NovelToon NovelToon
Ketika Bar-Bar Bertemu Sabar

Ketika Bar-Bar Bertemu Sabar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Aira, gadis kota yang bar-bar dan suka bebas berekspresi, terpaksa ikut orang tuanya pindah ke kampung.

Di sana hidup lebih tenang, katanya... padahal justru membuat hidup Aira jungkir balik.

Setiap hari ia bersitegang dengan Ustadz Fathur, ustadz muda yang kelewat sabar tapi cerewet soal adab dan pakaian.

Yang satu bar-bar, yang satu sabar... tapi sabar juga ada batasnya, kan?

Dan saat perdebatan mereka mulai jadi bahan berita sekampung, Ustadz Fathur malah nekat melamar Aira…

Bukan karena cinta, tapi karena ingin mendidik.
Masalahnya, siapa yang akhirnya lebih dulu jatuh cinta... si bar-bar atau si sabar?

Baca selengkapnya hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

"Membersihkan jalan, Ra. Kegiatan rutin setiap Sabtu. Biar sehat dan gotong royong." jawab Bu Maryam santai.

Aira menatap rombongan ibu-ibu lengkap dengan perlengkapan seperti hendak perang: "Allahu Akbar… ini kampung atau ajang lomba 17-an tiap hari?"

Bu Rini tertawa: "Aira ikut yaaa. Biar makin akrab sama warga."

Aira: "Aku bahkan belum akrab sama diriku sendiri, Bu…"

Ibu-ibu langsung terbahak.

"Udahlah Neng Aira. Sok, kita pakein ini dulu." Ia menyodorkan sarung tangan karet warna pink.

Aira memandangnya lemas: "Kenapa warnanya pink… kayak sengaja banget."

"Ayo. Mau bersih jalan, atau mama daftarin kamu ke mondok aja?" ucap Bu Maryam.

"MAAA!" Aira memekik. "Jangan ancam gitu dong!"

Dengan sarung tangan pink yang kebesaran, wajah manyun, dan crop top yang jelas tak sesuai dress code, Aira akhirnya ikut bergabung dengan ibu-ibu di pinggir jalan.

"Aira, kamu bagian nyapu aja ya. Yang ringan." ucap Bu Maryam.

Aira celingak-celinguk: "Mana sapunya, Ma?"

Bu Rini menyerahkan sapu lidi setinggi hampir sama dengan Aira. "Neng, pakai ini."

Aira mengambilnya… dan sapu itu langsung nyangkut di rambut Aira karena dia mengangkatnya terlalu tinggi.

"Maafkan aku sapi… eh sapu. Aku bukan anak outdoor." ucapnya lemah setengah kesal.

Ibu-ibu langsung tertawa hampir terpingkal-pingkal.

"Perasaan sejak aku tinggal di sini gak lihat anak-anak remaja atau seusia aku sih? Emangnya ini kampung isinya ibu-ibu semua, ya?" tanya Aira. Dia bertanya-tanya dari kemarin karena yang ia lihat hanya anak balita dan sekolah dasar aja yang berlalu lalang.

"Hampir semua mondok, Neng." jawab Bu Rini.

"Iya. Lulus SD pada mondok. Tapi yang gak bisa melanjutkan ikut bekerja ke kota." Bu Wati menimpali.

Aira mengangguk paham. Pertanyaan yang dari kemarin berputar di kepalanya akhirnya terjawab juga.

Ibu-ibu ada yang menyapu daun, ada yang memotong rumput liar di selokan dengan sabit kecil.

Bapak-bapak di seberang sedang menebang batang pohon yang menghalangi jalan. Suasana rame, ramai tapi guyub.

Aira menggerutu sambil nyapu. "Kok banyak amat sih daunnya. Pohon tuh sopan dikit dong, jangan rontok sembarangan."

Bu Wati yang ada di dekatnya menyahut. "Neng, itu memang tugas pohon. Yang sabar atuh."

"Tugas pohon, tugas aku… tugas semua orang di sini. Aku merasa jadi panitia alam semesta." jawab Aira.

Ibu-ibu tertawa lagi.

Kemudian Aira melihat dua ibu sedang mencabut rumput liar di selokan. "Itu ngapain, Bu?"

"Neng, ini untuk jalan air supaya lancar. Biar nggak mampet."

Aira penasaran, mendekat… terlalu dekat…

Kakinya terpeleset sedikit... tapi berhasil bertahan dengan gaya split tidak sengaja.

"Astaghfirullah! Hampir aku turun ke dunia lain." ucapnya sambil memegang dadanya.

"HAHAHAHA! Ati-ati, Neng!" ibu-ibu yang sedang fokus pun tertawa melihat kelakuan Aira.

Di sisi lain, bapak-bapak sedang menebang cabang kecil dengan kapak dan gergaji mesin.

Aira refleks memindahkan barang-barang kecil di jalan.

"Neng Aira, sana di pinggir dulu. Bahaya." ucap Pak Usman.

Aira menatap batang pohon besar: "Pak… itu pohon kayaknya gak rela dipotong. Mukanya sedih."

Pak Usman terbahak: "Pohon mah teu boga raray, Neng."

Aira menatap pohon besar itu. "Tapi aku bisa merasakan auranya, Pak…"

Mereka kembali tertawa dan merasa pekerjaanya terasa ringan.

Aira kembali nyapu.

Tiap lima ayunan sapu, dia berhenti memegang pinggangnya. "Ya Allah… pinggang gue. Kenapa kayak nenek-nenek umur seratus dua puluh?" ucapnya sambil mengerutkan keningnya, merasakan pegal.

"Baru sepuluh menit, Ra." tegur Bu Maryam.

"Ma… aku merasa sudah purna tugas negara." jawab Aira.

Bu Wati terkekeh. "Neng Aira mah lucu pisan. Baru mulai geus cape."

Aira menunjuk bapak-bapak: "Loh itu bapak-bapak bukan capek, Bu?"

"Capek. Tapi teu curhat." sahut Bu Rini.

"Ya gimana… aku mah curhat itu hobi…" jawabnya enteng.

Ibu-ibu tidak bisa menahan tawanya sampai harus memegang lututnya.

Dari jauh, Ustadz Fathur lewat sambil membawa buku dan tas selempang.

Dia berhenti ketika melihat kerumunan dan… Aira dengan sapu lidi yang diayun seperti sedang duel.

Mereka saling menatap.

Aira berteriak. "USTADZ! Aku jadi petugas kebersihan kampung!"

Ustadz Fathur menahan senyum: "Alhamdulillah… ini kegiatan yang sangat bagus."

"Tolong Tadz… doakan aku kuat sampai selesai." ucap Aira setengah memohon.

Ustadz Fathur menjawab dengan lembut. "InsyaAllah. Semangat, Aira."

Ibu-ibu kembali berbisik-bisik heboh lagi.

***

Setelah hampir satu jam membersihkan jalanan kampung, akhirnya ibu-ibu dan bapak-bapak berkumpul di pos kamling. Pos kecil dengan bangku kayu panjang, teduh oleh pohon mangga yang menaungi sebagian atapnya.

Beberapa ibu membagikan buah-buahan hasil panen mereka. Ada pisang, jambu dan juga pepaya. Aira duduk sambil meneguk air mineral, wajahnya merah karena sinar matahari.

“Aira, ini jambu. Baru banget dipetik,” ucap Bu Rini yang selalu ceria.

“Makasih, Bu…” Aira tersenyum lebar walau tubuhnya masih terasa pegal.

Mereka pun makan bersama sambil bercanda ria dengan Aira.

***

Semua masih santai ketika tiba-tiba ada suara motor berhenti. Seorang gadis kampung, Sari, anak Pak RW tapi beda RT, lewat sambil memandang Aira dari atas sampai bawah. Matanya langsung menyipit begitu melihat outfit Aira... baju crop top dan celana selutut.

“Kamu…” Suaranya meninggi. “Maaf sebelumnya, tapi pakaian kayak gitu… tidak pantas dipakai di kampung ini. Kita punya aturan.”

Beberapa ibu saling pandang. Suasana yang tadinya adem langsung kaku.

Bu Maryam menunduk sedikit. “Iya, Neng. Saya juga sudah bilang ke Aira. Maaf ya, nanti akan dibenahi.”

Aira ikut bicara, sopan tapi jujur, “Saya akan berusaha, Mbak. Cuma… saya belum terbiasa.”

Tapi Sari malah menatap Aira seperti menilai barang. “Lho, Ustadz Fathur juga ada di sini, tapi kok tidak menegur? Padahal beliau ustadz. Harusnya tahu mana yang harus diarahkan.”

BRUK. Ucapan itu menampar udara.

Ustadz Fathur yang sejak tadi duduk ikut mendongak. “Saya sudah mengingatkan Bu Maryam secara pribadi. Arahannya pelan-pelan, Sari.”

Namun Sari mendengus. “Pelan-pelan? Kalau salah ya salah, Ustadz. Masa dibiarkan begitu saja?”

Aira yang dari tadi menahan diri, akhirnya naik pitam. Kepala menoleh cepat, mata menyipit muda berhenti di depan pos kamling.

“Beeeeb!” panggilnya santai sambil turun dari motor. “Siapa tuh? Cantik!”

Semua menoleh. Aira hampir tersedak ludah sendiri. Sari langsung merah padam.

“Mas! Kok ngomong gitu di depan aku?!” bentaknya pada pacarnya.

Aira mengangkat alis... dan di sinilah bar-bar-nya muncul. Suara Aira terdengar datar tapi mengenai ulu hati.

“Eh… Mbak, maaf ya. Tapi apa bedanya sih?” Aira menunjuk pacarnya yang masih bengong. “Bukannya pacaran itu haram? Kata papa saya gak boleh pacaran? Kamu bisa komentar panjang lebar ke orang lain, tapi diri sendiri nggak kamu nyadar?”

DUARRR.

Ibu-ibu serempak menutup mulut.

Bu Maryam pucat.

Pacar Sari langsung menggaruk kepala, bingung sendiri.

Sari terperangah seperti kehilangan suara.

Wajahnya merah, entah marah atau malu.

Ustadz Fathur sampai memejamkan mata sebentar, menahan napas.

Tapi saat membuka mata, terlihat ia menahan senyum yang sangat ia sembunyikan.

Setelah insiden di pos kamling, suasana menjadi canggung.

Aira mengingatkan diri untuk tidak ribut lagi, jadi ia memilih berdiri dan menunduk sedikit. “Ibu-ibu, saya pulang dulu ya,” ucapnya singkat.

Bu Maryam cepat-cepat menyusul sambil pamit kepada ibu-ibu lain. “Permisi ya, ibu-ibu semua… Aira capek.”

Aira melangkah cepat, seperti ingin kabur dari rasa kesal yang menumpuk di dadanya. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung membuka sandal dengan gerakan kesal.

Begitu pintu tertutup, Bu Maryam menatap Aira penuh arti.

“Aira… tadi itu tidak baik.”

Bersambung

1
Rian Moontero
lanjuuuttt😍
Ijah Khadijah: Siap kak. Ditunggu kelanjutannya
total 1 replies
Ilfa Yarni
ya udah nanti ustadz tinggal drmh Aira aja toh Aira ank tunggal pasti orang tuanya senang deh
Ilfa Yarni
wallpapernya oke banget rhor
Ijah Khadijah: Iya kak. Ini diganti langsung sama Platformnya.
total 1 replies
Ilfa Yarni
bukan sama itu kyai sama Aira ank yg baru dtg dr kota
Ilfa Yarni
ya udah Terima aja napa sih ra
Ilfa Yarni
cieeee Aira mau nikah nih yee
Ilfa Yarni
cieee Aira dilamar ustadz Terima doooong
Ilfa Yarni
wah itu pasti laporan sijulid yg negor Aira td tuh
Ilfa Yarni
bagus Aira sebelum mengkoreksi orang koreksi diri dulu
Ilfa Yarni
klo dikmpg begitu ra kekeluargaannya tinggi
Ijah Khadijah: Betul itu. maklum dia belum pernah ke kampung kak
total 1 replies
Rina Nurvitasari
ceritanya bagus, lucu, keren dan menghibur TOP👍👍👍 SEMANGAT
Ijah Khadijah: Terima kasih kakak
total 1 replies
Ilfa Yarni
km lucu banget aura baik dan tulus lg sampe2 ustadz Fatur mengkhawatirkan km
Ilfa Yarni
aura jadi bahan ledekan dan olk2an mulu kasian jg eeeustadz Fatur nunduk2 suka ya sama neng aira
Ilfa Yarni
woi para santri Aira ga genit kok memang ustadz Fatur yg minjemin motornya
Ilfa Yarni
aduh Aira hati2 tar km jatuh lg
Ilfa Yarni
cieee begitu yg tadz okelah klo gitu nikah dulu dgn neng aira
Ilfa Yarni
Aira harus percaya diri dong km cantik lho warga kmpg aja mengakuinya aplg ustdz Fatur heheh
Ilfa Yarni
aaah ustadz Fatur sering amat nongki nongki dgn orangtua Aira suka ya sama neng aira
Ilfa Yarni
hahahahaha ke sawah pake baju kondangan aira2 km ya bikin ngakak aja
Ijah Khadijah: Salah kostum🤭🤭
total 1 replies
Ilfa Yarni
gitu aja ngambek Aira namanya jg ank ank
Ijah Khadijah: Iya kak.🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!