisah ini, dalam novel " Di Antara Dua Hati"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 TAK ADA JALAN KEMBALI
Setelah kejadian di rumah sakit itu, Dara tampak lebih tenang, dia memang tetap tak memperdulikan keberadaan Windu tapi dia lebih fokus memperhatikan dirinya dengan baik.
Semua yang berurusan dengan kesehatannya termasuk meminum vitamin dan kalsium, rutin dilakukannya. Dia hanya ingin memastikan bayi yang di kandungnya itu sehat-sehat saja.
Kurun waktu tiga bulan itu hampir tiba, Dara memang tidak menghubungi pengacara seperti janjinya tapi dia telah mempersiapkan dokumen permohonan cerai.
Dara ingin Windu melihat sendiri bagaimana dia menandatangani surat cerai itu di depan hidungnya, dan menyaksikan bagaimana Ia mengosongkan draft persyaratan tuntutan untuk mementahkan tuduhan dia menginginkan harta warisan mama Windu.
Karena Windu harus tahu, dia tidak menuntut sepeserpun harta warisan mertuanya itu meskipun dia berhak penuh atas aset-aset ibu Annisa Danuar.
"Aku hanya ingin kita bercerai tanpa syarat. Karena lepas darimu adalah hal terbaik untukku!" Dara sudah yakin akan mengucapkan kalimat itu di depan Windu.
Dan ekspresi apapun dari laki-laki itu tak akan mengubah rencananya itu.
Bayi yang di kandungnya, tidak perlu bertemu seorang ayah yang berharap mendapat restu membagi cintanya. Lebih baik anaknya itu hidup hanya nemiliki seorang ibu daripada mempertahankan seorang ayah yang tak menginginkan rumah tangga mereka.
Dengan sedikit menghela nafas, Dara menghubungi nomor kontak Pak Dirga, pengacara keluarga Danuar.
"Ya, bu Dara..." Pak Dirga menyahut dari seberang.
"Bisakah kita bertemu besok di kantor bapak?"
"Ya, tentu saja..."
"Apakah proses perceraian kami nanti akan bisa di ajukan lebih cepat baik secara agama maupun secara hukum negara?"
"Ibu Dara..." Pak Dirga menyahut dengan sedikit berat.
"Segala sesuatunya tergantung kedua belah pihak, kapanpun bisa di ajukan."
"Saya ingin secepatnya saja."
"Bukankah rencana ibu masih di minggu depan?"
Dara mengelus perutnya dengan raut resah, perutnya terasa semakin banyak perubahan, pinggangnya lebih melar dari biasa meskipun mungkin untuk penampilan, tidak terlihat jika dia sedang hamil.
"Aku merasa tak ada yang perlu ditunggu lagi,sekarang ataupun semingu lagi tak membuat ada yang berubah."
"Apakah hal ini sudah sesuai persetujuan pak Windu?"
"Pak Windu tak akan mempermasalahkannya."
Dara menjawab cepat,
"Bahkan dia lebih senang jika dilakukan dari kemarin." Dara menambahkan dalam hati.
"Ibu Dara, saya rasa anda berdua pak Windu lebih baik duduk bersama dulu, membicarakannya." Pak Dirga adalah pengacara keluarga ini hampir sepuluh tahun terakhir, tentu saja cukup dekat dengan keluarga Danuar. Dia sangat menyayangkan jika terjadi perceraian dalam keluarga itu.
"Kami sudah cukup banyak berbicara." Dara menyela dengan tajam.
"Pak Dirga, saya sudah mengatakan alasan perceraian kami kemarin, bahwa kami tidak punya kecocokan satu sama lain."
"Tapi ketidak cocokan bukan alasan yang baik untuk perceraian."
"Itu satu-satunya alasan." Dara menyahut dengan getir.
"Bu Dara, apakah hal ini sudah disampaikan kepada Pak Danuar?"
Dara terdiam mendengar pertanyaan itu, terasa menohok hatinya. Hanya itu permasalahannya sekarang, belum tahu bagaimana cara nenyampaikan rencana perceraiannya pada ayah mertuanya itu.
"Mungkin hal itu akan kami fikirkan kemudian." Dara menjawab ragu.
Terserah Windu sajalah sekarang, Dara menyerahkan perihal bagaimana penjelasan alasan tentang perceraian mereka kepada
Windu.
"Kalau begitu, besok kita bertemu di kantor saja." Pak Dirga menyahut.
"Kalau bisa Pak Windu juga hadir." Lanjut Pak Dirga. Dara tercenung sesaat.
"Saya minta tolong bapak menghubunginya." Dara berucap pelan, dia sesungguhnya tidak enak untuk hal seperti ini merepotkan pak Dirga, tapi nomor handphone Windu sudah di blokirnya, untuk membuka blokir itu dia enggan.
"Tapi..."
"Terimakasih pak atas kesediaannya. Tolong hubungi saya, jam berapa besok. Saya akan hadir jika pak Windu sudah di tempat. Terimakasih atas semua bantuan pak Dirga. Selamat sore pak. Sampai bertemu besok siang."
Dara menutup telponnya, dia tak ingin menambah panjang pembicaraan. Jika mereka harus bercerai di pengadilan sekalipun sesudah mereka menyelesaikan dokumen perceraian ini, Dara sudah menyiapkan dirinya.
Jika putusan perceraian itu telah di jatuhkan, tak ada jalan kembali.
Dara menggenggam ponselnya dengan kuat, dipejamkannya mata sesaat, lalu membukanya perlahan. Pandangannya terarah pada rumpun mawar yang menyemak di sudut taman, seolah menggeliat di antara kayu.
Beberapa kuntum mawar sedang mekar dengan indahnya. Mawar merah itu adalah favorit ibu mertuanya. Selama dia sakit setelah operasi pengangkatan rahim akibat kangker yang di deritanya, di sinilah Dara selalu menemaninya. Di taman belakang yang asri inilah, tempat kesukaan mama Windu.
Ibu mertuanya suka bercerita banyak hal, terlebih tentang masa muda yang penuh perjuangan bersama pak Danuar, merintis pabrik garmen dari mengumpulkan beberapa tukang jahit di sebuah gudang bekas, sementara dia sendiri membuka salon di depannya, karena ibu Annisa adalah siswi lulusan tata rias.
Begitu lulus sekolah kejuruan, Ibu Annisa menikah muda dengan pak Danuar, seorang anak pemilik rumah jahit baju yang sederhana.
Mereka bukan orang jaya dari lahir tapi perjuangan merekalah yang membuat mereka berhasil seperti sekarang. Karena itulah pak Danuar selalu menggormati istrinya itu, yang telah berjuang dari nol bersamanya.
Malamg tak bisa di tolak untung tak dapat di raih, hampir tujuh tahun pasca mereka menikah tidak di karuniakan anak, tapi ibu Annisa tak pernah putus asa, mengumpulkan uang sehingga akhirnya berhasil mengikuti program bayi tabung yang bukan hal yang murah biayanya.
Menurut dokter karena kebaikan Tuhanlah akhirnya proses bayi tabung yang sudah berkali-kali gagal itu akhirnya berhasil.
Bukan sepele masalah yang yang di alami pak Danuar dan ibu Annisa, karena selain ada gangguan pada organ panggul ibu Annisa juga Pak Danuar terindikasi menghasilkan ****** yang tidak motil sehingga sulit membuahi sel telur.
Windu terlahir pada saat keluarga mereka sudah cukup mapan, papa Windu sudah mempunyai pabrik garmen dengan karyawan berjumlah tigapuluhan orang waktu itu, sementara mama Windu mempunyai dua salon di tempat yang berbeda.
Perjuangan mama Windu tak sampai di situ, setelah melahirkan Windu ternyata terdeteksi ada miom atau tumor jinak di dinding rahim ibu Annisa.
Setelah miom itu di angkat, dokter tidak menyarankan lagi mama Windu untuk hamil kembali meskipun dengan program bayi tabung seperti sebelumnya.
Bukan tanpa alasan, tapi takut kejadian serupa terulang, jika tumbuh miom bisa mengganggu penempelan embrio pada dinding rahim.
Dan di usia tepat ke-50 tahun, Ibu Annisa meninggal karena kangker rahim yang di deritanya.
Dara menjadi saksi penderitaan ibu Annisa melewati berbagai khemoteraphy dan Dara pula lah yang merawat dengan telaten mama Windu dalam masa sakitnya, menemaninya, menghiburnya. Karena itulah Dara selalu di sayangi mama Windu, yang pernah berharap mempunyai anak perempuan sebagai adik Windu itu.
Mama Windu selalu meminta Dara memanggilnya mama sejak ibu Darsih, mama Dara meninggal dua tahun sebelum mama Windu menyusul.
Air mata Dara tak terasa mengalir hangat, mengingat pada Mertua sekaligus majikan yang selalu menganggapnya anak itu.
Tuhan pemilik semua kehidupan, segala yang bernafas akan kembali kepada yang meniupnya.
Apapun usaha yang telah dilakukan kita manusia tidak bisa melangkahi suratan dari-Nya.
"Maafkan aku, ma..." bisik Dara parau pada rumpun mawar yang bergoyang di tiup angin sore.
(Terimakasih sudah membaca novel akak, yaaa....hari ini double up, nantikan lanjutannya ya, karena kemarin tidak up😂 lope2 sekebon bawang buat para readers kesayangan😅)
...Terimakasih sudah membaca novel ini❤️...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan😊...
...I love you all❤️...
Terimakasih
Rangkaian katanya indah tapi mudah dimengerti.
Karakternya tokoh2nya kuat,
Alurnya jelas, jadi tidak melewatkan 1 kalimatpun,
Sekali lagi Terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
author pandai merangkai kata.
tapi tak pandai memilih visual windu, ga cocok tor sama dara haha maap ya tor 🙏