Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
" Maaf tuan, saya lancang memasuki ruangan anda tanpa permisi. Saya hanya ingin menyampaikan hal yang penting tuan." Jessica mencoba menarik perhatian Azzam, agar ia percaya.
Azzam kembali dengan wajah dinginnya, mendengar ucapan dari karyawannya tersebut. Ia merasa ada sedikit keanehan pada karyawannya tersebut, namun ia berusaha bersikap biasa saja.
" Hem... Hal penting apa?." Wajah dingin itu terlihat jelas, walaupun aset masa depannya masih terasa nyeri.
" Begini tuan, dalam laporan bulan ini terjadi keganjilan. Ada beberapa berkas laporan yang tidak sinkron dengan data yang ada, terjadi penyelewengan dana disana." Jessica memperlihatkan beberapa berkas yang ia bawa kepada Azzam.
Mata elang Azzam kini terlihat sangat tajam, memandangi berkas-berkas tersebut. Ternyata benar, menurut data yang ada pada berkas tersebut memang terjadi pemyelewengan dana yang cukup lumayan nilainya.
" Saya tau tuan, siapa pelakunya?" Dengan yakinnya, Jessica ingin memberitahukannya kepada Azzam.
Apa yang sedang wanita ini rencanakan? Heh, sungguh tidak berpengalaman. Azzam.
Azzam sengaja mengikuti permainan dari wanita yang berada dihadapannya tersebut, ia ingin melihat sejauh mana ia akan bermain dengannya.
" Siapa?!." Tegas Azzam.
" Kiya, Faiha Azkiya tuan. Dialah orangnya, dia sangat pintar dalam menutupi semua kebusukannya itu. Dia terlihat sok alim di depan semua orang, tapi aslinya. Dia dengan sangat berani menyelewengkan dana perusahaan, anda bisa mempercayai saya tuan." Jessica semakin gencar memberikan berita kebohongan mengenai Kiya.
Heh, ternyata wanita ruba ini ingin merusak nama kekasihku. Tidak ada salahnya mengikuti permainan wanita ini, Kiya, Kiya. Lihat saja sayang!!!. Azzam.
" Panggil dia untuk menghadapku!." Titah Azzam kepada Jessica.
" Baik tuan." Jessica pun berlalu dari ruangan si bos.
Dengan senyuman penuh kemenangan, Jessica merasa sangat senang.
Rasakan kau Kiya! Kali ini, habislah kau. Siapa suruh jadi sok alim dan sok kecantikan, tamatlah riwayatmu. Jessica.
......................
Kiya dan Nabila sedang melanjutkan pekerjaan mereka, akhirnya mereka menemukan akar dari masalah mengenai laporan yang ada.
" Akhirnya, aku bisa bernafas dengan lega." Eci meregangkan tubuhnya yang sudah merasa pegal.
" Yuph! Mata gue rasanya udah sangat lelah. Apalagi ini ni, tumpukkannya membuat mejaku seperti kolektor kertas saja." Berry tak kalah ngedumelnya.
" Alhamdulillah, nanti siapa yang akan menyerahkannya?" Kiya masih merapika berkas-berkas tersebut di atas mejanya.
" Kamu saja Ki!. Jawab mereka secara bersamaan.
Mata Kiya langsung melebar, setelah mendengar jawaban dari ketiga temannya itu. Bagaimana bisa, mereka dengan seenaknya saja menyerahkan hal itu kepada dirinya. Sedangkan Nabila, dia sudah terlebih dahulu kabur entah kemana.
" Kalian! Sungguh sangat menyebalkan." Kiya mendengus kesal.
" Hahaha, jangan cemberut atuh neng. Nanti cantiknya luntur, gue do'ain dah biar lu jadi nyonya bos. Biar nggak ngedumel terus, aamiin. Kabur!!!." Eci dan Berry segera berlari dari hadapan Kiya, jika tidak. Mereka akan mendapatkan serangan balik dari Kiya.
" Astaghfirullah, sabar sabar Kiya. Memang sudah nasibmu untuk selalu bertemu dengan pria aneh itu, hufh." Mau tidak mau, akhirnya Kiya merapikan mejanya dan bergegas untuk menyerahkan laporan tersebut.
Kiya berharap, setelah selesai menyerahkan laporan itu. Ia akan bernafas dengan lega, namun dia tidak menyadari bahwa sudah ada sebuah ancaman besar yang menunggunya.
" Mbak Ghina, bos ada?" tanya Kiya saat berada dihadapan sekretaris bos tersebut.
" Ehm, ada kayaknya Ki. Bos belum keluar, sudah ketemu penyebabnya?." Ghina yang tau akan permasalah tim mereka.
" Alhamdulillah sudah mbak." senyum Kiya.
" T.O.P deh buat tim kalian. Masuk saja ya dan hati-hati. Mbak takut kamu kenapa-napa, Feling mbak nggak enak setelah melihat Jessica tadi. Ya sudah, masuklah." Ghina merasa akan terjadi sesuatu.
" Do'akan saja ya mbak, Kiya masuk dulu ya." Melangkahkan kakinya menuju ruangan bosnya, Kiya tidak ingin memikirkan yang tidak-tidak.
Tok
Tok
Tok
" Masuk ". Setelah mendapatkan jawaban dari bosnya, Kiya pun segera masuk kedalam ruangan tersebut.
" Permisi tuan, saya ingin menyerahkan laporan untuk bulan ini." Kiya meletakkan berkas tersebut di atas meja kerja Azzam.
Azzam mengambil berkas tersebut dan mulai membaca dan menelitinya. Ada rasa kagum dalam dirinya terhadap wanita yang berada dihadapannya ini, apalagi dia sudah mempatenkan jika Kiya adalah kekasihnya. Namun, Azzam ingin mengikuti permainan dari Jessica yang ingin memfitnah Kiya. Ia pun melempar berkas tersebut, dan hal itu membuat Kiya menggerutkan dahinya.
" Ada apa Tuan?." Tanya Kiya yang merasa penasaran.
" Kamu ingin mempermainkan saya!." Tegas Azzam.
Mempermainkan? Apa maksud dari pria aneh ini, dasar manusia aneh bin abnormal. Kiya.
" Maksud tuan?!." Kiya balas bertanya.
Melemparkan sebuah berkas dihadapan Kiya, hal itu membuat Kiya bingung. Ia mengambil berkas tersebut dan membacanya, dan seketika saja raut muka Kiya menjadi bingung.
Kenapa dengan laporan ini? Ini tidak benar, aku tidak menggelapkan uang perusahaan. Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Kiya.
Sungguh menggemaskan wajahmu, sayang. Maaf, aku harus mengikuti permainan wanita busuk itu. Setelah itu, akan aku lenyapkan hingga tak berbekas. Azzam.
" Ini tidak benar tuan, ini salah. Saya tidak melakukan perbuatan hina ini, saya tidak menggelapkan uang perusahaan." Jawab Kiya dengan tegas, ada perasaan yang sangat membuatnya tidak nyaman.
" Heh, itu sudah menjadi bukti. Jangan kau anggap jika menjadi kekasihku, kamu dengan seenaknya berbuat semaumu di perusahaan ini." Nada bicara Azzam sedikit meninggi kepada Kiya.
" Kekasih?? Hanya anda yang berbicara seperti itu, karena saya sampai kapanpun tidak pernah menganggap anda sebagai kekasih atau calon suami saya. Saya juga tidak pernah melakukan hal ini, anda begitu sangat yakin tuan. Lihat saja, saya akan membuktikan, jika saya tidak bersalah dalam hal ini. Dan saya ingatkan sekali tuan, anda itu hanya bos saya, tidak lebih. " Kiya mengambil berkas-berkas tersebut dan meninggalkan ruangan Azzam.
" Hei! Aku belum selesai bicara. Kiya!!!." teriak Azzam.
Hal itu tidak membuat Kiya goyah, dia terus berjalan menuju pintu untuk keluar. Disaat akan menutup pintu itu kembali, sorot mata Kiya menatap Azzam dengan tatapan tegasnya.
" Bicara saja sama tembok!!."
Brrak!!!
Pintu tersebut tertutup dengan sangat kasar, Azzam menatap kepergian Kiya dengan senyuman.
" Ternyata, kau begitu tegas sayang. Ah... Ingin rasanya aku memelukmu." Azzam menyandarkan punggungnya, menatap langit-langit ruangannya.
" Aahh, bagaimana bisa aku bertingkah konyol seperti ini. " Azzam bangkit dari kursinya dengan raut wajah yang sangat kesal, bagaimana bisa seorang 'Kiya' bisa membuat hidupnya seperti ini.
......................
Disaat jam kerja telah usai dan semua para karyawaan sudah pulang. Menyisakan beberapa orang saja yang sedang lembur, salah satunya adalah Kiya. Ia tidak memberitahukan kepada teman-temannya yang lain, karena hal itu merupakan tanggungjawabnya. Ia ingin membuktikan, bahwa dirinya tidak melakukan penggelapan uang perusahaan seperti yang bosnya katakan.
Ya Rabb, bantulah hambaMu ini untuk meluruskan kesalahpahaman yang ada. Kiya.
Hingga jam menunjukkan pukul depalan malam, Kiya pun mengakhiri kerjanya dan pulang. Ia takut, jika sang nenek akan khawatir dengan dirinya.