Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi hari bersama Kaivan
Bianca memperhatikan Kaivan yang sedang sibuk memasang dasinya sendiri, terlihat sekali jika Kaivan kesulitan untuk memasangkan, itu wajar saja, karena selama Kaivan tidak dapat melihat, Nancy yang selalu datang untuk membantu semua keperluannya.
"Aku bantu ya," ucap Bianca langsung mengambil alih dasi yang sedang Kaivan coba pasang dengan benar, Kaivan diam, tidak menolak perlakuan istrinya yang ingin membantu memasangkan dasi.
"Mau sarapan apa?" tanya Bianca setelah selesai memasangkan dasi kepada suaminya.
"Kamu bisa masak?" tanya Kaivan.
"Ad youtube loh Kaivan, untuk urusan masak aku memang tidak jago, tapi aku akan mempelajarinya dari youtube," jawab Bianca membuat Kaivan tersenyum kecil.
"Gimana?"
"Aku akan makan apapun yang di masak kamu," jawab Kaivan membuat Bianca memutar matanya jengah.
"Jangan salahkan aku jika nanti aku memasak makanan yang tidak kamu sukai," ujar Bianca seraya sedikit memundurkan tubuhnya dan duduk di atas sofa.
"Sebenarnya aku agak mengantuk, semalam tidak bisa tidur karena siangnya setelah membantumu mandi kita tertidur sampai sore," beritahu Bianca sembari menatap Kaivan yang malah ikut duduk di sofa.
"Kamu bisa tidur agar nanti kembali fresh,"
Bianca menggeleng, "Aku harus memasak untukmu, jangan halangi aku untuk berubah menjadi istri yang baik untukmu,"
"Kamu tidak perlu memaksakan diri, aku menerima kamu apapun itu, entah itu kekuranganmu atau sikapmu kepadaku," balas Kaivan.
"Aku tetap akan mencobanya, aku tidak ingin suatu hari nanti aku kembali ditinggalkan,"
Kaivan tahu, pasti memori Bianca dengan Alden masih belum bisa Bianca lupakan, ia tahu bagaimana seseorang pernah memberitahu dirinya jika Bianca sudah lama menyukai pria bernama Alden itu, jadi ketika Alden mengungkapkan rasa sukanya kepada Bianca, Bianca merasa bahagia karena cintanya terbalaskan, walaupun harus menunggu satu tahun dan harus menikah dulu dengan pria yang menjadi mimpi buruknya.
"Kamu masih belum bisa melupakannya?" tanya Kaivan membuat Bianca menghela napas pelan.
"Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sudah bisa melupakannya?" tanya balik Bianca.
Kaivan diam, benar juga? Bagaimana dengan dirinya? Apakah dirinya sudah benar-benar melupakan wanita yang pernah ia cintai sebegitu besarnya? Dalam satu bulan? Kaivan rasanya tidak percaya jika sudah melupakan mantan kekasihnya dalam kurun waktu satu bulan, tapi ia benar-benar sudah tidak pernah mengingatnya lagi, dulu mungkin sulit, tapi sekarang? Kaivan rasa ia sudah bisa melupakan rasa sakit hati nya kepada sosok wanita itu, bahkan untuk menyebut namanya saja, Kaivan tidak sudi.
"Kita sama Kaivan, memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah berharga di hidup kita, rasanya kenangan tentang dia masih merekat di pikiran kita, rasanya tidak mungkin bisa melupakan dalam kurun waktu yang sangat singkat," ujar Bianca yang dibenarkan oleh Kaivan dalam hati.
"Rasanya aku masih dapat mengingat jelas saat Kaivan duduk bersama wanita yang sedang hamil itu, aku masih mencerna kejadian ini sampai sekarang, kenapa aku tidak tahu jika Alden sebenarnya sudah memiliki seseorang, ia mengutarakan cinta kepadaku sama artinya dengan Alden selingkuh dari wanitanya, dan pasti tidak ada orang yang terima dijadikan selingkuhan, termasuk aku," cerita Bianca tanpa perlu Kaivan pancing untuk Bianca agar mau bercerita isi pikiran yang sedang mengganggunya.
"Tapi bukanlah kalian sama saja, Alden menjadikan kamu selingkuhan dia dan kamu juga menjadikan Alden selingkuhan kamu?" tanya Kaivan membuat tubuh Bianca langsung kaku, bisa-bisanya ia melupakan satu fakta itu.
"Banyak orang yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk selingkuh dari pasangannya, banyak orang-orang di dunia ini yang rela menjadi selingkuhan, bahkan dengan bangganya memamerkan keromantisan di hadapan banyak orang," lanjut Kaivan lagi dengan pandangan mata lurus, seperti sedang mengingat sesuatu yang Bianca tidak tahu, tapi terlihat dengan jelas jika Kaivan berkata seperti dengan pandangan seperti orang sedang menerawang jauh, mengingat hal-hal yang mungkin belum dapat dilepaskan dari pikirannya.
"Kaivan," panggil Bianca menatap wajah Kaivan dari samping.
"Apa kamu masih marah?" tanya Bianca.
Kaivan menggeleng, "aku tidak pernah marah kepadamu, hanya saja aku merasa takut jika kamu pada akhirnya akan meninggalkan aku jika aku menyalahkanmu atas perselingkuhanmu," jawab Kaivan pelan.
Bohong. Kaivan berbohong tentang ia yang tidak marah ketika tahu jika Bianca selingkuhan dengan teman satu kampusnya, ia marah, kesal, kecewa dan ada rasa ingin menghancurkan hubungan mereka, karena ia tidak ingin lagi merasakan bagaimana sakitnya dikhianati oleh wanita pilihan hidupnya.
Kaivan hanya diam dengan menyewa seseorang agar selalu mengawasi Bianca jika sedang bersama pria bernama Alden itu, ia tidak ingin Bianca mengkhianatinya terlalu jauh, yang akan membuat Kaivan tidak bisa lagi menerima kehadiran Bianca di hidupnya.
"Sudah jam tujuh lewat, kamu harus berangkat kerja, kan?"
"Kamu bisa cerita lebih banyak lagi jika kamu mau, aku bisa berangkat kapan pun aku mau," jawab Kaivan.
"tidak bisa begitu dong, kalau kamu telat gimana? "
"Tidak akan telat,"
"Kaivan," tiba-tiba teringat dengan rasa penasarannya dengan cara Kaivan bekerja di tempat kerjanya dengan keadaan tidak bisa melihat.
Kaivan diam, menunggu Bianca melanjutkan ucapannya.
"Boleh tanya satu hal, tidak?"
Tidak ada lagi Bianca yang ceplas-ceplos seperti dulu, tidak ada lagi Bianca yang akan mengatakan apapun yang ingin dia katakan sesuka hatinya tanpa memikirkan perasaan orang lain, kali ini Bianca berjanji kepada dirinya untuk menjaga ucapannya agar Kaivan tidak lagi merasa hina di sisinya.
"Tanyakan apapun yang ingin kamu tanyakan, Bianca!" Kaivan memberikan lampu hijau untuk Bianca menanyakan semua yang masih tidak bisa ia jawab dengan pikirannya sendiri.
"Bagaimana caranya kamu bekerja sedangkan kamu sendiri tidak bisa melihat?" tanya Bianca memilin ujung bajunya karena sedikit gugup dengan reaksi Kaivan mendengar pertanyaan dirinya.
"Aku hanya memeberi perintah, dan kedua sekretarisku yang mengerjakannya," jawab Kaivan tanpa beban.
"Oh," hanya itu balasan Bianca, ia tidak berani bertanya lebih jauh lagi, belum saatnya untuk menanyakan semua walaupun ia sendiri dilanda rasa penasaran, entah itu tentang mantan kekasihnya, ataupun tentang kehidupan pribadinya sebelum menikah.
"Sepertinya ada seseorang yang masuk," ucap Bianca langsung berdiri begitu ia mendengar suara langkah kaki seseorang di luar kamar.
Kaivan juga ikut berdiri, ia sudah memindahkan kerja Nancy menjadi bagian dari staff di kantor, ia juga tidak mengatakan apapun kepada dua sekretarisnya agar menjemputnya di apartement, lalu siapa yang datang ke rumahnya bahkan memiliki akses untuk masuk ke dalam apartement? Tidak mungkin mama dan papanya kan? Mereka semalam baru saja mengabari jika mereka akan pergi ke luar negri karena urusan yang sangat mendadak, dan itu untuk pertama kalinya orang tuanya mengabari dirinya jika mereka akan pergi ke luar negeri, karena tidak biasanya mereka peduli hal sekecil itu.
"Aku keluar sebentar," ucap Bianca tapi Kaivan menahannya.
"Jangan!"
"Kenapa? Bagaimana kalau ternyata itu maling? Atau mungkin pembunuh bayaran yang ingin membunuh kita berdua, atau mungkin orang berbahaya yang berhasil membobol pintu apartement?" tanya Bianca beruntun.
Btu saja Kauvan hendak membalas ucapan Bianca, seseorang sudah membuka pintu apartementnya, Sejenak Bianca bertatapan langsung dengan satu pasang mata hitam itu, lalu kemudia Bianca menyadari orang yang berdiri di ambang pintu itu, tatapannya berubah tajam, tidak menyangka dengan kedatangan orang itu.
"Kau,"