Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
“K-kalian …”
Suara itu begitu lirih, penuh akan keraguan dan kepanikan. Sharon membalakan mata terkejut, sebelum ia mengatakan sesuatu, emilia sudah terlebih dahulu berbicara.
Semua pelayan menoleh. Dan Emilia yang biasanya tidak berani menatap orang—berdiri di sana. Tangan menggenggam celakanya erat, wajah erat pasi.
Suasana mendadak sunyi. Semua orang menunggu ucapan si gadis yang masih memberanikan diri untuk berbicara.
“A-aku … mm…” ia menelan ludah, jelas sekali gugup.
Apa yang mau dia lakukan? Pikir Sharon.
Keheningan itu pecah, beberapa orang mulai bergosip mengangkat alis, meremehkan status Emilia yang merupakan orang baru.
Emilia menarik napas panjang. “J-jangan … bicara seperti itu,” katanya pelan tapi terdengar. “Jangan bilang ini semua gara-gara nona Sharon.”
Gadis berambut merah itu terkejut. Dia berusaha membelanya? Gadis yang selalu kikuk itu?
Ada sedikit tawa kecil dari orang-orang, tapi Emilia menguatkan suaranya.
“A-aku … aku tahu aku hanya orang baru …. Jadi aku gak pantas sok menegur …”
ia meremas celemeknya keras.
“Tapi berbicara seperti itu tentang nona kita, di depannya itu melewati batas!”
Semua terdiam. Atmosfernya berubah.
Emilia melanjutkan. “Nona... n-nona Sharon selalu bilang terima kasih kalau kupandu ke kamar.."
"Waktu di dapur dia malu-malu mau membantuku di dapur saat sedang memotong sayur..."
"...waktu aku salah antar handuk, dia bilang tidak apa-apa..."
Emilia menunduk, pipinya memerah karena malu… tapi dia tetap bicara.
"Jadi... j-jangan bilang dia bahaya... karena... dia bahkan takut sama kecoa.”
Semua pelayan menatap Emilia. Sharon buru-buru menutup wajahnya, merah sampai telinga. I-iitu jangan dibilang!!
Ya. Tempo hari, di kamar Sharon muncul kecoa karena dia ketakutan dan pasti sangat malu kalau meminta bantuan Gilbert maka dia meminta bantuan Emilia.
Namun karena itu pulalah suasana tegang berubah menjadi sedih sekaligus... sedikit lucu.
Emilia menggigit bibir, berusaha menahan getar suaranya.
“Jangan bilang kalian lupa,” lanjutnya lagi, makin berani.
“Sejak Nona Sharon datang… siapa yang kalian lihat mencoba berbaur dengan kalian?”
“Siapa yang datang ke dapur untuk membantu, meski jelas-jelas dia tidak tahu cara memotong sayur? Meski jelas jelas itu bukan hal yang layak untuk dilakukan seorang tuan rumah?”
Semua menunduk.
“Siapa yang mencoba menyapa kalian, walau dibalas tatapan takut?”
Sharon membeku. Ia tidak menyangka… Emilia memperhatikan semua itu.
Emilia menelan ludah, lalu mengatakan sesuatu yang membuat semua pelayan terdiam total.
“Semalam… nona Sharon melawan penyerangnya. Kalau bukan dia yang menahan si penyerang … mungkin kita bisa saja terlibat.”
Beberapa pelayan mulai menutup mulut mereka, kaget.
Ada yang langsung menunduk, malu.
Emilia kemudian mengambil napas dalam.
Kali ini ia menatap mereka lebih tajam daripada sebelumnya.
“Kalian takut? Aku juga takut. Tapi jangan jadikan ketakutan sebagai alasan untuk merendahkan orang yang sedang berjuang.”
Lalu ia menunduk sedikit ke arah Sharon. “Nona… maafkan mereka.”
Sharon menggigit bibir, merasakan sesuatu menghangat di dadanya. Perasaan yang sama saat dia dibela di pengadilan.
Ia bukan tokoh kuat yang bisa melakukan segalanya sendiri … ia tokoh yang menarik hati hati orang sekitar, lalu menjadikan teman. Untuk pertama kalinya, ia menyadari itu.
Ia lalu melangkah maju sedikit dan berkata, pelan namun jelas,
“Terima kasih, Emilia… dan kalian semua. Aku tidak meminta kalian percaya padaku sekarang. Tapi… aku sungguh ingin menebus semua yang telah kulakukan.”
Kata-katanya sederhana, tapi membuat semua pelayan perlahan menundukkan kepala.
Emilia tersenyum kecil.
“Lihat? Beliau bahkan tidak marah pada kalian. Kalau ini bukan bukti niat baik… aku tidak tahu apa lagi.”
Sharon terkesiap kecil. Ucapan itu lebih menguatkan dirinya daripada siapa pun.
Dalam sekejap…
Suasana yang tadinya penuh gosip berubah menjadi keheningan penuh rasa bersalah.
Mungkin karena terlalu fokus akan kejadian ini, Sharon jadi tidak menyadari.
Gilbert sejak awal datang ketika kondisi makin memanas, awalnya dia yang ingin membela saat kondisi sudah makin buruk.
Tapi siapa sangka dia didahului oleh Emilia.
Gilbert tersenyum, terkejut. untuk pertama kali… Sharon Lux terlihat seperti benar-benar bagian dari keluarga bangsawan Lux dan dia yakin, ini adalah titik awal dia merubah reputasinya.
Meski Gilbert masih benci mengakuinya dan membuang pikiran itu jauh di hati terdalam.
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor